Sukses

Kronologi Kasus Dokter Suntik Pasien yang Sudah Meninggal

Polisi mengumpulkan data karena rekaman video perawat suntik pasien. Pihak rumah sakit memberi penjelasan hari ini.

Liputan6.com, Surabaya - Video viral kembali mencoreng dunia kesehatan Indonesia, khususnya di wilayah Jawa Timur. Setelah aksi perawat yang diduga melakukan tindakan pelecehan seksual terhadap pasien perempuan di Surabaya, kini ada lagi perawat menyuntik pasien yang sudah meninggal dunia, yang dilakukan di Rumah Sakit (RS) Siti Khodijah, Taman Sidoarjo.

Video berdurasi 03.11 menit itu memperlihatkan adegan saat keluarga pasien yang sedang marah kepada seorang dokter yang diduga menelantarkan pasien hingga menyebabkan kematian. Pasien meninggal bernama Supariyah, warga asal Jalan Suningrat, Desa Ketegan Kecamatan Taman Sidoarjo.

Berikut penjelasan anak si pasien, Abu Daud Hamzah (41) yang menceritakan awal kejadian tersebut hingga aksi perawat menyuntik pasien yang sudah meninggal dunia.

Pria yang karib disapa Daud itu mulai memutar memori dan menceritakan kronologi yang menimpa ibundanya. Saat itu, pada tanggal 20 Desember 2017 yang lalu, sekitar pukul 04.30 WIB, dia mengantarkan ibunya ke RS Siti Khodijah yang letaknya tidak jauh dari rumahnya atau kurang lebih 300 meter.

"Saat itu ibu saya mengeluhkan sakit pusing dan mual," tutur Daud, Senin (29/1/2018).

Dia mengatakan, sesampainya di ruang UGD RS Siti Khodijah, ibunya ditangani oleh dokter jaga UGD dan kemudian diberikan suntikan serta diberi resep dokter untuk membeli obatnya di apotik.

"Singkatnya, empat jam setelah berobat, kondisi kesehatan ibu tidak membaik justru sebaliknya semakin memburuk. Kemudian saya dan beberapa saudara membawa kembali ke RS Siti Khodijah," katanya.

Pada kedatangannya yang kedua di rumah sakit yang sama itu, Daud berserta keluarga ditolak oleh pihak RS dengan alasan kamar sudah penuh. Kemudian kakaknya yang bernama Faisal mengatakan kepada petugas penerima pasien bahwa ibunya adalah pasien umum bukan BPJS, yang siap membayar berapapun biayanya asal ibunya bisa segera ditangani.

"Petugas penerima pasien langsung mengatakan bahwa ada kamar kosong namun hanya tinggal satu," ucapnya.

Alhasil, ibundanya mulai memasuki ruang rawat inap diruangan Paviliun Multajam nomor 8, sekitar pukul 11.30 WIB. "Selanjutnya, petugas rumah sakit menginformasikan kepada kami bahwa yang menangani ibu adalah dokter Zakaria spesialis penyakit dalam dan dokter Hamdan spesialis saraf," ujarnya.

Alih-alih segera mendapatkan penanganan dari dokter, namun yang terjadi malah sebaliknya. Tidak ada satupun dokter yang menangani ibunya hingga pukul 14.30 WIB.

Keesokan harinya, dokter Zakaria datang dan segera memeriksa ibundanya. Dalam pemeriksaan tersebut, dokter Zakaria mengatakan bahwa ibu mengalami gangguan di sarafnya sehingga tidak mau menerima makanan.

"Bukan kapasitasnya untuk mengobati, karena dalam hal ini yang berhak memeriksa atau mengobati adalah dokter Hamdan," tutur Daud menirukan perkataan dokter Zakaria pada saat itu, tanggal 21 Desember 2017.

Dalam kondisi ibundanya yang semakin kritis tidak juga tertangani oleh dokter Hamdan, walaupun sebenarnya ada jadwal kunjungan dokter Hamdan untuk memeriksa pasien pada pukul 19.00 WIB, pukul 21.00 Wib, dan pukul 23.00 WIB.

"Diduga dokter Hamdan tidak bisa memeriksa ibu karena sibuk memeriksa pasien di lantai bawah," kata Daud yang mendapatkan informasi dari suster yang bertugas diruangan Paviliun Multajam nomor 8.

"Diduga ibu saya ditelantarkan sampai esok harinya, dokter Hamdan juga tidak kunjung datang, padahal dia sebagai dokter yang bertanggung jawab atas keselamatan jiwa pasien," ucapnya.

 

 

2 dari 3 halaman

Pasien Kritis

Singkat kata, pasien dalam kondisi yang semakin kritis hanya dilakukan penyuntikan oleh suster yang bertugas, di tanggal 21 Desember. Puncaknya, sekitar jam 20.00 WIB, Daud bersama kakaknya yang bernama Hajar menyatakan proses keberatan kepada suster piket.

"Tolong sampaikan kepada pimpinan Anda, dokter Hamdan. Apabila terjadi apa-apa kepada ibu saya sebelum dokter datang, kalian semua saya tuntut," ucap Daud kepada suster kala itu. Kemudian dijawab oleh suster, "Iya Pak, iya Pak."

Entah disampaikan atau tidak oleh suster kepada dokter perihal protesnya sebelum sampai pukul 21.00 WIB. Kenyataannya dokter Hamdan juga tak kunjung datang, namun suster masih melakukan penyuntikan tanpa melakukan pengecekan terhadap pasiennya.

"Kecurigaan saya semakin penasaran karena ibu saya disuntik kok tidak bergerak sama sekali. Dengan berbekal pengalaman sederhana, saya dan saudara memegang pergelangan tangan ibu saya yang kanan dan kiri, ternyata sudah tidak ada denyut nadinya," ujar Daud.

Secara spontan, Daud beserta keluarga protes kepada pihak rumah sakit hingga membuat suasana Paviliun Multajam nomor 8, malam itu menjadi ramai, gaduh dan dipadati orang penghuni rumah sakit lainnya.

"Dari situ, tidak lama kemudian sosok dokter Hamdan yang sekaligus direktur rumah sakit Siti Khodijah, muncul. Terjadi ribut perang mulut antara keluarga saya dengan dokter Hamdan dan terekam video," ucap Daud.

 

3 dari 3 halaman

Penjelasan Rumah Sakit dan Polisi

Dikonfirmasi secara terpisah, Kepala Humas RS Siti Khodijah Taman Sidoarjo, Emmy Hudayanti saat dihubungi melalui sambungan selularnya mengatakan akan menggelar pers konferensi pada Selasa, 30 Januari 2018 besok. "Jumpa persnya hati Selasa ya," ujar Emmy singkat.

Sedangkan Kabid Humas Polda Jatim Kombespol Frans Barung Mangera, segera turun tangan menanggapi video viral tersebut.

"Kami mendahului pengumpulan data dan bahan keterangan. Sebab ini sudah ramai," tuturnya.

Pasca-video yang beredar di publik itu, Barung menegaskan, pihaknya melakukan penyelidikan rumah sakit berinisial S yang tengah berada di Sidoarjo.

"Tempatnya sudah kami dapatkan, hasilnya di rumah sakit S di Sidoarjo, kami juga sudah melakukan penyelidikan terhadap videonya yang viral dan telah dibagi sekitar ribuan kali di masyarakat," katanya.

Barung mengharapkan agar ada laporan resmi dari pihak keluarga yang merasa jadi korban. Sebab sejauh ini masih belum ada laporan masuk. "Kami tunggu laporannya," ucapnya.

Polda Jatim juga melakukan penanganan yang tentunya akan berkoordinasi dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk melakukan langkah-langkah sesuai dengan penegakan hukum yang akan dilakukan. "Dalam hal ini kami juga bekerja sama dengan IDI," ujarnya.