Sukses

Buru Harimau 2 Bulan, Petugas Hanya Bisa Menatap Saat Berpapasan

Petugas sempat meletuskan senjata api ke udara, tapi harimau yang diburu malah makin galak.

Liputan6.com, Pekanbaru - Boni dan Bonita menjadi nama yang paling dicari di Desa Tanjung Simpang, Kecamatan Pelangiran, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau. Nama kedua harimau itu disebut sebagai "tersangka" utama pemangsa karyawati perusahaan sawit, Jumiati, pada awal 2018.

Beberapa perangkap sudah dipasang untuk menangkap dua harimau Sumatera itu, lengkap dengan kambing sebagai umpan. Jejak-jejaknya ditelusuri di jalanan dan diburu ketika ditemukan hingga masuk ke pedalaman hutan.

Beberapa orang juga sudah berpapasan dengan keduanya dan sempat memfoto serta memvideokan. Petugas gabungan dari BBKSDA Riau yang mendapat laporan langsung terjun ke lokasi.

Hinggga akhirnya pada Selasa pagi, 20 Februari 2018, Bonita harimau itu ditemukan di lorong Hutan Green Belt desa dimaksud. Tak gentar, mamalia dengan sebutan Datuk Belang ini seolah menantang petugas.

Kondisi seketika berbalik, yang diburu malah menjadi pemburu. Bonita mengeram, merayap di semak, jongkok, dan pasang ancang-ancang menangkap petugas.

Tim gabungan hanya terpaku gemetar. Jarak harimau itu kian dekat, yaitu 3 meter. Dengan sigap, seorang petugas memberi arahan untuk mundur sambil tetap menatap agar tak membelakangi harimau.

 

 

 

 

2 dari 3 halaman

Sempat Letuskan Senjata

Awalnya, ada petugas meletuskan senjata api ke atas. Namun, Bonita tak takut. Ia justru makin beringas dan menguatkan erangannya sebagai tanda akan menyerang lagi.

Petugas akhirnya hanya mengikuti tatapan harimau yang melokalisasi sampai dua jam. Mereka tak berdaya. "Buruan" itu pun akhirnya menghilang di balik semak belukar dan masuk ke hutan, setelah beberapa tembakan peringatan dari tim penyelamat berbunyi.

Menurut Kepala Humas BBKSDA Riau, Dian Indriarti, sikap diam petugas menghadapi Bonita bukan menunjukkan tak keberdayaan. Dia menyatakan itu sebagai pilihan cerdas untuk membuat hewan liar tak beringas.

"Menghadapi harimau di alam dengan diam itu bukan berarti tak berdaya. Tapi itu pilihan cerdas untuk menghindari perilaku binatang buas berubah menjadi lebih beringas," ucap Dian.

Sementara itu, Kepala Bidang I BBKSDA Riau Mulyo Hutomo menjelaskan, menghadapi harimau sangat sulit jika dibandingkan dengan menangani konflik manusia dengan gajah.

"Lebih mudah gajah, apalagi harimau ini sudah mengalami perubahan perilaku sejak memangsa manusia," kata Hutomo, Rabu, 21 Februari 2018.

3 dari 3 halaman

Sulit Dibius

Hutomo juga menyebut tim yang diturunkan tak membawa senjata bius. Katanya, prosedur pembiusan hewan seperti harimau sangat sulit. Dia menyebut sama dengan prosedur manusia yang akan menjalankan operasi besar.

"Harus ada observasi dulu, ada dokter lengkap dengan timnya," tutur Hutomo.

Pembiusan, disebutnya, harus dilakukan tim khusus yang saat ini belum ada di lapangan. Prosedur penembakan bius juga dilakukan hati-hati agar tak membahayakan harimau.

"Biusnya bekerja setelah 30 menit dan bisa saja petugas kehilangan jejak karena hewan akan kabur. Takutnya nanti dehidrasi dan pingsan di tempat yang membahayakan," ucap Hutomo.

Oleh karena itu, pemasangan perangkap masih menjadi pilihan utama dari tim yang sudah 40 hari di lokasi masih menjadi pilihan utama.

Saksikan video pilihan berikut ini: