Sukses

Pengakuan Pilu Mantan Pemulung Limbah Medis di TPS Cirebon

Pemulung limbah medis yang bekerja di gudang rongsok mengaku sering tertusuk jarum saat bekerja memisahkan jarum bekas dari tabungnya.

Liputan6.com, Cirebon - Polemik kasus limbah medis di Desa Panguragan, Kabupaten Cirebon, masih belum selesai. Puluhan warga Desa Panguragan menggelar aksi penolakan terhadap keberadaan usaha limbah medis di lingkungannya, Senin, 18 Desember 2017.

Warga mengaku resah dengan keberadaan operasional usaha pengolahan limbah dengan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) ini. Apalagi, beberapa warga mantan pemulung limbah medis diduga terjangkit HIV.

"Kami khawatir semakin banyak limbah medis, semakin mengancam warga kami. Kalau tidak ditutup, kasihan warga mantan pegawai rongsok yang sering sakit," kata Hasan, salah seorang warga.

Puluhan warga yang merupakan mantan pekerja di gudang limbah medis diduga terjangkit penyakit mematikan. Mereka diduga terjangkit penyakit itu akibat tertusuk jarum di telapak kaki saat bekerja memilah limbah medis di gudang rongsok.

"Mungkin dianggap biasa, tapi dampaknya beberapa waktu ke depan," ujar dia.

Pantauan di lokasi, salah seorang warga yang juga mantan pekerja rongsok limbah medis, Narti (60), didampingi warga yang lain datang untuk diperiksa petugas di Puskesmas Panguragan. Narti mengaku baru empat bulan keluar dari pekerjaan yang berisiko itu.

Selama bekerja, Narti bertugas mencabut jarum suntik bekas pakai dari tabung. Narti juga mengaku sering tertusuk jarum suntik bekas yang tercecer di gudang tempat dia bekerja.

"Hanya diberi obat merah saja, setelah itu kerja lagi. Katanya sih tidak apa-apa nanti juga sembuh lagi," ucapnya usai diperiksa.

Selama bekerja, Narti hanya mendapat upah Rp 800 per kg dari hasil dia mencabut jarum suntik bekas. Rata-rata penghasilan Narti selama satu minggu Rp 200 ribu.

"Setelah keluar dari pekerjaan ini, kondisi kesehatan saya semakin memburuk. Saya baru kali ini diperiksa karena motivasi warga," ujar dia.

Kondisi kesehatan Narti yang semakin kurang baik juga diketahui ponakannya, Safitri. Dia mengatakan, sebelumnya Narti sudah punya riwayat jantung, paru-paru, dan ginjal.

Setelah bekerja di gudang rongsok limbah medis, kondisinya semakin menurun. "Uwa saya tidak pernah bilang kalau selama bekerja sering tertusuk jarum. Baru kasih tahu keluarga setelah tidak bekerja lagi," kata Safitri.

Dia mengaku, sejauh ini belum banyak tahu tentang dampak buruk dari pengelolaan limbah medis yang tidak sesuai aturan. Dia berharap, warga tetap memotivasi kesembuhan Narti serta mendapat pengawasan intensif dari petugas medis.

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 3 halaman

Tes VCT

Terpisah, Kepala Puskesmas Panguragan Kabupaten Cirebon Jamiat mengaku akan menyerahkan hasil tes VCT warga kepada Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Cirebon. Utamanya pada warga yang pernah bekerja di gudang rongsok limbah medis itu.

"Kami terus melakukan pemeriksaan, tapi perorangan saja dan baru di lingkungan sekitar limbah dan mantan pekerja," ujar dia.

Jamiat mengaku belum dapat memeriksa pekerja limbah rongsok karena berisiko. Dia memastikan akan memeriksa VCT kepada pekerja rongsok limbah medis.

Sejauh ini, kata dia, langkah penyuluhan bahaya limbah medis di lingkungan gudang rongsok berlangsung lancar. "Sampai hari ini, baru lima orang yang kami lakukan tes VCT. Memang tidak mudah apalagi pekerjanya," kata dia.

Dari informasi yang dihimpun Liputan6.com di lokasi, pengusaha rongsok yang mengolah limbah medis tersebut beroperasi sejak 2011. Pengusaha yang mengolah limbah medis tersebut diduga adalah salah satu pengusaha rongsok di Kecamatan Panguragan.

Seiring berjalannya waktu, pengusaha tersebut kekurangan modal. Ia kemudian mengajak seseorang yang diduga anggota TNI untuk bermitra. Usaha pengolahan limbah medis itu akhirnya berkembang pesat hingga memiliki empat sampai enam gudang.

"Di Cirebon itu hilirnya dari limbah medis," ungkap salah seorang warga yang meminta Liputan6.com disembunyikan namanya, Kamis, 14 Desember 2017.

 

3 dari 3 halaman

Bahan Pabrik Plastik

Limbah medis tersebut diduga didapat dari pihak rekanan rumah sakit yang ada di Karawang. Dia mengungkapkan, pihak rumah sakit yang menyerahkan pengolahan limbahnya kepada rekanan diduga dijual kembali kepada pengusaha rongsok seharga Rp 2.500 per kg.

Dari limbah tersebut, pihak rekanan juga mendapat fee dari rumah sakit sekitar Rp 13 ribu. Limbah yang sudah dibeli pengusaha rongsok tersebut dipilah oleh karyawan.

Limbah medis yang dianggap mempunyai nilai ekonomis langsung dibersihkan. Terutama limbah medis yang berbahan PVC, seperti plastik obat dan selang infus.

Setelah diolah, limbah PVC dikirim ke pabrik pengolahan plastik di Bandung, Jakarta, dan Tangerang. Limbah tersebut diolah menjadi bijih plastik atau diproduksi ulang.

"Di Panguragan dulu transporter-nya PT Tenang Jaya. Setelah sempat ditutup tahun 2016, akhirnya ganti dan pengusaha gandeng mitra lokal angkutan sini pakai bak terbuka," ujar dia.

Dia mengungkapkan, praktik pengolahan limbah medis memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Limbah medis berbahan PVC dalam bentuk laseran paling rendah Rp 15 ribu sampai Rp 20 ribu per kg.

Dari harga jual tersebut, pengusaha rongsok limbah medis mendapat omzet hingga 12 ton per hari. Untuk satu truk berat limbah medis mencapai 4 ton, satu hari sekitar empat truk dikirim.

Sementara nilai omzet per ton untuk limbah medis mencapai Rp 10 juta. Jika dijumlah total, omzet limbah medis per satu truk mencapai Rp 160 juta.

"Nah, limbah medis yang tidak punya nilai ekonomis itu dibuang salah satunya ke TPS Panguragan ini," ujar dia.