Sukses

Alasan Bupati Cirebon Mutasi Sekda yang Berujung Penolakan

Kasus mutasi Sekda Kabupaten Cirebon Yayat Ruhyat oleh Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra semakin memanas.

Liputan6.com, Cirebon - Yayat Ruhyat masih bersikukuh menganggap mutasi tersebut tidak sesuai prosedur yang berlaku. Dia meyakini, Bupati Cirebon mengajukan mutasi tanpa prosedur yang resmi.

Tetapi, Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra mengklaim tindakannya memutasi Sekda Yayat Ruhyat sudah sesuai prosedur. Dia menjelaskan, dasar mutasi sudah sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

"Saya sudah berkoordinasi dengan Gubernur Jawa Barat dan juga sudah dapat izin dari Mendagri," ujarnya, Kamis (4/1/2018).

Dalam proses mutasi, Sunjaya mengirim surat usulan kepada Mendagri pada 13 Desember 2017. Surat tersebut disetujui tiga hari kemudian pada 15 Desember 2017.

Setelah mendapat persetujuan, Sunjaya langsung berkoodinasi dengan Gubernur Jawa Barat, Achmad Heryawan. Gubernur, kata dia, sudah menyetujui surat tersebut pada 19 Desember 2017 berikut pejabat lain yang juga terkena rotasi jabatan.

"Setelah disetujui Mendagri kemudian koordinasi dengan gubernur baru dilantik itu tidak melanggar," Sunjaya menambahkan.

 

2 dari 3 halaman

Mutasi Hal Wajar

Dia mengatakan, proses mutasi jabatan tersebut dianggap hal biasa. Bahkan, tindakan mutasi sekda juga pernah terjadi di Kabupaten Bekasi dan Kota Depok dan tidak menimbulkan protes.

Menurutnya, mutasi atas dasar Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) khusus pejabat eselon 2A dan 2B itu sama. Bahkan, kata dia, jika pejabat sudah lebih dari dua tahun menjabat sekda sudah selayaknya diganti.

"Kalau ada yang bilang demosi itu kesalahan besar karena semua sudah sesuai prosedur dan koridor aturan yang ada," ujar dia.

Kendati demikian, Sunjaya tetap bersikukuh memutasi Sekda lantaran Yayat digadang-gadang akan ikut dalam Pilkada Serentak 2018. Dia juga meminta Yayat Legowo atas keputusan mutasi itu.

"Sekarang mestinya bersyukur dimutasi agar lebih fokus kepada pencalonannya. Atau bila perlu mengundurkan diri," ujar dia.

Menurut Sunjaya, ketika Yayat digadang-gadang masuk pencalonan Bupati Cirebon, otomatis ia masuk dalam ranah politik praktis. Sunjaya juga mengklaim keputuasan memutasi Yayat sudah sah.

Sebab, kata dia, Yayat hanya tidak mau mengucapkan sumpah, bukan berarti tidak mau dilantik. Dia juga mengklaim aturan versi KPU dan Mendagri terkait pencalonan pada Pilkada berbeda.

Jika versi Mendagri pejabat tersebut harus mengundurkan diri, versi KPU pejabat wajib mengundurkan diri jika sudah ditetapkan sebagai calon bupati.

"Kecuali beliau tidak hadir berarti tidak mau dilantik dan disumpah," kata dia.

3 dari 3 halaman

Melawan

Sebelumnya, Sekda Kabupaten Cirebon Yayat Ruhyat mendadak walk out saat akan dilantik oleh Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra.

Keputusan tersebut lantaran Yayat dimutasi Bupati Cirebon menjadi Staf Ahli Bidang Hukum, Politik, dan Pemerintahan Sekretariat Daerah Kabupaten Cirebon. Yayat tiba-tiba mengacungkan tangannya sebelum Bupati Cirebon akan membacakan sumpah jabatan.

"Maaf Pak Bupati saya tidak mau dilantik karena ini telah melanggar PP tentang pemberhentian pejabat tinggi pratama. Oleh karena itu, saya mohon izin keluar dari ruang," kata Yayat di Aula Badan Kepegawaian Pendidikan dan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Cirebon, Rabu, 3 Januari 2018.

Yayat mengatakan, Bupati Cirebon diduga melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang manajemen aparatur sipil negara.

Dari sikapnya itu, Yayat mengaku tidak tinggal diam. Yayat akan melakukan berbagai langkah dan upaya perlawanan sesuai prosedur yang berlaku.

Yayat juga sudah menyiapkan  langkah hukum untuk memperjuangkan haknya sebagai pejabat ASN. Yayat berencana mendatangi Gubenur sampai Menteri untuk mempertanyakan alasan atas mutasinya yang dianggap tidak sesuai prosedur.

Yayat sempat membacakan surat usulan Bupati Sunjaya kepada Kemendagri terkait mutasi atas dirinya. Dalam surat tersebut tercantum bahwa Yayat dimutasi lantaran mendaftar sebagai bakal calon kepala daerah.

"Kalau karena itu kan sudah diatur UU Pasal 254. Harusnya diberhentikan jika sudah ditetapkan sebagai calon kepala daerah," tutur Yayat.