Sukses

Senin Penuh Kasih di Rumah Buya Syafii

Tiga rombongan tamu yang berbeda menyambangi Syafii Maarif di kediamannya. Apa saja yang mereka bawa?

Liputan6.com, Yogyakarta Kediaman mantan Ketua PP Muhammadiyah, Syafii Maarif, yang berlokasi di Nogotirto, Gamping, Sleman, didatangi tamu nyaris tanpa jeda, Senin (19/2/2018). Ada tiga rombongan berbeda yang menyambangi Buya Syafii, panggilan akrabnya, sejak pukul 15.00 WIB.

Tidak janjian dengan tamu lain. Kebetulan saja berbarengan. Demikian tutur salah satu dari tamu pertama yang ternyata adalah rombongan dari Unit Kerja Presiden (UKP) Pembinaan Ideologi Pancasila (PIP).

Rombongan itu terdiri dari empat orang dipimpin oleh Romo Benny Susetyo sebagai Penasihat Kepala UKP, seorang Deputi Bidang Advokasi dan Hukum, serta tenaga ahli utama dan tenaga ahli muda.

"Tujuan kami ke rumah Buya Syafii untuk silaturahmi, beliau sebagai dewan pengarah kami minta memberi pengarahan, konsultasi," ujar Romo Benny.

Kedatangan UKP PIP juga berkaitan dengan insiden pembacokan di Gereja Santa Lidwina Bedog Sleman. Romo Benny memandang persoalan kekerasan sebagai bentuk tidak diamalkannya Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Meskipun demikian, ia angkat topi terhadap sikap masyarakat Yogyakarta. Mereka tidak terprovokasi keadaan sehingga situasi tetap tenang dan kondusif.

"Kejadian di Yogyakarta menyadarkan masyarakat indonesia bahwa bangsa kita disatukan oleh Pancasila dan hal-hal ini akan kami bicarakan juga dengan [Buya Syafii]( 3277804 "")," tutur Romo Benny.

 

2 dari 5 halaman

Kembali ke Demokrasi Pancasila

Ia juga meminta kepada media massa untuk tidak selalu memotret sisi buram perbedaan, melainkan juga keindahan dari perbedaan yang ada di Indonesia.

Pancasila sebagai ideologi juga harus menyasar seluruh aspek kehidupan bermasyarakat, mulai dari sosial, politik, ekonomi, dan sebagainya.

"Pendidikan harus mengarusutamakan Pancasila dan Pancasila menjadi kebijakan publik dalam berbagai bidang," ucapnya.

Romo Benny menilai pemerintahan Jokowi berusaha untuk menyelesaikan ketimpangan yang ada di Indonesia. Pemerataan pembangunan dilakukan sampai ke Papua.

Kondisi saat ini juga berbeda dengan rezim Orde Baru. Ketika itu perintah dilakukan dari atas ke bawah.

"Saat ini kan butuh proses karena juga melibatkan raja-raja kecil di daerah, mufakat harus matang, itu yang membuat proses tidak instan," ujarnya.

 

3 dari 5 halaman

Pohon Perdamaian dari Timur Tengah

Setelah tim UKP PIP pulang, tamu kedua menyusul. Rombongan akademisi dari Universitas Sanata Dharma dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta, antara lain, Baskara T Wardaya, Mujiyono, dan Lukas Ispandriarno.

Mujiyono, seorang peneliti mandiri bioteknologi, membawa buah tangan berupa pohon tin yang masih berusia tiga bulan dan ditanam di pot. Ia memberikan tanaman khas Timur Tengah itu kepada Buya Syafii.

Pohon tin diberikan bukan tanpa makna. Ia menyimbolkan pohon itu sebagai pohon kedamaian. Saat tumbuh besar, tanaman itu juga meneduhkan.

"Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Buya atas perhatiannya selama ini," ucap Mujiyono.

Selain pohon, ia juga memberikan satu liter pupuk organik cair di dalam botol. Pupuk yang berasal dari mikroorganisme itu sempat membuat Buya Syafii kebingungan karena tidak tahu cara memakainya.

Mujiyono menjelaskan satu liter pupuk cair dicampur dengan 100 liter air dan disiram ke tanaman. Ia juga mengatakan pohon ini pernah diragukan, apakah bisa tumbuh di Indonesia atau tidak.

"Ternyata bisa tumbuh dan ini pohon cangkokan," kata Mujiyono.

 

4 dari 5 halaman

Uskup Agung Semarang Ikut Bertandang

Tamu ketiga yang datang adalah rombongan dari Keuskupan Semarang, dipimpin langsung oleh Uskup Agung Semarang Mgr. Robertus Rubiyatmoko. Tujuan mereka jelas berkaitan dengan insiden yang terjadi di Gereja Santa Lidwina.

"Kami menyambangi Buya Syafii untuk berterima kasih atas perannya yang besar ketika insiden terjadi," kata Mgr Rubiyatmoko.

Ketika insiden berlangsung, Buya Syafii spontan datang ke lokasi dan menenangkan keadaan.

Kehadiran spontan Buya dianggap mampu mengkondisikan masyarakat supaya tidak emosional dan terprovokasi. Sebaliknya, masyarakat justru menopang saling menopang.

Ia memandang persoalan ini menjadi pembelajaran, sehingga muncul tanggung jawab bersama untuk tetap bersatu paduan menjaga keutuhan NKRI.

 

5 dari 5 halaman

Silaturahmi Biasa

Tiga rombongan tamu yang berbeda disambut Buya Syafii dengan senang hati. Ketiganya berbincang di ruang tamu dalam waktu yang berbeda pada hari yang sama.

Ia bahkan melontarkan guyonan ketika menyambut Uskup Agung Semarang.

"Rumah ini didatangi Uskup Agung kan tidak main-main," ucapnya disambut gelak tawa jurnalis dan rombongan Keuskupan Semarang.

Menurut Buya Syafii, acara silaturahmi ini biasa terjadi. Harapannya, negeri ini aman dan masyarakatnya tenang. Persoalan yang terjadi tidak hanya di gereja, melainkan juga mengarah ke masjid dan kiai.

Ia berpendapat, persoalan ini penyebabnya bukan satu hal saja. Ada ideologi yang diimpor ke Indonesia dan juga ketimpangan sosial. Belum lagi para politikus yang enggan naik kelas menjadi negara wanita sehingga hanya berpikir untuk kepentingannya sendiri.