Sukses

Kisah Pilu Nelayan Jambi, Jauh Terdampar di Kampung Ahok

Keganasan Selat Berhala di pesisir timur Jambi baru saja menyeret sejumlah nelayan jauh hingga terdampar di Provinsi Kepulauan Babel

Liputan6.com, Jambi - Sebagian warga pesisir timur Jambi, khususnya para nelayan di daerah itu tengah dirundung kabar tidak mengenakan. Dalam satu bulan terakhir, sejumlah nelayan dilaporkan menjadi korban keganasan perairan Selat Berhala di timur Pulau Sumatera. Satu orang di antaranya diketahui meninggal dunia.

Kabar terkini datang dari nelayan di Kota Kualatungkal, ibu kota Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar), Jambi. Berdasarkan keterangan warga, ada dua orang nelayan di daerah itu dikabarkan hilang saat melaut pada Minggu, 4 Februari 2018 lalu. Mereka adalah Johan dan Joni Antoni.

"Sampai hari Seninnya saya dengar belum kembali," ujar Hamdan, salah seorang warga Kualatungkal saat dihubungi, Selasa malam, 6 Februari 2018.

Beruntung nyawa kedua nelayan itu dilaporkan selamat. Keduanya terdampar di perairan Mendahara Ilir, Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim) yang bersebelahan dengan Kabupaten Tanjabbar.

"Sementara kapal mereka pecah dihantam ombak akibat cuaca buruk," ujar Kabid Humas Polda Jambi, AKBP Kuswahyudi Tresnadi.

Ia mengatakan, Johan dan Joni berhasil ditemukan oleh tim pencarian Satpol Air Polres Tanjabbar pada hari Senin atau selang sehari dinyatakan hilang.

Kuswahyudi mengimbau agar para nelayan di pesisir timur Jambi lebih waspada. Mengingat saat ini kondisi cuaca di sebagian wilayah Jambi terbilang tidak bersahabat. Apalagi di perairan, gelombang tinggi sehingga berbahaya bagi keselamatan nelayan saat melaut.

 

2 dari 3 halaman

Kapal Hancur, Nyawa Melayang

Beberapa pekan sebelum kejadian yang menimpa dua nelayan di Kabupaten Tanjabbar itu, peristiwa yang sama juga baru saja dialami beberapa nelayan di Kabupaten Tanjabtim. Satu orang bahkan dilaporkan meninggal dunia.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari warga, peristiwa nahas itu terjadi pada Jumat, 12 Januari 2018, sekitar pukul 05.30 WIB. Lokasinya berada di perairan Sungai Jambat, Kecamatan Sadu, Kabupaten Tanjabtim.

"Memang hari itu kondisi perairan tidak bersahabat. Angin kencang dan ombak besar," ujar Samsudin, salah seorang warga Kecamatan Sadu saat dihubungi, Minggu pagi, 14 Januari 2018.

Dari informasi awal, kata dia, ada lima nelayan yang dinyatakan hilang sejak Jumat pagi. Satu kapal motor yakni KM Kasmawati juga dilaporkan tenggelam dan hancur diterjang ombak besar.

Lima nelayan yang dinyatakan hilang itu masing-masing bernama Yasiman, Ridwan, Rusdi, Rusli, dan Johana Satar. Kelimanya adalah warga Desa Parit Jawa, Kecamatan Nipah Panjang.

Hilangnya lima nelayan saat melaut itu juga dibenarkan oleh Camat Nipah Panjang, Kamarudin. "Proses pencarian sudah dilakukan oleh petugas kepolisian, angkatan laut dibantu warga," ujar Kamarudin beberapa saat usai kejadian.

Menurut Kamarudin, dugaan awal hilangnya para nelayan itu karena kondisi angin kencang serta terjangan ombak tinggi. Hal itu menyebabkan kapal hancur dan tenggelam.

Belakangan korban hilang dilaporkan tidak hanya lima orang. Masih ada empat orang lainnya yang dinyatakan hilang dengan kapal yang berbeda.

Setelah melakukan pencarian, satu persatu nelayan hilang itu bisa ditemukan petugas yang dibantu warga. Dari pengakuan warga, korban tercerai berai menyelamatkan diri dengan alat seadanya usai kapalnya hancur dihantam ombak.

Sementara nasib nahas dialami seorang nelayan bernama Akhmad (70). Ia ditemukan tak bernyawa dan jauh terdampar di muara Sungai Biat Rambat, Simpang Teritip, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Di mana daerah ini adalah kampung halaman mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Nasib baik masih menaungi tiga orang rekan Akhmad, yakni Joko, Yusuf dan Udi. Meski sama-sama jauh terdampar di Kepulauan Bangka Belitung, nyawa mereka masih tertolong usai ditemukan dan diselamatkan warga setempat.

Keempat nelayan ini ditemukan pada 15 Januari 2018 di Kabupaten Bangka Barat atau setelah tiga hari dinyatakan hilang. Para nelayan yang hilang itu sebagian besar adalah warga Kecamatan Nipah Panjang, Kabupaten Tanjabtim.

 

3 dari 3 halaman

Perairan Rawan Badai

Pesisir timur Jambi di Selat Berhala yang berbatasan dengan Laut Cina Selatan memang dikenal rawan badai. Sejak akhir 2017 hingga awal 2018 ini, sejumlah nelayan memilih libur melaut karena cuaca ekstrem di perairan.

"Kalaupun berani harus lihat kondisi dulu. Itu pun tidak berani jauh ke tengah laut, bahaya," ujar Samsudin, salah seorang nelayan di Kecamatan Sadu, Kabupaten Tanjabtim.

Menurut dia, hampir setiap tahun kondisi perairan di timur Jambi kerap dilanda gelombang tinggi. Kondisi itu menyebabkan ia bersama sejumlah nelayan lainnya memutar otak untuk mencari usaha lain.

"Paling cari ikan di rawa, atau jadi buruh. Ada juga yang milih ngojek. Sementara menunggu cuaca membaik," imbuh Samsudin.

Tak hanya membahayakan nelayan, Samsudin mengatakan, beberapa kapal ekspedisi yang biasa mengangkut barang-barang ekspor hingga hasil laut juga terganggu. Bahkan, kata dia, baru-baru ini ada kapal ekspor yang rusak dan terdampar akibat gelombang tinggi dan angin kencang.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Jambi sebelumnya merilis peringatan akan potensi gelombang tinggi disertai angin kencang hingga 40 kilometer per jam di kawasan perairan timur Jambi.

Potensi angin kencang akibat tekanan tinggi di utara khatulistiwa serta siklon tropis 'Joyce'. Pusat tekanan rendah 990 hPa di perairan barat Australia. Kondisi itu menimbulkan perbedaan gradien tekanan yang mengakibatkan kecepatan angin di wilayah Indonesia bagian barat.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Â