Sukses

Ramai-Ramai Menolak Jenderal untuk Penjabat Gubernur Papua

Apalagi hubungan masyarakat di Papua dengan aparat TNI/Polri tak pernah mesra.

Liputan6.com, Jayapura - Ramai-ramai anggota DPR Papua dari lima wilayah adat menolak usulan Mendagri yang akan menempatkan Pelaksana Tugas Gubernur Papua dari sosok perwira tinggi TNI/Polri pada Pilkada Serentak 2018. Para wakil rakyat itu justru meminta penjabat Gubernur Papua harus dari sipil, sebab tugas TNI/Polri adalah pengamanan negara, bukan masuk pada tatanan birokrasi.

Usulan dari Mendagri untuk sosok jenderal duduk di bangku Gubernur Papua justru membuat warga Papua terus bertanya, apakah Papua selalu diidentikkan dengan konflik pilkada yang berkepanjangan? Apalagi hubungan masyarakat di Papua dengan aparat TNI/Polri tak pernah mesra.

"Kami yakin negara ini masih memiliki sosok seorang sipil, sebagai penjabat Gubernur Papua. Silakan diusulkan pada provinsi lain untuk penempatan seorang jenderal dan jangan diberikan pada Papua," kata Jhon Walil, salah satu anggota DPR Papua dari daerah pemilihan La Pago.

Para anggota DPR Papua yakin dengan penolakan ini, Mendagri dapat mengubah usulannya untuk Papua. Sehingga tidak menabrak undang-undang atau aturan lainnya.

"Jangan pernah beranggapan bahwa Papua ini terus dirundung suasana konflik, sehingga harus menurunkan perwira tinggi TNI/Polri menjadi penjabat gubernur,” kata Yonas Nussy menambahkan.

Untuk itu, penunjukan penjabat gubernur harus membuat nyaman masyarakat di Papua, sebab penempatan seorang jenderal pada pemerintahan justru akan menambah masalah baru.

"Jadi sekarang, jangan menambah beban rakyat untuk berpikir ganda. Bagaimana pun harus sosok sipil sebagai pengganti Gubernur Papua," ujarnya.

Anggota DPR Papua wilayah pemilihan Saireri, Yohanis Romsubre, justru menuding ada rencana terselubung dalam penempatan sosok jenderal, sebagai penjabat Gubernur Papua. Salah satunya dengan diformulasikan dalam Permendagri Nomor 30/2016, di mana Permendagri ini mengamankan kepentingan kelompok tertentu.

“Ketakutan kami hari ini, kondisi itu akan berbalik. Bukannya aman, tapi justru akan kacau, karena ada kepentingan yang mau diamankan lewat Permendagri yang dipolitisasi,” ujar Yohanis.

2 dari 3 halaman

Lembaga Kultural Papua Ikut Menolak

Majelis Rakyat Papua (MRP) yang merupakan lembaga masyarakat adat Papua juga menolak usulan ini. MRP justru bingung dengan sikap Mendagri yang terkesan memiliki ketakutan berlebihan untuk Papua. "Justru ini adalah sebuah kemunduran dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo. Kami merasa aneh," kata Ketua MRP, Timotius Murib, Minggu (4/2/2018).

MRP mengklaim walaupun Papua selalu terjadi konflik saat pelaksanaan pilkada, konflik tersebut dapat diselesaikan antara warga yang bertikai dengan baik. "Jadi kerawanan seperti apa yang terjadi di Papua? Selama ini kami lihat semua masalah bisa diatasi. Jangan jadikan Papua untuk ketakutan yang berlebihan," ucapnya.

Apalagi ribuan TNI/Polri telah disebar di Papua. Jumlahnya justru lebih banyak aparat keamanan dibandingkan dengan warga Papua. Pengamanan secara terbuka dan tertutup juga telah dilakukan bagi masyarakat Papua.

Walau begitu, Sekda Papua, Hery Dosinaen, justru mendukung keputusan Mendagri, Tjahjo Kumolo, yang akan menempatkan seorang jenderal sebagai Pelaksana Tugas Gubernur Papua.

"Usulan ini adalah kewenangan Beliau. Kami di daerah siap menjalankan tugas sesuai tupoksi," kata Hery belum lama ini.

 

3 dari 3 halaman

Konflik Pilkada Papua

Pilkada serentak 2018 di Papua diikuti oleh tujuh kabupaten, yakni Kabupaten Mimika, Puncak, Jayawijaya, Nduga Paniai, Deiyai dan Mamberamo Tengah serta Pilkada Gubernur Papua.

Kepolisian Daerah Papua justru memetakan hampir semua kabupaten di Papua rawan akan gangguan keamanan. Salah satunya adalah keterlibatan kelompok kriminal bersenjata untuk mengacaukan Pilkada Papua.

Walau begitu, Polda Papua memiliki cara tersendiri dalam meredam konflik ini, salah satunya terus berkomunikasi dengan tokoh adat, agama dan masyarakat setempat untuk bekerjasama dalam proses Pilkada Papua hingga usai.

Bawaslu justru menempatkan Provinsi Papua dan Kabupaten Mimika menjadi daerah paling rawan dari 171 daerah yang melaksanakan Pilkada serentak 2018, menyusul Provinsi Maluku dan Kalimantan Barat.

Untuk mengantisipasi hal ini, Polda Papua bahkan membutuhan bantuan 1000-an pasukan diluar pasukan yang dimilikinya. "Ada sekitar 2000-an personel TNI yang dilibatkan dalam perbantuan pengamanan pilkada serentak," kata Kapolda Papua, Irjen Pol Boy Rafli Amar, dalam sebuah kesempatan.

Saksikan video pilihan berikut ini:

 https://www.vidio.com/watch/1260528-soal-usulan-pejabat-polri-jadi-gubernur-ini-kata-jokowi-fokus-pagi