Liputan6.com, Garut - Libur akhir pekan sudah di depan mata. Tidak ada salahnya mulai memikirkan lokasi untuk menghabiskan liburan singkat ini. Garut bisa menjadi pilihan untuk berlibur.
Kabupaten di wilayah Jawa Barat bagian selatan ini memiliki udara yang sejuk dengan panorama alam pegunungan yang rindang sebagai kawasan konservasi nasional. Tak mengherankan julukan Swiss Van Java pun sejak lama tersematkan untuk daerah berpenduduk 2,5 juta jiwa ini.
Garut terkenal dengan kuliner khas, salah satunya dodol. Namun, jika bosan dengan rasa dodol yang itu-itu saja, maka coba sensasi perpaduan dodol dengan cokelat. Di kota Intan (Indah Tertib Aman dan Nyaman) Garut terdapat galeri oleh-oleh khas masyarakat Garut yang satu ini.
Advertisement
Baca Juga
Chocodot World merupakan museum cokelat pertama kebanggaan warga kota Garut. Museum ini bukan hanya menyajikan penganan dodol-cokelat, melainkan juga berbagai pengetahuan mengenai cokelat, sejarah cokelat di Indonesia, hingga perjalanannya sampai ke Kabupaten Garut.
Bukan hanya itu, selain menikmati wisata edukasi, pengunjung bakal menemukan pernak-pernik suvenir khas Garut yang bisa dikoleksi.
Bisnis Development PT Tama Cokelat Indonesia Asep Mausul mengatakan, tujuan dibangunnya museum dan galeri cokelat itu untuk menciptakan tujuan wisata baru di Kabupaten Garut.
"Ada banyak pilihan saat liburan di Garut," kata dia saat ditemui Liputan6.com, beberapa waktu lalu.
Â
Alternatif Wisata
Selama ini, kawasan wisata di kabupaten Garut hanya dihiasi wisata air hangat Cipanas, wisata pantai selatan dengan ciri khas deburan ombaknya, wisata alam terbuka di kawasan konservasi, hingga wisata kuliner yang tersebar hampir di setiap sudut Kota Garut.
Dengan demikian, kehadiran museum dan galeri cokelat, memberikan alternatif baru untuk menikmati oleh-oleh kuliner khas Garut.
"Kami juga terus berkomitmen untuk menciptakan tempat wisata halal," papar dia.
Selain itu, wahana edukasi yang digabung dengan wisata tersebut diharapkan mampu memberikan inspirasi bagi pengunjung untuk menciptakan jenis usaha baru. "Dengan kreativitas, semua bisa dihasilkan," Asep menambahkan.
Saat pertama kali masuk, pengunjung akan melihat sebuah deretan balkon kecil yang terpajang di dinding museum. Dari ornamen-ornamen yang dipamerkan, pengunjung bisa mengetahui sejarah awal mula cokelat di berbagai belahan dunia, termasuk di tanah Indonesia.
Lelah keliling museum, pengunjung bisa menikmati berbagai menu unggulan berbahan cokelat, yang langsung dihidangkan melalui tangan handal para koki.
"Pengunjung bisa langsung membuat bahkan menikmatinya," kata dia.
Â
Advertisement
Replika dari Cokelat
Istimewanya, pengunjung bisa menyerap pengalaman dan pengetahuan mengenai cokelat dari berbagai belahan dunia. Di museum seluas hampir 1.000 meter persegi ini, pengunjung akan disuguhkan beberapa replika, seperti domba Garut, patung, dan lain-lain, yang seluruhnya dari cokelat.
Ada satu replika bangunan khas masyarakat Garut yang menyedot perhatian pengunjung, yakni replika Candi Cangkuang. Ini adalah tempat ibadah masyarakat Hindu-Buddha masyarakat Garut kala itu. Replika ini dibuat dari 1,7 ton cokelat.
"Ini cokelat asli dan sekarang sudah berusia setengah tahun," ujar Asep menambahkan sambil menunjukkan replika bangunan candi.
Meskipun terlihat ciamik dan menggoda lidah, para pengunjung jangan pernah menyentuh atau bahkan mengutil satu bagian pun replika bangunan candi berbahan cokelat tersebut. Satu tulisan peringatan don't touch berwarna kuning terpampang jelas persis di depan bangunan candi itu untuk mengingatkan pengunjung.
Ridwan, misalnya. Pengunjung asal Garut itu mengaku ingin sekali menyentuh replika bangunan candi yang menggemaskan tersebut. Namun, dia urung melakukannya sebab khawatir roboh.
"Meskipun terlihat kokoh, tetapi tetap saja namanya makanan takut patah," ujar dia sambil tersenyum sambil diikuti pengunjung lainnya.
Menurut Asep, keberadaan replika bangunan Candi Cangkuang dari cokelat setinggi hampir tiga meter ini diharapkan mampu menggugah pengunjung terhadap kearifan dan kekayaan budaya lokal masyarakat Garut.
"Sampai saat ini masih ada pengunjung yang bertanya memang di Garut ada candi," ujar dia.
Rencananya bangunan yang dihasilkan melalui tangan arsitek khusus candi tersebut akan dipajang hingga dua tahun ke depan. Sehingga dalam perawatannya, replika candi mesti mendapatkan sentuhan renovasi setiap enam bulan sekali agar struktur bangunan cokelat tetap terjaga.
"Kunci utamanya menjaga suhu ruangan agar tetap sejuk. Jika panas berlebih tentu meleleh," kata dia.
Dengan perlakuan itu, ujar Asep, maka kekuatan replika bangunan candi tetap terjaga, sehingga masih dinikmati pengunjung lainnya yang datang.
"Setiap saat pun kita cek, jangan sampai ada bintik putih. Meskipun itu bukan jamur, tapi tentu tidak baik," kata dia.
Muhammad Zaki, 15 tahun, salah satu pengunjung lokal asal Garut, mengakui kehadiran museum dan galeri cokelat memberi banyak wahana dan pilihan tersendiri bagi pengunjung penikmat wisata kuliner.
"Tempatnya keren, bagus, dan mengunjungi museum cokelat baru pertama kali," kata dia.
Menurut dia, varian cokelat buatan induk perusahaan cokelat-dodol (Chocodot) tersebut tidak kalah dengan produk cokelat buatan luar negeri. "Apalagi di sini kemasannya sangat menarik," kata dia.
Selain bisa menikmati belanja oleh-oleh khas Garut, adanya museum coklat Chocodot World ini memberi tambahan pengetahuan baru mengenai salah satu makanan khas masyarakat dunia itu.
"Ternyata di Garut juga ada tempat khusus cokelat yang lengkap. Ayo ke Garut, dan menikmati," ajak dia.
Ia berharap dengan adanya wahana kuliner khas cokelat itu, pemerintah daerah lebih banyak menggelar acara promo yang lebih menarik, yang berpotensi menarik minat pengunjung.
"Tempatnya sangat layak dikunjungi, tapi tetap harus ada dukungan promo yang meriah," kata dia.
Â
Simak video pilihan berikut ini: