Liputan6.com, Cilacap - Belasan ribu nelayan pesisir selatan Cilacap, Jawa Tengah, memutuskan tak melaut sehari usai gempa mengguncang Pulau Jawa, Jumat, 15 Desember 2017, sekitar pukul 23.47 WIB.
Pada hari pertama usai gempa, nelayan khawatir bakal terjadi gempa susulan yang dapat memicu tsunami. Mereka trauma. Pada 2006, Cilacap adalah salah satu wilayah pesisir yang terimbas bencana tsunami Pangandaran.
Selain itu, mereka pun lebih sibuk membenahi rumah atau bekerja bakti memperbaiki rumah tetangga yang rusak. Cilacap adalah salah satu daerah yang paling terdampak gempa berkekuatan 6,9 Skala Ritcher (SR) ini.
Advertisement
Baca Juga
Angka sementara hingga Minggu malam, 17 Desember 2017, ada 110 rumah rusak dengan kategori berat sedang dan ringan. Kerugian ditaksir mencapai Rp 726 juta lebih.
Belakangan, nelayan bertambah khawatir setelah muncul isu tak benar alias hoax bahwa gempa susulan berkekuatan besar bakal terjadi dan memicu tsunami yang menghantam pesisir selatan Jawa.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Isu Air Laut Cilacap Surut
Isu ini tak hanya menambah kekhawatiran nelayan. Masyarakat di luar kelompok nelayan pun khawatir, meski belakangan dipastikan kabar itu bohong alias hoax.
Apalagi, pada malam sebelumnya, ribuan warga pesisir baru saja mengungsi ke perbukitan Jeruklegi, Kabupaten Cilacap, menyusul meraungnya sirene peringatan dini tsunami.
Saat mereka mengungsi, muncul hoax bahwa laut Cilacap surut. Laut surut, menurut pengetahuan umum, adalah ciri bakal terjadi terjangan tsunami. Kabar ini pun beredar di berbagai lini masa media sosial.
Butuh penanganan ekstra bagi para relawan maupun petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Basarnas untuk menenangkan massa yang tak mau kembali lantaran termakan hoax. Dan itu terjadi hingga keesokan harinya, Sabtu, 16 Desember 2017.
Sebagian kecil pengungsi dari pesisir Cilacap masih bertahan di perbukitan Jeruklegi, misalnya di area Bandara Tunggul Wulung Cilacap. Butuh waktu untuk menenangkan mereka.
"Kondisi permukaan laut normal. tidak ada perubahan," ucap Moelwahyono, Komandan Basarnas Pos SAR Cilacap, saat dikonfirmasi Liputan6.com, sewaktu isu itu beredar kencang di berbagai lini masa, beberapa jam setelah gempa, Sabtu dini hari, 16 Desember 2017.
Advertisement
Kabar Tsunami 6 Meter Terjang Cipatujah Tasikmalaya
Isu laut surut ini lantas berangsur reda. Namun, nyaris bersamaan, muncul pula isu bahwa masyarakat pesisir Cipatujah, Tasikmalaya, tengah didera tsunami setinggi enam meter. Warganet pun kembali geger. Termasuk, para pengungsi yang masih berada di Jeruklegi.
"Ada kabar bahwa di Cipatujah, Tasikmalaya, terjadi tsunami enam meter. Warga ya jadi tidak mau kembali ke rumah," kata Samsul Wibowo, seorang warga Nusawungu yang kini bermukim di Sidareja, Kabupaten Cilacap.
Hoax itu beredar di berbagai lini masa media sosial. Padahal, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mencabut peringatan dini gelombang tsunami pada pukul 02.30 WIB, atau sekitar 2,5 jam usai gempa Jawa.
"Kami meminta agar masyarakat tenang. Yang mengungsi secara mandiri pun kami imbau untuk kembali ke rumah, karena peringatan dini tsunami sudah dicabut," kata Kepala Pelaksana Harian (Lakhar) BPBD Cilacap, Tri Komara Sidhy.
Isu Gempa 7,5 SR dan Klarifikasi BMKG
Lantas, masyarakat pun berangsur tenang, hingga kemudian muncul kabar bahwa bakal terjadi gempa susulan berkekuatan 7,5 SR yang akan kembali mengguncang Pulau Jawa. Isu ini lantas disambar oleh sebagian pengguna media sosial.
Dalam pesan berantai itu disebut bahwa penduduk di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Cilacap, Jawa Tengah, dan Jawa Barat diharapkan keluar rumah pada pukul 22.30-23.59 WIB.
Pasalnya, gempa susulan berkekuatan 7,5 SR siap mengguncang Jawa pada jam-jam tersebut.
Mereka pun lantas mengirimkan isu itu ke berbagai lini masa. Maka, kegegeran massal yang terjadi, hingga BMKG Pusat sampai merasa perlu mengeluarkan maklumat bahwa kabar itu bohong belaka alias hoax.
Prakirawan BMKG Pos Pengamatan Cilacap, Rendy Krisnawan, mengatakan bahwa BMKG pusat telah mengonfirmasi kabar tersebut bohong dan tak berdasar alias hoax. BMKG tidak pernah menyampaikan serta menyebarluaskan informasi tersebut.
Berita tersebut hanya hoax atau isu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan dan membohongi masyarakat. Sebab, isu tersebut tidak mempunyai dasar ilmiah yang jelas.
Rendy menegaskan, hingga saat ini. perlu diketahui belum ada teknologi yang dapat memprediksi dengan tepat, kapan, di mana, dan berapa kekuatan gempa yang akan terjadi.
Karena itu, masyarakat diimbau dan diharapkan tidak terpengaruh serta tidak perlu menghiraukan informasi tak benar alias hoax.
Advertisement