Sukses

Polisi Kembali Geledah Balai Kota Makassar, Cari Apa?

Penggeledahan kedua kalinya dilakukan Polda Sulawesi Selatan di Balai Kota Makassar.

Liputan6.com, Makassar - Tim Penyidik Subdit 3 Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) kembali menggeledah ruang Bidang Aset dan Keuangan di Balai Kota Makassar, Rabu (17/1/2018).

Sejak pukul 12.00 Wita, sepuluh penyidik mengenakan rompi khusus Tim Tipikor Polda Sulsel di mana seorang di antaranya penyidik perempuan, memeriksa beberapa dokumen yang berada dalam ruangan bidang aset dan keuangan Kota Makassar.

"Kali ini penyidik menggeledah dalam rangka mencari dokumen terkait asal-usul uang senilai Rp 1 miliar yang sebelumnya diamankan dalam penggeledahan pertama," ucap Kepala Bidang Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Dicky Sondani.

Sebelumnya, penyidik telah memeriksa sepuluh saksi untuk mengetahui asal-usul uang senilai Rp 1 miliar yang terdiri dari mata uang rupiah, dolar Amerika Serikat, dolar Australia serta Euro tersebut. Satu di antara saksi yang diperiksa adalah Kepala Bidang Aset dan Keuangan Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar, Erwin Haiya.

Uang tersebut diamankan dari ruangan Bidang Aset dan Keuangan Pemkot Makassar, saat penyidik menggeledah pertama kalinya dalam rangka menyelidiki dua kasus dugaan korupsi lingkup Pemkot Makassar. Kasus itu adalah dugaan korupsi pengadaan dan penanaman pohon ketapang kencana yang dilaksanakan oleh Dinas Lingkungan Hidup Daerah (DLHD) Kota Makassar.

Selain itu, kasus dugaan korupsi pembangunan sanggar kerajinan lorong-lorong yang dilaksanakan oleh Dinas Koperasi dan Unit Kegiatan Kecil Menengah (UKKM) Kota Makassar

2 dari 3 halaman

Kasus Ketapang Kencana

Dari hasil proses penyidikan dua kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemkot Makassar yang berlangsung sangat singkat tersebut, penyidik pun resmi menetapkan tersangka. Tepatnya, Selasa, 9 Januari 2018.

Untuk kasus dugaan pengadaan dan penanaman pohon ketapang kencana, penyidik resmi menetapkan mantan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Makassar, Abdul Gani Sirman dan beberapa stafnya, yakni Budi Susilo, Buyung Haris, dan Abu Bakar Muhajji.

Sedangkan, pada kasus dugaan korupsi pembangunan sanggar kerajinan lorong-lorong, penyidik kembali menetapkan Abdul Gani Sirman sebagai tersangka dan Kepala Bidang Koperasi Dinas Koperasi dan UKM Makassar, M. Enra Efni. Gani dalam kasus ini sendiri diketahui sebagai mantan Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kota Makassar.

Usai menetapkan tersangka dalam dua kasus dugaan korupsi itu, penyidik pun bergerak cepat berkoordinasi dengan BPKP Sulsel untuk menghitung secara jelas kerugian negara yang ditimbulkan dari dua pelaksanaan proyek lingkup Pemkot Makassar yang terindikasi dugaan korupsi tersebut.

Meski sebelumnya, penyidik telah menaksir dugaan kerugian negara yang ditimbulkan yakni sebesar Rp 1 miliar.

Adapun para tersangka dalam dua kasus dugaan korupsi lingkup Pemkot Makassar dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU Nmor. 20 Tahun 2001.

 

3 dari 3 halaman

Jejak Kasus

Proyek pengadaan dan penanaman pohon ketapang kencana yang dikerjakan oleh Dinas Lingkungan Hidup Daerah (DLH) Kota Makassar, di mana penyidik mengendus terjadinya dugaan mark-up atau penggelembungan harga senilai Rp 1,8 miliar dari total pagu anggaran yang digunakan sebesar Rp 6.918.000.000 yang bersumber dari APBD tahun 2016.

Menurut penyidik, dana yang terealisasi dalam proyek tersebut diperkirakan hanya sebesar Rp 5.027.263.000. Dengan demikian, dinilai terdapat sisa anggaran dari proyek ketapang kencana sebesar Rp 1.890.727.000 yang dilaksanakan selama 6 bulan yakni dari bulan Juli sampai Desember 2016 dan dikerjakan melalui empat kali kontrak kerja sama.

Sementara pada proyek pembangunan sanggar kerajinan lorong-lorong oleh Dinas Koperasi dan UKKM Kota Makassar diketahui menggunakan pagu anggaran tahun 2016 sebesar Rp 1.025.850.000 itu.

Diduga terjadi penyimpangan berupa adanya dugaan kekurangan volume pengadaan barang, dugaan mark-up harga, dan dugaan perbuatan memecah pengadaan barang/jasa menjadi beberapa paket karena belakangan dana yang terealisasi ditemukan hanya senilai Rp 975.232.000. 

Saksikan video pilihan di bawah ini: