Sukses

Fakta-Fakta Mengejutkan Pulau Ajab yang Dilego di Situs Online

Salah satu faktanya, dua pekan lalu, enam WNA tampak mondar-mandir di Pulau Ajab. Setelah itu, Pulau Ajab dilego di situs jual beli online.

Bintan - Kabar penawaran penjualan dua pulau yang masuk wilayah Indonesia, di situs web jual beli online menjadi perhatian khalayak luas di Tanah Air. Betapa tidak, pulau bernama Ajab dan Tojo Una Una tersebut dilego dalam situs privateislandsonline.com dengan harga fantastis, mencapai puluhan miliar rupiah.

Bagi mereka yang berminat, Pulau Ajab di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, dijual dengan harga US$ 3,3 juta atau setara Rp 44 miliar (kurs Rp 13.336). Sementara, Pulau Tojo Una Una di Sulawesi Tengah, dapat dibeli dengan harga sesuai permintaan.

Terlepas, penawaran penjualan pulau-pulau tersebut benar ataupun sekadar disewakan, ada fakta menarik mengenai Ajab, salah satu nusa tersebut.

Batamnews.co.id menulis, bila dilihat secara kasat mata, tidak ada yang istimewa dari Pulau Ajab. Untuk menuju pulau itu tidak membutuhkan waktu lama, hanya memakan waktu 15 menit dengan mengunakan pompong atau perahu nelayan dari Dermaga Sungai Enam, Kijang, Kecamatan Bintan Timur.

Namun, setelah penjualan pulau ditawarkan di laman jual beli online, nusa seluas sekitar 37 hektare berisi 20 meter pasir putih, hutan bakau, dan bauksit itu saat ini menjadi perhatian serius pemerintah pusat, terutama Pemerintah Kabupaten Bintan.

Baca berita menarik lainnya dari Batamnews.co.id.

2 dari 4 halaman

6 WNA Mondar-mandir

Menurut warga setempat, Abdul Malik, yang berprofesi sebagai pembawa pompong di Dermaga Sungai Enam, isu mengenai Pulau Ajab dijual sudah setahun yang lalu. Bahkan, dua pekan yang lalu, ada sekitar enam warga negara asing (WNA) melihat kondisi pulau tak berpenghuni itu.

"Mereka menyewa pompong nelayan untuk mengeliling pulau, habis itu mereka pulang lagi, tak tahu maksud tujuannya, yang saya dengar mereka melihat kondisi pulau," ucap Abdul Malik kepada Batamnews.co.id, Kamis, 18 Januari 2018.

Abdul Malik merasa aneh dengan enam WNA yang berkunjung ke Pulau Ajab itu. Apalagi, kebanyakan WNA yang menyeberang dari Dermaga Sei Enam dengan tujuan ke Kepulauan Riau memiliki resor wisata. Namun, enam WNA ini menyewa pompong atau perahu hanya untuk mengeliling Pulau Ajab.

"Memang banyak bule-bule (WNA) melewati dermaga ini, tapi mereka ke pulau Riau yang terletak sekitar Pulau Ajab, di situ ada resornya," kata dia.

Adapun Kepala Desa (Kades) Matang, Zaidi mengaku kaget dengan kabar pulau yang tak berpenghuni itu dijual. Selaku kades di sana, ia belum mendapat informasi dari pemilik lahan bahwa pulau itu dijual.

Menurut dia, Pulau Ajab dimiliki dua keluarga, yakni Said Idrus dan Arsyad. Said Idrus informasinya berdomisili di Tanjungpinang, Pulau Penyengat, dia memiliki 12 sertifikat luasnya sekitar 24 hektare.

"Sementara, Pak Arsyad warga Bintan juga, berdomisili di Kelurahan Sungai Enam, Kijang, menguasai delapan hektare, itu pun baru surat tebas saja," kata Zaidi.

Mengenai isu Pulau Ajab dijual, Zaidi sudah menghubungi dua pemilik tanah tersebut. Ia menghubungi kedua pemilik lahan itu dengan maksud menanyakan isu tersebut. "Pemilik lahan aja tak tahu, saat saya menghubungi mereka aja terkejut mendengar soal isu ini," ujarnya.

3 dari 4 halaman

Tanggapan Bupati Bintan soal Pulau Ajab

Isu penjualan Pulau Ajab di Kecamatan Mantang, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, mendapat perhatian serius dari pemerintah setempat. Terlebih, situs iklan penjualan pulau, privateislandonline.com, telah melakukan penawaran penjualan Pulau Ajab dengan harga berkisar Rp 44 miliar.

Saat ditemui Batamnews.co.id di kantornya, Selasa siang, 16 Januari 2018, Bupati Bintan, Apri Sujadi, menerangkan bahwa penjualan pulau, utamanya kepada pihak asing sama sekali tidak dibenarkan dan melanggar ketentuan undang-undang.

Seperti termaktub di Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945, "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat."

"Penjualan pulau, utamanya kepada pihak asing sama sekali tidak dibenarkan dalam peraturan perundang-undangan, yang diperbolehkan itu adalah pengelolaan potensi pulau tersebut. Dan itu juga ada aturan-aturan yang berlaku," ujarnya.

Sejauh ini, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bintan tidak mengetahui terkait adanya penjualan pulau tersebut. "Bahkan, kami sudah meminta agar jajaran terkait segera melacak siapa saja pemilik lahan yang ada di Pulau Ajab," katanya.

Merujuk data sementara yang dihimpun, menurut Apri, Pemkab Bintan menemukan bahwa lahan pulau tersebut dimiliki banyak pihak.

Ia menambahkan, pemilik lahan pulau yang memiliki luas lahan lebih kurang 27 hektare itu hendaknya dapat berkoordinasi dengan Pemkab Bintan, dalam hal pemanfaatan potensi lahan. Untuk hal ini bisa melalui camat dan juga Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP) dan Tenaga Kerja Kabupaten Bintan.

"Nantinya, kita bisa kembangkan potensi pulau melalui investasi pariwisata terkait pengelolaan potensi pulau, dan nilai ekonominya jauh lebih tinggi," ujar Apri.

Saat ini, Pemkab Bintan sudah menginstruksikan agar aparatur desa mulai dari tingkat RT/RW, kepala desa hingga camat dapat terus memantau perkembangan terkini Pulau tersebut. "Selain itu, kita juga telah meminta BPN bersinergi," Bupati Bintan menjelaskan.

4 dari 4 halaman

Situs Penjual Pulau Ajab Berkantor di Kanada

Sebelumnya, situs web privateislandonline.com yang berkantor di Toronto, Kanada, mengumumkan penjualan salah satu pulau di Kabupaten Bintan, Provinsi Kepri, ke seluruh dunia.

Pulau itu adalah Pulau Ajab. Pulau tersebut berada di Kecamatan Mantang. Pulau tak berpenghuni seluas 74,13 hektare itu dibanderol dengan harga US$ 3,3 juta atau setara Rp 44 miliar (kurs Rp 13.336).

Warga Mantang, Iyan membenarkan kabar pulau itu akan dijual. Pulau yang masuk dalam kawasan Desa Mantang Lama itu tak berpenghuni, namun alamnya masih murni dan pemandangannya sangat indah.

"Pulau itu dekat dari pusat pemerintahan kecamatan ini. Tidak terlalu besar pulaunya, tetapi alamnya masih terjaga," ujar dia, Jumat, 12 Januari 2018, dikutip Batamnews.co.id.

Sementara itu, salah satu pengelola wisata di Bintan, Agus mengatakan penjualan pulau di Indonesia, khususnya Bintan sah-sah saja dilakukan. Asalkan mengikuti aturan yang berlaku di negara ini.

"Investasi pariwisata itu sangat bagus karena bisa mengeliatkan perekonomian daerah. Kemudian dampaknya ke PAD dan rekrutmen tenaga kerja juga ada. Terpenting, pulau yang dibeli jangan sampai jadi negara baru di NKRI," katanya.

Aturan Pengelolaan Pulau

Jika ada WNA yang membelinya harus merujuk kepada Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Tahun 1960, di mana WNA tidak berhak atas kepemilikan tanah di Indonesia. Tetapi, negara menjamin kepastian hukumnya dengan memberikan Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB).

Aturan ini juga ditegaskan dengan dikeluarkannya PP Nomor 103 Tahun 2015 tentang hak dan kewajiban WNA untuk tinggal dan menetap di Indonesia. Aturan yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini menegaskan WNA tidak diberikan hak milik atas tanah yang berada di seluruh nusantara ini.

"Dalam aturannya pengelolaan pulau kecil itu hanya 70 persen. Sedangkan 30 persen lagi harus dikuasai negara untuk kepentingan umum dan masyarakat," jelasnya.

Seperti halnya Pulau Ajab. Pulau itu boleh saja dikelola oleh WNA karena secara geografis tidak bersinggungan secara langsung dengan batas-batas negara. Jadi, secara kedaulatan daratan itu masih di bawah otoritas dan kewenangan negara ini.

Namun, perlu diingat lagi, sesuai UU Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil bahwa WNA diberikan hak hanya sebatas Hak Penguasaan Perairan Pesisir (HP3).

"Jadi bagi WNA yang beli pulau ini hanya sebatas hak pakai/guna saja. Peruntukannya kegiatan bisnis, perikanan dan kelautan maupun hasil-hasil dari wilayah pesisir," ujarnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini: