Liputan6.com, Jakarta - Perjalanan awal 2017 dibuka dengan kasus mengerikan yang terjadi di sebuah panti asuhan di Pekanbaru. Kasus itu mencuat setelah seorang bayi berusia 18Â bulan bernama M Ziqli meninggal di rumah sakit.
Pengurus panti hanya menyebut Ziqli sakit biasa dan diantarkan ke rumah sakit saat tubuhnya sudah demam tinggi. Namun, paman korban mencurigai keponakannya mengalami penganiayaan selama diasuh di Panti Asuhan Yayasan Tunas Bangsa.
Kasus itu membongkar kengerian lain yang terjadi di panti asuhan yang berlokasi di Tenayan Raya, Pekanbaru Riau. Berikut perjalanan kasusnya.
Advertisement
Ada Bekas Penganiayaan
Tim Forensik Rumah Sakit Bhayangkara Polda Riau menemukan adanya tanda-tanda kekerasan pada jasad M Ziqli, penghuni Panti Asuhan Yayasan Tunas Bangsa. Tanda tersebut berupa luka lecet, lebam dan resapan darah pada organ vital.
"Tanda-tanda kekerasan itu diduga akibat kekerasan tumpul," kata Kasubbid Dokpol Bidang Dokter dan Kesehatan Polda Riau Kompol Supriyanto, Sabtu petang, 28 Januari 2017.
Dia menyebutkan, kekerasan tumpul itu bisa disebabkan benda dan bukan benda ataupun organ pada manusia, seperti tangan dan kaki.
Baca Juga
"Bisa menggunakan alat ataupun menggunakan organ tubuh, seperti tangan," kata Supriyanto usai mengautopsi jasad korban yang makamnya dibongkar petugas pada Sabtu pagi.
Supriyanto menyebutkan, luka lecet dan memar itu terdapat pada bagian pelipis, perut, punggung dan pipi. Meski begitu, petugas forensik tidak dapat memastikan penyebab kematian korban. Pasalnya, hampir seluruh bagian organ dalam korban membusuk.
"Karena sudah lama meninggalnya dan dikuburkan. Jadi, seluruh bagian organ dalam sudah membusuk, sehingga sulit memastikan penyebab kematiannya. Kalau tanda-tanda kekerasan ada ditemukan," kata Supriyanto.
Beberapa jam autopsi, jasad korban kembali dikebumikan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Jalan‎ Seroja, Kecamatan Tenayan Raya, Kota Pekanbaru.
Sementara, Kasat Reskrim Polresta Pekanbaru Kompol Bimo Ariyanto menyebut hasil autopsi merupakan fakta awal telah terjadinya penganiayaan terhadap korban.
"Ini kesimpulan awal, nantinya kami berharap dokumen tertulis dari Rumah Sakit Bhayangkara," kata Bimo.
Dia menyebut hasil autopsi ini sebagai langkah ataupun pembuka untuk membuat terang penyelidikan kasus ini. Dia berjanji segera menyampaikan hasil penyelidikan kasus ini secepatnya.
"‎Biarkan tim bekerja dulu, nanti disampaikan hasil penyelidikan," kata dia.
Sebelumnya, M Ziqli diantarkan pihak panti asuhan ke RSUD Arifin Achmad Pekanbaru dalam kondisi demam tinggi. Beberapa jam dirawat, M Ziqli dinyatakan tak bernyawa lagi. Kerabat korban yang melihat adanya bekas penganiayaan langsung melapor ke Mapolresta Pekanbaru.
Sebelumnya, makam bayi Ziqli dibongkar dengan disaksikan paman korban sekaligus pelapor dalam kasus ini, Dwiyatmoko. Pihak Lembaga Perlindungan Anak (LPA) dan Dinas Sosial Pemerintah Provinsi Riau juga ikut memantau di lokasi.
Bimo menyebutkan, penyidik bersama kedua lembaga tersebut sudah menyegel panti di Jalan Lintas Timur Kilometer 13 Kecamatan Tenayan Raya itu pada Jumat malam, 27 Januari 2017. Berdasarkan pengamatan penyidik di lokasi, lokasi itu sangat tidak layak dijadikan sebagai panti asuhan.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Masa Lalu Pemilik Panti
Nama Lili Rachmawati menjadi sorotan setelah Panti Asuhan Yayasan Tuna Bangsa miliknya menelan korban jiwa, M Ziqli (18 bulan). Dia menjadi tersangka dan kini ditahan di Mapolresta terkait kasus penganiayaan berujung maut itu.
Lantas, siapakah Lili? Menurut Suwarno, pria yang pernah menjadi RW selama 17 tahun di jalan tersebut, Lili sudah lama menempati rumah yang kemudian dijadikannya sebagai salah satu panti.
"Sejak tahun 90 dia sudah di sini, saat itu saya RW-nya. Dia tinggal di rumah yang dijadikan panti itu," kata Suwarno di rumahnya yang berjarak 50 meter di panti tersebut, Rabu, 1 Februari 2017.
Awalnya, kata Suwarno, Lili tak punya panti. Di rumah yang merupakan milik orangtuanya itu, Lili kemudian mendirikan taman pengajian buat anak-anak.
"Istri saya yang mengajar di sana. Termasuk Lili, istri saya juga yang mengajar. Dia memang cerdas, pintar tapi keras orangnya," ucap Suwarno, didampingi istrinya Sumiati.
"Iya saya gurunya, ada 10 orang murid mengaji saat itu," membenarkan pernyataan suaminya yang sudah berusia 79 tahun itu.
Entah dari mana idenya, Lili kemudian membuat yayasan. Tanpa menggunakan kendaraan dan hanya bermodalkan tumpangan mobil, Lili, kata Suwarno, mulai sibuk mengurus administrasi pembuatan yayasan.
"Istri saya juga ikut ketika itu, hanya menemani saja karena keduanya memang dekat saat itu," ucap Suwarno.
"Iya, saya pernah nemani dia. Nggak pakai motor, jalan kaki aja. Kadang naik tumpangan mobil pikap," kata Sumiati.
Usaha Lili bersusah payah mendirikan yayasan kemudian membuahkan hasil. Dia kemudian menyulap taman pengajian anak-anak menjadi panti asuhan di kecamatan tersebut.
Dalam perkembangannya, Lili kemudian membangun beberapa panti. Satu di lokasi rumah orangtuanya di jalan tersebut, satu di Jalan Lintas Timur KM 20 (panti jompo), kemudian di KM 13 (panti asuhan) dan panti penampungan pengidap gangguan jiwa di Jalan Cendrawasih.
"Bantuan mengalir dari mana-mana. Mulai dari pejabat seperti gubernur, wali kota, kepala dinas, hingga artis ada juga. Makanya banyak dia punya cabang panti," tutur Suwarno.
Awal berjayanya, Lili selalu berbagi kepada warga sekitar. Misalnya ketika perayaan keagamaan seperti lebaran, Lili selalu membagikan sembako kepada warga sekitar.
Kejayaan itu mulai diiringi keangkuhan. Hubungan Lili dengan guru ngajinya, Sumiati, retak. Hal itu terjadi ketika ada salah seorang donatur datang dan menanyakan berapa penghuni panti.
"Di depan saya, kepada donatur itu Lili menyebut ada 40 penghuni panti. Pendataan itu dilakukan donatur untuk menentukan berapa jumlah besaran bantuan," kata Sumiati.
Hanya saja tak melihat penghuni seperti yang diutarakan Lili, donatur tadi kemudian mendatangi Sumiati dan menanyakan berapa anak penghuni panti.
"Saya nggak mau bohong, saya sebut tak sampai 40. Lili kemudian marah, dia mencekik saya dan meminta saya berbohong. Saat itulah saya tidak bisa lagi ke panti itu," kata Sumiati menyebut kejadian itu sebelum 2000.
Sejak kejadian itu, Lili tak hanya menutup diri kepada Sumiati tapi kepada warga juga. Dia pun membangun pagar dan membuat aktivitas panti tertutup.
"Pernah dia datang membawa beras dan daging, sebagai permintaan maaf. Saya suruh dia bawa kembali bantuannya itu, tak terima istri saya digitukan," kata Suwarno mengingat kejadian yang sudah lama itu.
Sementara tetangga lainnya, mengaku bernama Widi, menyebut Lili sebelum mendirikan panti bekerja sebagai seorang penjahit. Lili disebutnya pernah buka toko jahit di kawasan Tanjung Datuk.
"Saya kenal dengan dia, kan tetangga. Dulunya tukang jahit," kata dia kepada wartawan.
Tak lama kemudian, Lili disebut Widi membangun panti. Beberapa tahun mendirikan yayasan, karir Lili begitu cemerlang. Dia kemudian membangun beberapa panti cabang dari yayasan.
"Ada empat kalau nggak salah pantinya. Yang di sini ini merupakan tanah orangtuanya. Namun, pembangunan panti lain dari donatur. Dia pun banyak punya tanah," ujar Widi.
Kesuksesan membangun panti hingga tak lagi dikeluarkan izinnya kini membuat Lili menjadi penghuni sel Polresta Pekanbaru. Dia menjadi tersangka atas kematiannya anak asuhnya, M Ziqli karena diduga mengalami penganiayaan.
Advertisement
Bongkar Penyanderaan Anak Pekerja Sosial
Sepasang suami istri di Pekanbaru bersyukur terungkapnya kasus panti asuhan maut Yayasan Tunas Bangsa milik Lili Rachmawati. Pasalnya, sang anak yang 'ditahan' selama beberapa tahun oleh Lili akhirnya terselamatkan.
Anak ini merupakan 17 penghuni yang diselamatkan Polresta Pekanbaru, Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Riau dan petugas Dinas Sosial (Dinsos) setempat pada 27 Januari 2017 lalu.
Menurut Kabid Pemenuhan Hak Anak LPAI Riau Nanda Pratama, pengakuan itu disampaikan seorang ayah yang bekerja di Dinsos.
Statusnya bukan sebagai pegawai negeri sipil (PNS).Nanda menuturkan, istri pekerja sosial di dinas tersebut pernah bekerja di panti asuhan milik Lilik di Kecamatan Tenayanraya Pekanbaru. Anaknya dititipkan di sana selama sang istri bekerja.
"Jadi, istrinya ini bekerja bersama Lili. Tak lama kemudian istrinya keluar karena melihat ada yang tidak beres dengan panti dan pengelolanya," kata Nanda, Senin, 20 Februari 2017.
Hanya saja, Nanda tidak menyebut identitas pekerja sosial dan istrinya ini, termasuk nama anak yang dititipkan di panti itu. Nanda beralasan untuk melindungi pekerja itu.
"Nanti kalau dia bersedia menyebutkan identitasnya dipublikasikan, saya kasih tahu. Kalau sekarang belum, yang jelas ada anaknya dititipkan ketika istrinya bekerja di sana," kata Nanda.
Nanda melanjutkan, begitu istri pekerja sosial ini keluar, si pemilik panti asuhan maut itu tidak mau mengembalikan anak mereka. Lili malah meminta sejumlah uang supaya anak tersebut ditebus.
"Karena faktor ekonomi, anak ini tertahan. Dan yang bersangkutan bersyukur anaknya terselamatkan ketika kasus ini terungkap," ujar Nanda.
Nanda menyebut anak dari pekerja sosial ini masih balita. Untuk sementara, anak itu dititipkan di panti sosial anak milik Dinsos Riau sambil menunggu masa pemulihan.
Vonis Si Pemilik Panti Asuhan Maut
Kisah penelantaran anak hingga berujung tewasnya Muhammad Ziqli, bayi berusia 1 tahun 8 bulan, di Panti Asuhan Tunas Bangsa berakhir dengan vonis 4 tahun 3 bulan penjara bagi Lili Nurhayati. Pemilik yayasan dari panti tersebut juga diwajibkan membayar denda Rp 100 juta.
"Jika tidak dibayar terdakwa wajib menjalani kurungan selama 3 bulan," kata majelis hakim yang diketuai Yudi Silaen di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Kamis petang, 13 Juli 2017.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar pasal subsider, yakni Pasal 80 ayat 1 dan Pasal 77b Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Terdakwa dinyatakan tidak bersalah melanggar dakwaan primer Pasal 80 ayat (3) dan subsider Pasal 80 ayat (2) yang didakwakan jaksa penuntut umum (JPU), Sukatmini. Pasalnya, perbuatan penganiayaan dan kekerasan yang menyebabkan korban meninggal dunia tidak bisa dibuktikan.
Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan, pemilik panti asuhan maut itu terbukti menelantarkan korban M Ziqli yang sakit hingga meninggal dunia. Di samping itu, hakim juga tidak mengabaikan keterangan sejumlah saksi yang mengaku melihat terdakwa menampar dan memukul korban.
"Korban baru dibawa ke rumah sakit setelah lima hari sakit karena diare dan sariawan. Penyebab pasti meninggalnya korban tidak bisa ditentukan karena kondisi organnya sudah mulai membusuk," kata hakim.
Atas putusan itu, JPU Sukatmini menyatakan pikir-pikir untuk mengajukan banding. Tindakan serupa juga disampaikan kuasa hukum terdakwa, Irwan. "Kita pikir-pikir dulu selama tujuh hari untuk menentukan upaya selanjutnya," kata Irwan.
Sebelumnya, JPU menuntut terdakwa dengan penjara 6 tahun 6 bulan dan denda Rp 100 juta atau subsider 6 bulan kurungan. JPU juga menjerat terdakwa dengan pasal lebih subsider sesuai fakta persidangan.
JPU dalam dakwaannya menyebutkan, dugaan kekerasan dilakukan kepada M Ziqli pada April 2016 hingga Januari 2017 di Panti Asuhan Tunas Bangsa di Jalan Lintas Timur, Kilometer 13, Kecamatan Tenayan Raya.
Korban dititipkan orangtuanya untuk diasuh di Panti Asuhan Tunas Bangsa untuk diasuh terdakwa. Korban tidak diberi makan dan dipukuli. Korban sempat dibawa ke RSUD Arifin Achmad, tapi nyawanya tidak tertolong.Â
Di tubuh korban ditemukan banyak luka. Keluarga korban melapor ke Polresta Pekanbaru. Dari penyelidikan kepolisian, ditemukan adanya unsur kekerasan akibat benda tumpul pada tubuh korban. Terdapat luka akibat benda tumpul pada bagian pelipis, perut, dan punggung.‎
Advertisement
Rencana Masa Depan Korban
Sebanyak 17 anak yang pernah menghuni panti asuhan maut Yayasan Tunas Bangsa milik Lili Rachmawati bakal dipulangkan ke keluarganya. Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Riau dan Dinas Sosial Provinsi Riau masih mendata keluarga mereka.
Menurut Kepala Bidang Pemenuhan Hak Anak Riau Nanda Pratama, sebagian anak dimaksud masih punya kerabat. Semuanya berada di Provinsi Riau, hanya saja keberadaannya belum diketahui.
"Sebagian ada keluarganya, semuanya berasal dari Riau," kata Nanda, Senin petang, 20 Februari 2017.
Dia menyebutkan, anak-anak yang masih punya keluarga bakal dikembalikan. Menurut Nanda, hal itu dilakukan mengingat masa depan anak yang sebaiknya dirawat oleh keluarga.
"Demi masa depan mereka, harus dikembalikan kepada keluarganya," kata Nanda.
Bagi kerabat ataupun keluarga yang pernah menitipkan anaknya di panti asuhan milik Lili, Nanda berharap segera menghubungi LPAI dan Dinas Sosial Riau.
"Nantinya dikembalikan, tentunya setelah anak-anak ini menjalani masa pemulihan," kata Nanda.
Sementara yang tidak punya keluarga, Nanda menyebut bakal dirawat di panti sosial anak milik Dinas Sosial. Masa depan mereka akan ditata dengan baik, seperti disekolahkan.
Nanti disekolahkan sesuai dengan tingkatan umurnya. Ini untuk masa depan anak-anak," kata Nanda.
Di samping itu Nanda menyebutkan, 17 anak yang diselamatkan Polresta Pekanbaru dan LPAI Riau dari panti asuhan maut itu sudah berada di panti sosial anak milik dinas terkait.
Kondisinya semuanya sudah berangsur baik, meski sebelumnya ada lima anak yang mengalami trauma. Mereka sudah bermain dan belajar dengan bimbingan pengelola panti dimaksud.
"Sudah mulai membaik kondisinya. Nantinya dilakukan lagi pemeriksaan psikologis selanjutnya untuk pemulihan total," kata Nanda.