Liputan6.com, Denpasar - Gunung Agung kembali erupsi. Kali ini gunung setinggi 3.142 mdpl itu menunjukkan aktivitas vulkaniknya dengan menyemburkan abu vulkanik setinggi satu kilometer.
Kepala Sub Bidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Timur Pusat Vulkanologi dan Miigasi Bencana Geologi (PVMBG) Devy Kamil Syahbana menjelaskan, erupsi terjadi pagi tadi dan menyemburkan abu vulkanik.
"Erupsi terjadi pada pukul 04.55 Wita. Ketinggian kolam abu seribu meter," kata Devy di Pos Pengamatan Gunung Api Agung di Desa Rendang, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali, Kamis (28/12/2017).
Advertisement
Baca Juga
Saat ini Gunung Agung masih dalam fase erupsi. Aktivitas fluktuatif dalam fase erupsi menurutnya adalah hal biasa.
"Kadang erupsi, kadang tidak itu hal biasa dalam fase seperti ini," jelas dia. Sementara aktivitas hari ini masih ditandai dengan terjadinya gempa vulkanik, gempa embusan dan letusan."Gempa vulkanik menindikasikan adanya pergerakan magma ke permukaan. Efusi lava mengalami sedikit pelambatan. Abu masih terus dimuntahkan meski ketinggiannya masih rendah," ucap Devy.
Sementara itu, beberapa warga melaporkan adanya hujan abu meski dalam skala yang cukup tipis. Hujan abu terjadi di antaranya di sekitaran Ampalpura yang merupakan pusat Kota Kabupaten Karangasem.
Cabut Status Tanggap Darurat
Sebelumnya, status tanggap darurat Gunung Agung resmi dicabut pemerintah. Alasannya, dengan status tersebut banyak negara mengeluarkan travel banned bagi warganya bepergian ke Bali. Pencabutan status tersebut tak dipermasalahkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Kepala Pusat Data dan Hubungan Masyarakat BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, tak mempersoalkan pencabutan status tanggap darurat tersebut.
"Toh, ini hanya untuk kepentingan administrasi penggunaan anggaran dan logistik saja. Yang penting pemerintah masih akan terus membantu penanganan pengungsi," kata Sutopo saat dikonfirmasi Liputan6.com, Sabtu, 23 Desember 2017.
Sutopo mengakui jika penggunaan istilah darurat bencana di daerah lain di Indonesia selama ini tidak pernah ada masalah. Namun, karena bencana tersebut terjadi di Bali yang dimaknai lain oleh banyak pihak dengan arti yang lain pula, diksi darurat menjadi sensitif.
"Makanya perlu diganti dengan istilah lain," ujarnya.
Bagi dia, soal status tanggap darurat dalam penanggulangan bencana, keadaan atau status darurat baik itu siaga darurat, tanggap darurat ataupun transisi darurat menuju pemulihan, sesungguhnya hanyalah administrasi belaka.
Administrasi itu diperlukan agar ada kemudahan akses, baik pengerahan SDM, dana, maupun logistik saat terjadi bencana erupsi Gunung Agung. Status keadaan darurat yang ditetapkan kepala daerah pada dasarnya hanya syarat administrasi untuk memudahkan penanganan bencana.
"Perlu diskresi agar bencana dapat ditangani dengan cepat dan tepat," kata Sutopo.
Advertisement