Liputan6.com, Maluku Tenggara Barat - Buaya ganas sudah banyak makan korban di Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Maluku. Dalam kurun waktu sekitar lima tahun terakhir tercatat 15 orang menjadi korban serangan buaya ganas di daerah itu. Dari total korban itu, delapan orang di antaranya meninggal dunia.
Catatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat menunjukkan ada 12 korban gigitan buaya semenjak 2014. Dari 12 itu, tujuh orang dinyatakan meninggal dunia, lima orang lainnya mengalami luka serius dan sempat dirawat di RSUD Magrety Saumlaki.
Data tersebut, seperti dilansir Antara, dirilis awal November lalu. Belakangan, serangan buaya kian menggila. Dalam dua pekan terakhir, terjadi tiga kali kejadian gigitan buaya yakni satu kejadian di Kecamatan Wuarlabobar, dan dua kejadian di Kecamatan Wermaktian yang menyebabkan satu warga Desa Batu Putih meninggal dunia.
Advertisement
Baca Juga
Adapun wilayah laut yang rawan dengan serangan buaya ganas tersebut adalah perairan laut desa Latdalam, Teluk Saumlaki, yakni meliputi wilayah Laut Kota Saumlaki, Desa Sifnana, Desa Bomaki, dan Desa Lermatan di Kecamatan Tanimbar Selatan. Selain itu, wilayah laut Desa Ridool, Kecamatan Tanimbar Utara, Kecamatan Wermaktian dan Wuarlabobar.
Bupati MTB, Petrus Fatlolon menyatakan, pihaknya telah membentuk tim penanganan buaya ganas di daerah itu dan akan menghadirkan ahli dari luar daerah. Pemkab telah berinisiatif mengundang Forkopimda dan melakukan pembahasan dengan dengan SKPD teknis.
"Kita telah bersepakat membentuk tim di mana tim itu melibatkan unsur TNI-Polri serta Badan Penanggulangan Bencana dan kita akan cek sejauh mana progres dari pembentukan tim tersebut," katanya, Selasa (19/12/2017).
Dia menjelaskan bahwa ahli penanganan buaya itu akan melakukan pemantauan dan kemudian menginventarisasi di mana persisnya buaya berada. Setelah itu, tim tersebut akan menyampaikan konsep penanganannya kepada Pemkab untuk disikapi.
Selain itu, Pemkab juga berencana mengundang tokoh-tokoh adat dari sejumlah desa untuk membahas kejadian yang terus menelan korban itu.
"Pendekatan adat nanti kita akan lakukan karena ada riwayat juga kalau ternyata ada beberapa soal di Tanimbar ini yang asal-usulnya dari buaya," kata dia.
Bupati Petrus juga meminta masyarakat untuk terus mewaspadai lokasi-lokasi yang diduga menjadi habitat buaya sehingga tidak terjadi hal-hal di luar dugaan.
Soal buaya ini, sebelumnya ada kritik dari Wakil Ketua DPRD MTB, Piet Kait Taborat, yang menilai Pemkab MTB lamban dalam mengatasi buaya ganas yang telah menyerang belasan warga masyarakat di sejumlah wilayah itu.
"Binatang atau satwa dan manusia adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Benar bahwa ada Undang-Undang perlindungan Satwa, tetapi nyawa manusia khususnya nyawa masyarakat MTB ini jauh lebih penting," kata Piet.
Piet mendesak agar tim yang telah dibentuk dalam rangka penanggulangan dan perlindungan nyawa rakyat MTB dari serangan buaya itu harus difasilitasi sehingga dapat berfungsi sesuai maksud dan tujuan pembentukannya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Buaya-Buaya Sungai Luk Ulo
Kawanan buaya juga meresahkan warga di daerah lain, salah satunya di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Kawanan buaya Sungai Luk Ulo, Kabupaten Kebumen menyebabkan warga sepanjang aliran tak bisa leluasa beraktivitas.
Mereka khawatir, tiba-tiba terjadi serangan buaya tanpa terdeteksi. Buaya sempat muncul di Desa Rantewringin, Kecamatan Buluspaspesantren. Buaya itu tampak di permukaan palung sungai yang berarus lambat.
Sebelumnya, pada pertengah Oktober 2017, warga juga sempat dibuat heboh oleh buaya sepanjang empat meter yang terdampar di areal persawahan desa Kedungwinangun Kecamatan Klirong, sekitar tiga kilometer dari Rantewringin.
Buaya muara (Crocodylus porosus) itu diduga terseret banjir besar sungai dan akhirnya mendarat di persawahan warga. Predator itu didapati tengah berendam di lumpur oleh seorang petani.
Saat itu, warga berusaha menangkap buaya tersebut. Namun, buaya yang ganas dan tampak masih gesit itu meloloskan diri dan masuk ke Sungai Luk Ulo yang berjarak 50 meter dari persawahan.
Jauh hari sebelum itu, mamalia peninggalan zaman dinosaurus itu menampakkan diri di sepanjang aliran Sungai Luklulo yang membentang dari pegunungan utara Kebumen hingga bermuara di Laut Selatan Jawa. Tercatat, kawanan buaya muncul enam kali sejak musim kemarau di berbagai desa sepanjang Sungai Luk Ulo.
Kemunculan buaya ini tak urung mendapat perhatian dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah. Dikhawatirkan, warga tak mewaspadai kemunculan kawanan buaya sehingga meningkatkan risiko serangan buaya.
Advertisement