Liputan6.com, Denpasar - Pendiri Suryani Institute, Prof Luh Ketut Suryani, memaparkan situasi Bali yang kian memprihatinkan dari aspek kesehatan jiwa masyarakat. Dari hasil penelitiannya, Suryani menilai situasi kesehatan jiwa masyarakat Bali dalam keadaan gawat.
"Hampir setiap hari ada saja orang Bali bunuh diri. Tahun lalu jumlahnya 99 orang mati sia-sia. Perceraian dan HIV/AIDS semakin tinggi," kata Prof Suryani pada acara media gathering di Warung Kubu Kopi, Denpasar, Sabtu, 13 Januari 2018.
Untuk angka perceraian, Suryani melanjutkan, 90 persen perempuan memiliki peranan penting untuk menyelesaikan hubungan rumah tangga. Sementara untuk gangguan kejiwaan berat terdapat 350 korban yang terpaksa harus dipasung.
Advertisement
Baca Juga
Sementara untuk gangguan jiwa biasa terdapat 9 ribu warga Bali, di mana seribu orang di antaranya sedang menjalani terapi di Suryani Institute.
Melihat angka yang cukup tinggi terhadap bunuh diri di Bali, Suryani menegaskan institusinya terus bergerak melakukan pencegahan. Di antara yang dilakukannya adalah seminar-seminar dan masuk ke sekolah-sekolah. Sebab, usia bunuh diri kini sudah menyasar anak-anak yang duduk di bangku sekolah.
Dari hasil penelitiannya sejak dua tahun belakangan, angka bunuh diri lebih banyak didominasi kaum laki-laki, yakni sebanyak 70 persen dibanding kaum perempuan sebanyak 30 persen. Sementara soal usia bunuh diri dimulai dari umur termuda 18 tahun dan tertua 85 tahun.
Soal penyebab bunuh diri, Suryani mengaku ada perbedaan mencolok dari hasil penelitiannya sejak tahun 2006. Kini alasan bunuh diri lebih banyak didominasi karena gangguan jiwa, depresi, hubungan rumah tangga yang tak harmonis, mengidap penyakit fisik, dan faktor ekonomi.
"Hingga kini itulah faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang memutuskan untuk bunuh diri," katanya.
Â
Banyak Laki-Laki Jadi Korban
Di sisi lain, ia memaparkan dalam dua tahun terakhir yang melapor dan meminta penanganan mental di institusinya justru lebih banyak didominasi kaum laki-laki. Masalah yang mereka hadapi di antaranya problematika rumah tangga.
"Jadi, sekarang tidak melulu kaum laki-laki itu yang keras. Mereka juga sekarang sudah menjadi korban. Makanya saya menyarankan jangan hanya perempuan dan anak yang perlu pemberdayaan dan perlindungan, tetapi juga kaum laki-laki. Namanya saya sarankan Lembaga Perlindungan Keluarga Bahagia," saran Suryani.
Ia sendiri akan mengusulkan hal tersebut kepada kementerian terkait. Tentu semua itu berbasis data penelitian lembaganya yang selama ini dilakukan.
"Saya akan usulkan, karena sekarang tidak hanya perempuan yang butuh perlindungan, tetapi juga kaum lelaki," ujarnya.
Apalagi di Bali sendiri ada perbedaan pendidikan yang mencolok antara kaum laki-laki dan perempuan. Perempuan lebih banyak dididik secara keras. Sementara kaum laki-laki dibiarkan saja karena mereka tetap menjadi bagian dari keluarga nantinya.
"Ini yang menyebabkan lelaki lebih lemah dibanding perempuan karena dia dididik keras. Itu pula yang menyebabkan lelaki lebih lemah dalam hal mental yang berujung pada kasus bunuh diri," tuturnya.
Advertisement