Sukses

Derita Nenek Sebatang Kara Hidup di Gubuk Tengah Sawah

Tinggal di tengah sawah sangat beresiko terkena sambaran petir. Selain itu, juga dirinya sering kehujanan.

Liputan6.com, Brebes - Nasib kurang beruntung dialami seorang nenek bernama Fatonah (61) di Desa Ciampel, Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes. Karena himpitan ekonomi, ia terpaksa tinggal di sebuah gubuk reot yang berada di tengah sawah.

Sudah dua tahun lebih, nenek Fatonah hidup seorang diri di rumah gubuk yang jauh sekali dari kata layak.

Apalagi tinggal di tengah-tengah sawah sangat beresiko terkena sambaran petir. Selain itu, juga dirinya sering kehujanan setiap kali turun hujan lebat.

Saat Liputan6.com berkunjung ke tempat tinggal Nenek Fatonah, Kamis, 25 Januari 2018, kondisinya sangatlah memperihatinkan. Di gubuk berukuran 2×3 meter itu tidak terdapat dinding. Hanya ada terpal bekas di satu sisi gubuk tersebut.

Untuk melindungi diri dari panas dan hujan, dia hanya mengandalkan genteng yang sebagian sudah pecah. Lantainya beralaskan tanah sawah.

Di dalam gubuk itulah, Nenek Fatonah sehari-hari beraktivitas. Dari mulai makan, minum, tidur, memasak, hingga mencuci, semua dilakukan di satu tempat.

Dia tidur di dipan yang dilapisi spanduk berbahan banner. Dipan itu juga berfungsi untuk menyimpan sebagian barang-barangnya.

Sementara, kebutuhan air untuk mencuci dan memasak didapatkan dari sawah. Padahal, air itu biasa digunakan untuk mengairi tanaman padi di sawah itu.

"Kalau untuk minum saya dapat dari tetangga," ucap Fatonah.

Dia mengaku, sudah dua tahun ia hidup sebatang kara di gubuk reyot itu. Suaminya sudah lama meninggal dunia, sedangkan anak dia tak punya.

Dia mengaku pernah memiliki rumah. Namun karena ada persoalan ekonomi, dua tahun lalu dia terpaksa menjualnya.

Setelah itu dia merantau ke Riau ikut proyek pembangunan sebagai juru masak.Tiga bulan ikut proyek, Nenek Fatonah kembali lagi ke kampung halaman.

2 dari 3 halaman

Kerabat Tak Mampu Menampung

Dia sempat tinggal di rumah kerabatnya di desa yang sama selama 15 hari. Namun, karena kerabat tak mampu menampung, akhirnya dia terpaksa pindah dan tinggal di gubuk reyot tersebut.

"Jadi begini sebenarnya gubuk ini punya petani yang garap sawah di sekitar sini. Biasanya buat istirahat mereka," kata dia.

Fatonah mengaku nyaman tinggal di sana meski tiap malam diterpa udaranya dingin. Saat hujan deras di sertai angin kencang, dia terpaksa numpang menginap di rumah di sekitar sawah.

"Kalau hujan lebat sekali sampai bocor semua saya pindah ke rumah di dekat sini," katanya.

Dengan segala kekurangan yang dialaminya, Nenek Fatonah tak pernah mengeluh. Bahkan, ia mengaku sudah terbiasa hidup seperti itu.

3 dari 3 halaman

Bekerja Memulung Rongsok

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dia tak hanya mengandalkan bantuan dari tetangga. Dia juga bekerja memulung rongsok seperti botol plastik bekas minuman dari lapangan tenis tak jauh dari rumahnya.

Barang bekas itu dia kumpulkan dan dijual ke seseorang yang biasa memasok rongsok.

"Dikumpulkan sampai lima hari. Biasanya dapat Rp 15 ribu," katanya.

Ia pun berharap kepada pemerintah agar memberikan solusi apa yang dialaminya sekarang ini.

"Semoga pemerintah ada yang membantu saya untuk tinggal di tempat yang layak. Tapi bukan berati saya nggak ikhlas hidup seperti ini. Saya bersyukur masih diberi kesehatan sampai hari ini," kata dia.

Saksikan video pilihan berikut ini: