Liputan6.com, Yogyakarta - Tim Disaster Response Unit (DERU) UGM yang turun ke Papua untuk membantu persoalan gizi buruk Asmat tidak hanya berhadapan dengan kondisi alam menuju Agats yang menantang. Setibanya di sana, mereka menemukan sejumlah tantangan baru yang berhubungan dengan pola hidup masyarakat setempat.
"Potensi penyakit seperti campak dan kurang gizi masih besar di sana selama penduduknya punya pola hidup seperti ini," ujar Fita Wirastuti, salah satu anggota Tim Deru UGM yang juga seorang spesialis anak di RSA UGM, Senin (5/2/2018).
Pola hidup seperti ini yang dimaksud Fita adalah kesadaran masyarakat soal pola hidup sehat dan bersih masih minim. Jarang masyarakat yang berpartisipasi dalam program yang dijalankan oleh puskesmas di kawasan itu.
Advertisement
Baca Juga
Fita menilai puskesmas dianggap tidak menarik oleh masyarakat dan kondisi itu menjadi pekerjaan rumah bagi relawan atau pun pemerintah yang terjun mengatasi persoalan gizi buruk Asmat.
"Perlu memikirkan bagaimana puskesmas menjadi menarik sehingga penduduk bisa tertarik datang ke puskesmas untuk mengikuti programnya," tuturnya.
Fita berpendapat dengan mengikuti program-program di puskesmas gizi buruk Asmat bisa dicegah. Penduduk dapat memahami gizi seimbang dan kebiasaan hidup bersih dan sehat.
Selama ini, masyarakat Asmat masih minim pengetahuan tentang cara mengolah makanan. Kebanyakan dari mereka hanya membakar sagu dan ikan saja.
Â
Masyarakat Nomaden
Dosen Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM Hendro Wartatmo menceritakan sulitnya pendataan kesehatan karena masyarakatnya masih nomaden. Seringkali ada desa yang sudah kosong penduduknya.
Ia juga mengatakan penanganan gizi buruk Asmat dan campak tidak bisa dipisahkan. Kurang gizi membuat orang rentan terkena campak.
"Kurang gizi kejadian jangka panjang, sehingga mengatasinya pun tidak bisa langsung, harus jangka menengah dan panjang," ucap Hendro.
Penanganan yang komprehensif membuat stakeholders tidak bisa hanya memantau keadaan di Asmat lewat media massa maupun media sosial.
Perjalanan Tim DERU UGM ke Agats, ibukota Kabupaten Papua, dimulai pada 23 Januari dan berakhir pada 29 Januari 2017. Kedatangan mereka untuk melakukan penilaian secara langsung kondisi di lapangan sehingga solusi dan penanganan persoalan gizi buruk Asmat bisa tepat guna.
Â
Advertisement
Tidak Betah di Kota
Salah satu ketua Tim DERU, Nanung Agus Fitriyanto, menuturkan salah satu penyebab gizi buruk Asmat adalah akses medan dan infrastruktur yang berat.
"Modal transportasi satu-satunya adalah air, jadi masyarakat di pedalaman hanya makan apa adanya yang ada di situ," kata Nanung.
Kebiasaan masyarakat juga mempengaruhi. Dalam rumah tangga perempuan bekerja sekaligus mengasuh anak, sementara asuhan gizi minim.
Demikian pula, masyarakat yang sakit dan harus dirawat di rumah sakit yang berlokasi di kota. Mereka enggan meninggalkan rumahnya dalam waktu lama, sehingga sekalipun harus dirawat intensif memilih untuk dirawat di tempat tinggalnya.
"Kalau mau diubah harus melalui pendekatan yang tidak mudah," ujar Nanung yang menjabat sebagai Kepala Subdirektorat Pemberdayaan Masyarakat UGM.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini: