Liputan6.com, Makassar - Tim Reserse Mobile (Resmob) Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) berhasil mengungkap kembali jaringan besar peredaran obat jenis Paracetamol, Cafein dan Carisoprodol (PCC) di sebuah rumah dekat kawasan wisata air terjun di Lingkungan Lembang Bata, Kecamatan Gantarang, Kabupaten Gowa, Sulsel, Sabtu (23/12/2017).
Kepala Bidang Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Dicky Sondani membenarkan hal tersebut. Kata dia, penangkapan jaringan besar peredaran obat PCC di daerah kawasan wisata tersebut awalnya berdasarkan informasi yang masuk ke tim Resmob Polda Sulsel.
Dimana ada aktivitas mencurigakan dari sebuah rumah yang berada di kawasan wisata Lembang Bata tersebut. Tim lalu bergegas menuju ke lokasi dan langsung menggerebek rumah yang dijaga ketat oleh sekuriti itu.
Advertisement
"Hasilnya tim menemukan barang bukti berupa 500 bungkus obat PCC kemasan 1000 butir per bungkus, 7000 papan obat jenis lain bernama Somadril dimana tiap papan berisi 10 butir serta sebuah alat pres merek dobel jaguar," beber Dicky.
Baca Juga
Selain mengamankan barang bukti ribuan obat PCC dan sejenisnya itu, tim juga turut mengamankan 6 orang yang berada di lokasi. Dimana terdiri dari 5 orang remaja yang berperan menjaga ribuan obat PCC tersebut dan seorang sekuriti di rumah itu.
"Sedangkan pemilik barang yakni Edward Tendean dan kurirnya Arif masih dalam pengejaran tim Resmob Polda Sulsel," ucap Dicky.
Menurut kelima remaja yang berperan menjaga rumah tempat penyimpanan ribuan obat PCC dan sejenisnya itu, kata Dicky, mengakui jika harga jual per butir obat PCC dan jenis lainnya itu seharga Rp 7000 per butir.
"Kelimanya juga mengakui obat PCC dan sejenisnya itu rencananya akan diedarkan ke seluruh Kabupaten/Kota yang ada di Sulsel," Dicky menandaskan.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Vonis Gembong PCC hanya 4 Bulan Kurungan
Majelis Hakim yang diketuai Cenning Budiayana menjatuhkan hukuman 4 bulan kurungan kepada Alexander alias Alex, terdakwa kasus kepemilikan ribuan obat PCC, Selasa 12 Desember 2017.
Vonis Alex yang dikenal sebagai gembong peredaran obat PCC di Sulawesi Selatan (Sulsel) itu lebih ringan dari tuntutan yang diberikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya yakni 6 bulan kurungan.
"Perbuatan Alex dinilai Hakim telah melanggar pasal 197 undang-undang Kesehatan 2009, dengan sanksi 4 bulan penjara dipotong masa tahanan 2 bulan," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejaksaan Negeri (Kejari) Makassar, Haedar, Kamis 14 Desember 2017.
Menanggapi putusan tersebut, Haedar menegaskan setelah bermusyawarah dengan tim kejaksaan lainnya dimana diputuskan bahwa pihaknya tidak melakukan upaya banding tapi menerima putusan Majelis Hakim tersebut.
"Ada beberapa barang bukti yang ternyata didalam persidangan terbukti memiliki izin edar sehingga Hakim mempertimbangkan itu. Putusan kami terima tak ada upaya banding," jelas Haedar.
Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Basmi Sulsel, Andi Amin Halim Tamatappi mengatakan ringannya vonis gembong PCC itu, diduga kuat ada kongkalikong. Dimana kata dia, penerapan pasal yang diberikan Hakim tidak maksimal.
"Seharusnya jika mengacu pada pasal yang disangkakan, ancaman hukumannya cukup tinggi, yakni sampai 10-15 tahun. Kok vonisnya sangat jauh di bawah," kata Amin.
Pasal 197 Undang-undang Kesehatan tahun 2009, terang Amin, jelas menyatakan bahwa setiap orang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp.1.500.000.000,00.
Dengan mengacu pada pasal tersebut, sambung Amin, seharusnya Hakim mempertimbangkan barang bukti yang ada dimana terdapat ribuan obat PCC yang sangat membahayakan kesehatan.
"Makanya sejak awal di kepolisian, Alex disebut gembong atau bandar besar peredaran obat PCC," tegas Amin.
Demi penegakan hukum yang bersih dan cita-cita pemberantasan penyalahgunaan narkotika, kata Amin, pihak jaksa harus menebus kesalahannya dengan melakukan upaya banding.
“Jaksa harus banding. Sejak awal tuntutan jaksa sangat di bawah minimal tidak menerapkan tuntutan maksimal. Ini jelas ada dugaan kongkalikong,” ujar Amin.
Sebelumnya, Alex yang diketahui dalam status tahanan Rutan Klas 1 Makassar sempat kepergok sedang menghadiri hajatan pernikahan anak salah satu perwira menengah di Polda Sulsel yang berlangsung di Upper Hills Hotel Jalan Metro Tanjung Bunga Makassar, Sabtu 9 Desember 2017.
"Saya kaget ketemu dia (Alex) di hajatan pernikahan tersebut ," kata salah seorang pejabat Polda Sulsel yang minta namanya tidak disebutkan saat ditemui di Mapolda Sulsel, Selasa 12 Desember 2017.
Ia pun sempat berfikir, kenapa gembong peredaran ribuan obat PCC tersebut bisa bebas berkeliaran sementara perkaranya masih berproses di Pengadilan Negeri Makassar dan berstatus tahanan Rutan.
"Saya juga heran kenapa bisa keluar yah ,"ucapnya.
Terpisah, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejaksaan Negeri (Kejari) Makassar, Haedar dikonfirmasi justru tidak ingin memberikan penjelasan mengenai status Alex sebelumnya yang perkaranya baru diputus Selasa 12 Desember 2017 di Pengadilan Negeri Makassar.
"Jangan saya dinda, langsung ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) nya saja, Hariani Gali. Saya tak punya kontaknya ,"singkat Haedar.
Sementara Salahuddin,, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulselbar mengatakan selama perkaranya berproses, Alex dalam status tahanan Rutan Klas 1 Makassar.
"Gembong PCC itu berstatus tahanan Rutan Klas 1 Makassar. Tidak ada pembantaran ,"singkat Salahuddin.
Advertisement
Ulah Nakal Penyidik Lindungi Gembong PCC
Diketahui, dalam perkara kepemilikan ribuan obat PCC, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Andi Hariani Gali mendakwa tersangka Alex dengan dakwaan Pasal 197 UU RI No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan dengan pidana kurungan 15 tahun.
Alex yang diketahui sebagai gembong peredaran obat jenis PCC di Sulsel sebelumnya ditahan setelah kasusnya dilimpahkan ke Kejati Sulselbar hingga proses sidang berjalan dan dinyatakan putus pada Selasa, 12 Desember 2017 di Pengadilan Negeri Makassar. Alex dikabarkan divonisi selama 4 bulan kurungan.
Kasus yang menjerat Alex bermula saat tim khusus Polres Gowa melakukan pengembangan. Dimana awalnya, anggota tim khusus menangkap dua orang pelaku pengedar obat PCC masing-masing Kasmin (34) dan Muis Dg Nyiko (40), Senin 17 September 2017 sekitar 16.00 Wita. Kasmin ditangkap saat berada di rumah Muis Dg Nyiko yang berlokasi di Jalan Daeng Tata Lama, Kelurahan Pandang-Pandang, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulsel.
Dari hasil interogasi, kedua pelaku mengaku mendapatkan obat PCC dari sebuah ruko yang berada di Jalan Malengkeri Makassar. Anggota pun bergegas menggeledah ruko yang diketahui milik Alex tersebut.
Alhasil, puluhan karung dan kardus yang berisi ribuan obat PCC berbagai jenis ditemukan dari dalam ruko milik Alex. Jenis obatnya ada Tramadol, Somadril, Gastrul, Gynaecosit, Luxuan, Emperor Capsule dan Frixitas. Jumlahnya ditaksir jutaan butir dan siap untuk diedarkan ke masyarakat.
Selain ribuan obat PCC berbagai jenis, dalam penggeledahan turut juga diamankan barang bukti berupa senjata api rakitan dan sepeda motor. Alex dan rekannya Soni beserta barang bukti kemudian digelandang ke Mapolres Gowa untuk diproses hukum lebih lanjut. Selang dua hari diproses, kasus tersebut tiba tiba diambil alih oleh Direktorat Narkoba Polda Sulsel. Namun tak lama terdengar, kasus Alex kemudian menjadi heboh dan sempat membuat dua institusi penegak hukum di Sulsel saling tuding.
Belakangan baru diketahui, penyebab polemik tersebut bermula karena adanya ulah nakal dua oknum penyidik Direktorat Narkoba Polda Sulsel yang diam-diam memberikan penangguhan kepada Alex sementara perkara Alex harus segera dilimpahkan ke Kejati Sulselbar pasca status penyidikannya dinyatakan rampung alias P21.
Kedua oknum penyidik yang menangani kasus gembong PCC itu yakni AKBP Darwis mantan Kepala Subdit II Direktorat Narkoba Polda Sulsel dan Kanit 1 Direktorat Polda Sulsel yang hingga saat ini masih disembunyikan identitas itu pun akhirnya diperiksa oleh Bidang Propam Polda Sulsel. Meski kelanjutan sidang etiknya juga tak jelas hingga saat ini.