Liputan6.com, Tapaktuan - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tapaktuan menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap terdakwa Edi Syahputra (25), karena secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan berencana dua anak pejabat Aceh Barat Daya (Abdya) dan mertuanya.
Ketua Majelis Hakim Zulkarnain dengan didampingi hakim anggota masing-masing Armansyah Siregar dan Muammar Maulis Kadafi pada amar putusan yang dibacakan di Pengadilan Negeri Tapaktuan, menyatakan, dalam vonis tersebut tidak ada yang meringankan terdakwa.
Adapun keadaan yang memberatkan, kata majelis hakim, adalah perbuatan terdakwa sangat meresahkan masyarakat, karena telah mengakibatkan korban Winarlis (62), Habibi Askhar Balihar (8), dan Fakhrurrazi (12) meninggal dunia. Apalagi, terdakwa sudah pernah dihukum sebelumnya.
Advertisement
Baca Juga
Vonis yang dibacakan Majelis Hakim ini sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang pada sidang sebelumnya juga menuntut terdakwa dengan hukuman pidana mati.
Vonis hukuman mati ini baru pertama kali dijatuhkan kepada terpidana kasus pembunuhan di wilayah hukum Aceh Selatan Raya (Aceh Selatan, Abdya, Subulussalam, dan Singkil).
Sejumlah kalangan di Aceh Selatan memuji putusan yang dijatuhkan Majelis Hakim tersebut. Menurut mereka, putusan tersebut setimpal dengan perbuatan terdakwa yang telah membunuh tiga anggota keluarga Mulyadi, Kepala Bidang Pengairan pada Dinas Pekerjaan Umum Tata Ruang Abdya, secara sadis dan keji.
Saat pembacaan putusan, terdakwa didampingi penasehat hukumnya, Muhammad Nasir Selian. Atas putusan tersebut, majelis hakim memberi waktu tujuh hari untuk JPU dan penasehat hukum terdakwa.
"Majelis hakim memberikan waktu tujuh hari untuk pikir-pikir, apakah banding atau terima," ucap JPU yang ditanyai usai sidang putusan tersebut, Senin, 8 Januari 2018, dilansir Antara.
Emosi Keluarga Korban
Prosesi sidang dengan agenda pembacaan amar putusan oleh Majelis Hakim PN Tapaktuan ini mendapat pengawalan ketat dari sejumlah aparat kepolisian bersenjata lengkap dari Polres Aceh Selatan.
Saat Majelis hakim membacakan amar putusannya, terdakwa tampak tertunduk lesu dan sesekali terlihat melirik ke arah penasehat hukumnya.
Salah seorang keluarga korban sempat tersulut emosi saat majelis hakim sedang membacakan amar putusan tersebut. Tapi, yang bersangkutan langsung diamankan oleh petugas dari ruang sidang.
Terdakwa melanggar Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman hukum mati. Subsider melanggar Pasal 339 KUHP tentang pembunuhan dengan ancaman hukuman maksimal seumur hidup.
Lebih subsider melanggar Pasal 338 tentang pembunuhan dengan ancaman hukuman maksimak 15 tahun, dan melanggar Pasal 76 huruf c jo Pasal 80 ayat (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2004 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 15 tahun.
Kasus pembunuhan itu terjadi pada 16 Mei 2017, sekitar pukul 01.17 WIB di Desa Meudang Ara, Kecamatan Blangpidie, Kabupaten Abdya. Kasus pembunuhan tersebut terjadi di rumah Hj Winarlis di Jalan Lukman, Dusun III, Desa Meudang Ara, Blangpidie.
Advertisement
Berlatar Sakit Hati
Pembunuhan itu bermotif dendam dan sakit hati kepada Winarlis yang tak merestui hubungan si terdakwa dengan keponakannya. Sehari sebelum kejadian, Edi berangkat menuju rumah korban dari rumah kakaknya sambil membawa sebilah pisau bergagang kayu dan sebuah obeng tanpa gagang.
Ia sempat mengintai rumah korban beberapa saat sebelum memastikan kondisi rumah sepi. Setelah itu, ia masuk ke pekarangan melalui pagar samping.
Melihat di dalam rumah Hj Winarlis masih hidup TV, Edi menuju ke belakang rumah menunggu korban tertidur. Baru pada pukul 23.30 WIB, Edi mulai mencongkel jendela belakang rumah korban menggunakan obeng. Tapi, jendela tersebut tidak bisa dibuka karena ada teralis besi.
Singkat cerita, Edi yang sudah masuk rumah tepergok Winarlis yang langsung meneriakinya maling. Teriakan itu direspons dengan aksi Edi mengejar korban sambil mengeluarkan pisau yang diselipkan di pinggangnya dan kemudian langsung menusuk ke dada dan perut Winarlis hingga korban terjatuh ke lantai dengan posisi telentang.
Setelah menusuk Winarlis, terdakwa melihat Fachrul Razy terbangun dari tidur dan meneriaki maling. Edi lalu mengejar Fachrul dan menusuk tubuhnya beberapa kali.Sementara, korban ketiga yaitu Habibi Askar juga terbangun dari tidur dan “berteriak mak oii.”
Karena itu, terdakwa langsung menghampiri korban yang duduk setelah terbangun dari tidur dan kemudian menusuk tubuhnya empat kali menggunakan pisau yang sama.
Setelah melihat ketiga korban sudah tak bernyawa lagi, Edi menyelipkan kembali pisau yang digunakan untuk membunuh itu di pinggangnya. Selanjutnya, ia pulang ke rumah kakaknya di Blangraja, Kecamatan Babahrot.
Saksikan video pilihan berikut ini: