Sukses

Berkah Munculnya Mata Air di Gumuk Pasir Pantai Selatan

Mata air di gumuk pasir pantai selatan Parangtritis muncul usai Badai Cempaka.

Bantul - Genangan air yang mucul di kawasan gumuk pasir pantai selatan Parangtritis yang tak juga ditangani selama berbulan-bulan malah memunculkan objek wisata baru. Genangan itu seakan menjadi oase di tengah hamparan gumuk pasir yang seringkali dimanfaatkan para wisatawan untuk berselancar.

Pengelola objek wisata kini menata wisata dadakan di oase Gumuk Pasir. Salah satu pengelola wisata setempat, Eko Yulianto mengatakan mulanya mata air muncul pascabencana banjir dan tanah longsor akibat Badai Cempaka akhir November tahun lalu.

Menurutnya ada dua sumber mata air yang tiba-tiba muncul, yaitu sisi timur dan di tengah Gumuk Pasir. Mata air yang muncul di sisi timur Gumuk Pasir mengalir ke selatan, sedangkan mata air yang dari tengah menciptakan semacam oase di Gumuk Pasir.

Oase inilah yang kemudian diserbu wisatawan untuk digunakan berswafoto atau bahkan berselancar. "Justru ada tambah wahana wisata baru, biasanya buat selancar," katanya, Jumat 19 Januari 2018.

Namun demikian, Eko menambahkan, munculnya mata air di kawasan Gumuk Pasir juga menggenangi akses jalan dari Pantai Parangtritis menuju Pantai Depok dengan ketinggian air di atas 50 sentimeter. Warga akhirnya berinisiatif untuk membuat jalur alternatif yang hanya bisa dilewati sepeda bermotor dan mobil pribadi.

Oleh sebab itu, kata dia, pihaknya berharap putusnya akses jalan penghubung dua pantai tersebut segera diselesaikan pemerintah. “Bus wisata ukuran tanggung dan besar praktis harus memutar jika ingin ke Pantai Depok,” ucapnya.

Sebelumnya Plt Kepala Dinas Pariwisata Kwintarto Heru Prabowo mengatakan belum ada tindakan lebih lanjut untuk mengatasi genangan air di jalan. Ia juga menilai wacana pembuatan drainase atau gorong-gorong yang sempat dilontarkan tak efektif untuk mengatasinya.

Pasalnya jalanan tersebut terletak di daerah yang paling cekung. “Sementara ini jalan alternatif adalah langkah terbaik,” ujarnya.Sementara, kita nikmati saja oase genangan air di gumuk pasir pantai selatan.

Baca berita menarik lainnya di Solopos.com.

 https://www.vidio.com/watch/351254-segmen-2-destinasi-wisata-yogyakarta

2 dari 2 halaman

Senja Melayang di Atas Pantai Parangtritis

Saat ini bermunculan titik-titik piknik baru di sekitar pantai selatan tersebut. Ingin menyambut senja dengan cara tak biasa? Cobalah melayang dari Watu Gupit di Purwosari, Gunungkidul. Meski secara administratif termasuk Kabupaten Gunungkidul, lokasinya sebenarnya lebih dekat ke Pantai Parangtritis, di Bantul, Yogyakarta.

Hery Purnawan, akrab disap Timbul, mengatakan Watu Gupit sudah dibuka sebagai objek wisata minat khusus sejak 1990-an. Namun, menurut pemandu wisata Waru Gupit Paralayang itu, lokasi itu baru ramai dikunjungi wisatawan pada 2010.

Dari lokasi ini, penikmat wisata Paralayang dapat menikmati suasana pantai Parangtritis yang ada di bawahnya. "Makanya di sini tempatnya jadi incaran wisatawan tidak hanya domestik tapi juga mancanegara karena spotnya cukup bagus dengan pemandangan pantai di bawahnya. Jarang ditemui," kata Timbul, Rabu, 5 April 2017.

Timbul menjelaskan setiap hari pengunjung dapat menikmati wisata paralayang. Setiap hari, lima pilot siap membawa pengunjung. Namun, jumlah pilot ini menyesuaikan permintaan pengunjung. Jika ramai pengunjung, akan lebih banyak penerbangan di hari itu, khususnya di akhir pekan.

"Sampai 500 orang bisa lebih. Hari biasa 100-200," ujar Timbur.

Hendak melayang menyambut senja di Parangtritis, cukup keluar kocek Rp 350 ribu untuk turis lokal dan Rp 400-500 ribu untuk mancanegara. (Liputan6.com/Yanuar H)

Timbul mengatakan biasanya jumlah penikmat wisata dirgantara ini ramai di sore hari. Suasana di sore akan semakin membawa pengunjung larut dengan suasana. Sebab, selain pemandangan pantai, pengunjung juga dapat menikmati matahari terbenam dari Waru Gupit.

"Pokonya disiapkan adalah mental dan uang tentunya," ujar dia.

Anda yang tertantang untuk melayang jangan khawatir dengan keselamatan. Pengelola, kata Timbul, melengkapi setiap pengunjung dengan alat keselamatan sesuai standar. Pilot paralayang itu juga disebut sudah layak terbang.

"Aman karena pilotnya sudah rekomendasi. Lalu semua peralatan sudah standar," kata Timbul.

Untuk menikmati wisata ini, pengunjung lokal harus mengeluarkan uang sebanyak Rp 350 ribu lokal, sedangkan wisatawan mancanegara sebesar Rp 400-500 ribu. Jika tidak berminat, pengunjung tetap bisa menikmati matahari senja dari puncak Watu Gupit.