Palu - Keberadaan buaya berkalung ban sepeda motor di Sungai Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), mengundang keprihatinan Jawa Pos. Untuk itu, Jawa Pos mengajak aktivis satwa, Muhammad Panji guna menyelamatkan hewan yang terkenal sebagai simbol Kota Surabaya, Jawa Timur, tersebut.
Upaya penyelamatan buaya berkalung ban itu dilakukan Panji bersama tim gabungan Jawa Pos dan Radar Sulteng. Sesampai di Palu, Sabtu sore, 20 Januari 2018, Panji langsung melakukan observasi.
Kebetulan, buaya berkalung ban itu tampak di dekat Jembatan Dua Sungai Palu di Kelurahan Tatura Selatan. Tepatnya tak jauh dari reruntuhan bekas jembatan. "Sebelum ke sini, saya sudah koordinasi dengan beberapa kawan di Palu," ucap pria yang punya nama populer Panji Petualang itu, dikutip JawaPos.com, Minggu (21/1/2018).
Advertisement
Panji juga mengaku sudah meminta izin ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulteng. Dalam beberapa hari ini, Panji akan berupaya memancing buaya tersebut untuk merapat ke darat.
Baca Juga
Upaya evakuasi pengeluaran ban akan lebih mudah dilakukan jika buaya di darat. Berdasarkan perkiraan pria asal Purwakarta itu, buaya berkalung ban tersebut berusia belasan tahun.
Pemimpin Redaksi Radar Sulteng (Jawa Pos Group), Murtalib menjelaskan, sebenarnya sudah lama Radar Sulteng membantu proses evakuasi buaya tersebut. Namun, selama ini para penyelamat, baik dari SAR maupun individu, belum berhasil.
"Semoga kali ini berhasil," ujarnya.
Sementara, Pemimpin Redaksi Jawa Pos Nurwahid mengatakan, upaya penyelamatan itu bagian dari kepedulian medianya terhadap lingkungan. Apalagi, kondisi buaya berkalung ban tersebut sudah menjadi perbincangan warganet dari berbagai penjuru dunia.
Baca berita menarik dari JawaPos.com lain di sini.
Â
Pawang Datang, Buaya Berkalung Ban Sembunyi
Bulan lalu, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulteng meminta dan berharap sepenuhnya kerja sama dari semua pihak, khususnya masyarakat agar segera untuk melapor jika melihat buaya berkalung ban atau mengetahui posisi saat reptil bertubuh besar itu sedang berjemur.
BKSDA pun telah menyiapkan perangkap khusus untuk menangkap reptil yang hidup di dua alam ini.
"Kami juga keterbatasan personel dan tidak mungkin kita mengikuti terus di mana buaya itu jalan, paling tidak ada informasi dari warga, baru kita turun," kata Kasubag TU BKSDA Sulteng, Mulyadi Joyomartono, kepada Radar Sulteng (Jawa Pos Group), Jumat, 8 Desember 2017.
Padahal, imbuh Mulyadi, sebelumnya sudah ada yang ingin menolong buaya ini, salah satu komunitas dari Pulau Jawa. Tetapi sejak mereka berada di Palu, buaya ini malah tidak menampakkan tubuhnya sekalipun ke daratan. Banyak orang yang menyimpulkan saat itu buaya sudah memiliki perasaan.
"Rencana untuk evakuasi saya kira sulit, karena tidak mungkin kita tahu pergerakannya, jadi bantuan masyarakat dibutuhkan," sebutnya.
Mulyadi memang membenarkan bahwa ban di leher tersebut bisa saja membahayakan nyawa buaya ini, karena tubuh buaya pasti akan semakin membesar dan kondisi ban akan seperti begitu saja ukurannya.
Â
Advertisement
Pasang Perangkap
Dengan munculnya kembali buaya berkalung ban ini dan jelas kebenarannya, Mulyadi berencana akan menyusun tim bagaimana untuk penanganan selanjutnya.
"Perangkapnya ini bongkar pasang, buka tutup pintunya menggunakan labrang, disiapkan umpan, kapan dia masuk tinggal lepas," ujarnya.
Alat perangkap buaya ini seperti kotak besi, semuanya ada empat kotak, masing-masing kotak dengan panjang 125 centimeter. Dengan demikian, lanjut Mulyadi, jika melihat panjang buaya berkalung ban itu bisa membutuhkan tiga kotak besi.
Perangkap ini juga terbilang sangat berat, tujuannya untuk mencegah jika buaya memberontak ketika ditangkap. Perangkapnya masih bisa bertahan dan tidak mudah rusak. "Dengan berat begini juga terkendala dengan mengangkatnya ke sana kemari, mobilitasnya pasti susah, apalagi buaya ini tidak menetap di suatu tempat," jelas Mulyadi.
Dia mengungkapkan, ketika beberapa hari terakhir sudah banyak keluhan masyarakat terkait konflik satwa khususnya buaya, pihaknya sudah mulai mengadakan kandang perangkap dan sling untuk menjeratnya. Alat perangkap ini didesain khusus, tidak melukai, aman untuk satwa dilindungi tersebut.
"Kalau sudah terperangkap kita lakban mulutnya, tutup matanya, tinggal bannya yang dipotong," Mulyadi memungkasi.
Â
Buaya Berkalung Ban Jadi Buruan Objek Swafoto
Kisah buaya berkalung ban muncul di Sungai Palu pernah populer sekitar Agustus 2016 lalu. Media internasional bahkan sempat meliput penampakannya. Buaya sepanjang 3 meter itu baru-baru ini menampakkan diri kembali. Tepatnya pada Senin, 30 Oktober 2017.
Kemunculan buaya berkalung ban itu sontak menghebohkan warga sekitar dan para pelintas. Ban yang melingkari lehernya tetap terpasang rapi. Ban itu tampak sempit akibat tubuh si buaya yang kian membesar.
Informasi yang dihimpun Liputan6.com, buaya itu sering muncul dari dasar sungai. Namun, ia tidak pernah mengganggu warga yang biasa memancing ikan di sekitar Sungai Palu. Bahkan, ada warga yang memanfaatkan kemunculannya untuk berswafoto.
Menurut pengakuan Fauzan (20), warga sekitar Sungai Palu, guna menyelamatkan hewan karnivora tersebut dari lilitan ban motor itu, pemerintah mendatangkan tim penanganan khusus.
"Pernah sudah tim dari Jakarta datang untuk melepas ban dari buaya itu, namun setelah ditunggu-tunggu buaya tersebut tidak muncul, sehingga tim tersebut belum sempat melihat langsung buayanya," ucap Fauzan.
Menurutnya, selain si buaya berkalung ban, ada dua buaya besar lain yang mendiami sungai tersebut. "Ini semua karena sampah yang dibuang masyarakat, sehingga buaya itu tersiksa," kata Fauzan.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement