Liputan6.com, Palembang - Dari 55 orang penumpang Kapal Cepat Awet Muda yang tenggelam pada Rabu, 3 Januari 2018 sore, sebanyak 42 orang penumpang berhasil menyelamatkan diri.
Para penumpang yang selamat ini bercerita bagaimana mencekamnya saat kapal cepat yang ditumpanginya tersebut diterjang ombak besar.
John Kenedi (48) merupakan salah satu penumpang yang memilih duduk di bagian atas kapal.
Advertisement
Baca Juga
John bersama pamannya, Yusril, yang menjadi salah satu korban tenggelam digulung ombak. Sebelum kapal berlayar, dirinya tidak mempunyai firasat apapun.
Karena setiap hari Rabu, John bersama Yusril rutin menaiki kapal cepat untuk pulang ke rumah keluarganya di Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel).
Sekitar pukul 16.00 WIB, Kapal Cepat Awet Muda berangkat dari pelabuhan Karang Agung, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba).
Setelah setengah jam berlayar, tiba-tiba mesin kapal mati dan nakhoda kapal langsung memperbaiki bagian mesin yang rusak.
Usai diperbaiki, kapal kembali berlayar dan melewati Perairan Tanjung Serai Bagan 13 Kabupaten Banyuasin. Sekitar 20 menit belayar, tiba-tiba gelombang ombak setinggi dua meter berada di depan kapal.
“Gelombang ombaknya besar sekali dan langsung menghantam kapal kami. Saya bersama beberapa penumpang yang duduk di atas kapal melihat langsung bagaimana tingginya ombak tersebut di depan mata,” ujarnya kepada Liputan6.com, Sabtu, 6 Januari 2018.
Saat ombak menghantam Kapal Cepat Awet Muda, John langsung terhempas ke sungai. Ia langsung berenang menggapai serpihan kayu kapal yang lepas.
Beberapa penumpang lainnya juga meraih kayu dan dirijen solar yang mengapung di dekat mereka.
Kapal Hancur dan Terbalik
John terus memegangi kayu kapal dengan erat, karena saat itu tubuhnya ikut terombang-ambing arus sungai yang deras.
Selang 20 menit kemudian, datang beberapa kapal getek yang membantu John dan penumpang lainnya. Mereka langsung ditarik ke atas kapal, sedangkan beberapa penumpang lain masih berjibaku menyelamatkan diri.
“Ada beberapa kapal getek yang datang dan menyelamatkan penumpang lainnya. Tapi tidak semua penumpang bisa lepas dari gulungan ombak itu,” katanya.
Saat berada di atas kapal getek, John melempar pandangannya ke sekitarnya. Dirinya mencari pamannya Yusril yang sedari tadi tidak terlihat.
Ketika melihat ke arah bangkai kapal yang terbalik, John melihat Yusril sedang berusaha naik ke atas kapal. Namun, tak lama kemudian ombak kembali menghantam kapal terbalik tersebut.
Penumpang yang berada di dekat kapal karam langsung menghilang disapu ombak, termasuk pamannya.
“Paman Yusril duduk di dalam kapal, jadi mungkin sulit keluar dari dalam kapal. Saat sudah di atas badan kapal yang terbalik, dia kembali menghilang, karena saat itu ombak begitu cepat menghantam kapal berulang kali,” ujarnya.
Dirinya langsung menangis melihat pamannya hilang dan tenggelam di Perairan Banyuasin. Ada juga beberapa anak kecil di dalam kapal yang turut tenggelam saat ombak menghempas badan kapal dan terpecah.
Saat berangkat, dirinya hanya membawa tas yang berisi pakaian kotor untuk dibawa ke rumahnya.
Advertisement
Kapal Dipaksa Berlayar
Namun setelah kejadian ini, John akan rehat sejenak dari aktivitasnya berdagang di Karang Agung, Kabupaten Muba.
“Mungkin satu minggu saya absen dulu berjualan, masih berduka. Apalagi saya yang terakhir bersama paman Yusril, masih terngiang-ngiang bagaimana peristiwa itu,” katanya.
Mustofa (23), anak Yusril mengatakan, ayahnya bisa berenang namun saat kejadian kondisi sang ayah belum terlalu pulih dari sakitnya.
“Bisa berenang, tapi kemarin kaki ayah sedang sakit. Kemungkinan saat itu, dia susah untuk berenang, karena kakinya agak sulit digerakkan,” ucapnya.
Rizal, salah satu penumpang selamat lainnya juga turut menceritakan bagaimana kecelakaan maut itu terjadi.
Dirinya membenarkan bahwa ada salah satu bagan mesin kapal yang rusak. Nakhoda kapal, Adi, lalu berusaha memperbaiki namun tidak selesai.
Nahkoda kapal langsung menelepon rekan pengendara kapal cepat lainnya untuk menyusulnya.
Ketika belum ada kapal cepat lainnya yang akan membantu, nahkoda memaksakan kapal berlayar, meskipun jalannya tersendat-sendat.
“Kapal berjalan dengan ugal-ugalan, karena dipaksakan berlayar. Tak lama kemudian langsung ada ombak yang menghantam kapal kami,” ujarnya.