Liputan6.com, Jambi - Aksi penambangan emas liar di Provinsi Jambi sudah amat mengkhawatirkan. Sejumlah kawasan rusak akibat maraknya penambangan. Begitu juga korban meninggal dunia, sudah puluhan nyawa melayang di lokasi penambangan.
Mengawali tahun 2018, aparat kepolisian di sejumlah kabupaten di Jambi harus kerja berat membasmi aksi penambangan liar tersebut. Seperti di Kabupaten Sarolangun, Merangin, Bungo dan Tebo.
Sejumlah lokasi yang cukup sulit dijangkau disisir aparat gabungan. Berbagai alat, mesin hingga gubuk-gubuk yang ada di lokasi penambangan disita dan dibakar.
Advertisement
Baca Juga
Salah satunya di Kabupaten Tebo. Operasi penyisiran lokasi penambangan liar itu di pimpin langsung Kapolres Tebo, AKBP Budi Rachmat. Salah satu lokasi penambangan liar yang dirazia adalah Desa Rantau Api, Kecamatan Tengah Ilir, Kabupaten Tebo.
"Razia ini juga diikuti Camat Tengah Ilir. Medannya sulit karena jauh masuk ke dalam. Namun tetap akan kita lakukan secara rutin," ujar Kasat Reskrim Polres Tebo, AKP Maruli Hutagalung, Senin (8/1/2018).
Tiga orang yang diduga aktor penambangan emas liar ditangkap dalam razia tersebut. Sementara sejumlah peralatan menambang disita untuk dijadikan barang bukti.
Menurut Maruli, di lokasi penambangan itu ada banyak sekali sepeda motor yang diduga sebagai alat transportasi para pelaku penambangan emas liar.
"Jumlah (motor) banyak lebih dari 10 unit. Meski berat karena medan sulit, tetap kita angkut sebagai barang bukti," imbuh Maruli.
Dari razia tersebut, secara total Polres Tebo mengamankan tiga orang terduga pelaku penambang emas liar dan 23 unit mesin penambangan atau biasa disebut mesin dompeng. Ditambah 10 lebih unit sepeda motor.
Razia yang sama juga baru saja digelar oleh jajaran kepolisian di Kabupaten Sarolangun dan Merangin. Kabupaten Tebo, Sarolangun, Merangin dan Bungo sejak lama dikenal sebagai 'lumbung emas'.
Hal ini memicu puluhan bahkan ratusan penambang emas liar dari berbagai daerah, bahkan banyak juga berasal dari Pulau Jawa sengaja datang untuk mengais butiran emas di Jambi.
Â
Â
Deretan Tumbal Penambangan
Hampir tak terhitung lagi korban meninggal akibat aksi penambangan emas liar. Bahkan, pada 1 Januari 2018 lalu, tiga orang penambang dilaporkan meninggal dunia di sebuah lubang tambang di Kecamatan Renah Pembarap, Kabupaten Merangin.
Berdasarkan informasi warga, kejadian nahas tersebut bermula pada Senin siang, 1 Januari 2018, sekitar pukul 13.00 WIB. Saat itu, tiga orang bernama Romadhon (42), Mubaroq (35), dan Hendra (35), warga Kecamatan Siau dan Renah Pembarap, Kabupaten Merangin Tengah, mencari butiran emas di sebuah lubang penambangan.
"Dari informasi, ketiganya diduga terjebak di dalam lubang tambang. Menghirup asap dari mesin genset hingga meninggal," ujar Agung, salah seorang warga Kabupaten Merangin saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (3/1/2018).
Saat itu Hendra dan Romadhon berada di dalam lubang. Sementara, Mubaroq menunggu di bibir lubang tambang. Diduga saat Agung dan Hendra terjebak di dalam lubang, Mubaroq mencoba menyelamatkan kedua temannya dengan cara ikut masuk ke dalam lubang tambang.
Nahas, bukannya berhasil menolong, justru Mubaroq ikut terpapar asap mesin genset hingga ketiganya tidak bisa keluar dari lubang tambang yang diperkirakan mencapai 70 meter lebih itu.
Jauh sebelum kejadian di Kecamatan Renah Pembarap, para korban penambangan emas liar di Jambi sudah banyak berjatuhan.
Sabtu, 8 April 2017 lalu, seorang penambang bernama Azrain (45), warga Desa Kasiro, Kecamatan Batang Asai, Kabupaten Sarolangun, ditemukan tewas. Padahal, korban baru enam hari bekerja sebagai penambang emas di daerah itu.
Azrain diketahui tewas hidup-hidup karena tertimbun longsoran tanah saat berada di sebuah lubang tambang. Ada korban lain, tapi beruntung nyawanya masih bisa diselamatkan.
Beberapa hari sebelumnya, tepatnya pada 1 April 2017, seorang penambang asal Kabupaten Pati, Jawa Tengah, bernama Warsun (40) dilaporkan tewas di sebuah lokasi penambangan emas yang berada di Desa Rantau Gedang, Kecamatan Bathin VIII, Kabupaten Sarolangun.
Dari keterangan warga, Warsun tewas usai terpeleset ke dalam lubang tambang yang berisi air dalam. Nahas, saat terjebur ke dalam air, ia tidak bisa berenang hingga tewas tenggelam.
Pada 15 Februari 2017, korban lain bernama Samoel (45) juga meninggal dunia di lokasi penambangan emas liar. Warga Desa Tanjung Benuang, Kecamatan Pamenang Selatan, Kabupaten Merangin, Jambi, ini tewas saat mencari emas dengan cara menyelam di sungai.
Siang hari sekitar pukul 13.00 WIB, ia ditemukan tewas di dasar sungai karena terjepit bongkahan batu.
Kabupaten Merangin dan Sarolangun adalah dua daerah yang bersebelahan. Dua kabupaten ini dikenal sebagai "lumbung" emas di Provinsi Jambi.
Selain di Kabupaten Merangin dan Sarolangun, lokasi penambangan emas liar juga marak di Kabupaten Bungo dan Tebo.
Para korban meninggal dunia itu makin menambah deretan tumbal penambangan emas liar di Provinsi Jambi. Kejadian paling heboh adalah meninggalnya 11 penambang liar di Merangin pada akhir 2016 lalu. Pemprov Jambi mencatat, sepanjang 2016 saja sudah ada 22 korban meninggal dunia akibat penambangan emas liar.
Advertisement
Tanah dan Sungai Tak Aman Lagi
Tak hanya mengabaikan nyawa sendiri. Aksi para penambang emas liar di Jambi juga mengabaikan faktor lingkungan.
Direktur Eksekutif Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Rudi Syaf, dalam catatan akhir tahun 2017 lalu mengatakan, aktivitas penambangan emas liar di Jambi sudah merambah hampir seluruh kawasan. Mulai dari daerah aliran sungai (DAS), permukiman, perkebunan, hingga masuk ke kawasan hutan.
KKI Warsi merupakan salah satu lembaga nonpemerintah yang fokus pada isu lingkungan serta pendampingan terhadap Orang Rimba atau Suku Anak Dalam (SAD) di Jambi.
"Kerusakan tutupan hutan dari aktivitas penambangan liar ini terjadi di tiga kabupaten," ujar Rudi di Jambi, Selasa, 19 Desember 2017.
Tiga daerah itu adalah Kabupaten Sarolangun menjadi daerah tertinggi luas kerusakannya akibat penambangan emas liar, yakni mencapai 13.762 hektare. Kemudian Kabupaten Merangin dengan luas kerusakan 9.966 hektare.
Terakhir, ada Kabupaten Bungo mencapai 4.094 hektare. Tiga daerah ini merupakan daerah kabupaten di Jambi yang saling bersebelahan.
Menurut Rudi, catatan kerusakan lahan itu didasarkan pada citra lansat 8 di Jambi pada 2017. Total kerusakannya mencapai 27.822 hektare.
"Dibanding tahun 2016 lalu, tingkat kerusakan tahun ini naik 100 persen," imbuh Rudi.
Tak Bisa Ditanami
Menurut Rudi, akibat penambangan emas liar itu banyak lahan tak bisa ditanami lagi. Belum lagi kawasan lubuk larangan.
Lubuk larangan merupakan bentuk kearifan lokal masyarakat Jambi. Lubuk larangan adalah sungai dan terdapat berbagai macam jenis ikan yang hanya bisa dipanen saat-saat tertentu saja berdasarkan aturan adat.
Rudi menyebutkan, total ada 825 hektare lahan sawah yang rusak dan tidak bisa ditanami lagi. Kemudian, ada 126 titik lubuk larangan di Kabupaten Bungo terancam rusak karena tercemar merkuri yang timbul akibat aktivitas penambangan emas liar.
Penambangan emas yang menggunakan zat kimia merkuri dinilai sangat berbahaya untuk jangka panjang. Titik penambangan yang sebagian besar berada di daerah aliran sungai semakin memudahkan merkuri mencemari air sungai.
Ikan-ikan sungai akan terpapar merkuri dan apabila dikonsumsi manusia bisa menimbulkan ancaman kesehatan. "Dampaknya mungkin tidak sekarang, tapi bila terus menerus terjadi berbahaya untuk ke depannya," ucap Rudi.
Advertisement