Sukses

Meski Dikeluarkan, Anin Tetap Mendaftar UN di SMAN 1 Semarang

Kamis (1/3/2018) adalah batas akhir pendaftaran mengikuti Ujian Nasional. Meski sudah dikeluarkan sepihak, Anin tetap akan mendaftar, entah diterima atau ditolak.

Liputan6.com, Semarang - Nasib Anindya Puspita Helga Nur Fadhil usai dikeluarkan secara sepihak oleh SMA Negeri 1 Semarang menjadi tidak jelas. Meskipun tetap belajar untuk persiapan Ujian Nasional dua pekan lagi, Anin mengaku hampa. Apalagi Kamis (1/3/2018) adalah hari terakhir pendaftaran Ujian Nasional.

Kegelisahan hatinya tak bisa disembunyikan. Siswa tegar ini mencoba tidak cengeng. Bahkan, ia mengaku tak tahu apa yang dirasakannya.

"Saya tidak tahu harus bagaimana dan tidak tahu yang saya rasakan saat ini apa," kata Anin kepada Liputan6.com, Rabu (28/1).

Persoalan yang tak kunjung usai karena pihak SMA Negeri 1 Semarang dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah seperti menutup ruang dialog dengan tetap berkukuh mengeluarkan Anin. Itu saja sudah membuat sedih dan hilang keceriaannya sebagai remaja 16 tahun. Kini beban itu ditambah karena waktu pendaftaran Ujian Nasional nyaris sudah habis.

"Masak apa yang telah saya perjuangkan selama tiga tahun lenyap begitu saja. Masak perjuangan berat masuk ke SMANSA tiga tahun lalu harus hancur dalam sekejap. Bayangkan, tinggal dua bulan lagi saya selesai," kata Anin.

Upaya Anin dan keluarga serta wali murid lainnya seperti membentur tembok. Waktu dua bulan yang diusulkan untuk ditangguhkan, tak digubris sekolah. Menghubungi beberapa lembaga untuk mengadvokasi juga sudah dilakukan.

"Kami inginnya dirembuk secara kekeluargaan. Misalnya ini dikatakan aib, biar aib itu tidak keluar, tidak tersebar ke mana-mana. Namun, upaya kekeluargaan yang bapak ibu saya inginkan tidak mendapat tanggapan dari sekolah, bahkan sekolah yang membukanya di mana-mana," kata Anin.

Anin tetap yakin ia tak bersalah. Ia tetap berpedoman bahwa kegiatan itu adalah kegiatan OSIS dan di sekolah ada pembina OSIS. Ada pula Wakil kepala Sekolah bidang Kesiswaan. Ia merasa tak adil jika perbuatannya dianggap sebuah kesalahan dan ia harus menanggung sendiri.

"Besok (Kamis 1/3/2018) saya tetap akan pergi ke sekolah dan mendaftar ujian. Saya tak tahu diterima atau tidak, tapi ini sebuah ikhtiar. Saya tetap berbaik sangka dengan SMA Negeri 1 Semarang," kata Anin.

 

2 dari 3 halaman

Tak Dendam, Tetap Jenguk Wali Kelas yang Sakit

Bercerita tentang masalah yang membelit dirinya, tentang ia yang disalahkan dan menerima sanksi sementara guru pengawas yang mendapat gaji tidak mendapat sanksi, mata Anin berkca-kaca. Anin menggigit bibirnya untuk menahan agar bendungan air di matanya tak jebol.

Setelah menarik nafas panjang, Anin tersenyum. Ia melanjutkan ceritanya. Anin mengaku belum berpikir lebih jauh jika kehadiran Anin saat mendaftar Ujian Nasional tidak diterima.

"Entahlah. Saya berbaik sangka saja kalau sekolah akan menerima saya. Saya juga ingin mondok. Agar semakin bisa menata hati," kata Anin.

Anin juga bercerita bahwa ia tidak menyimpan dendam apapun. ia hanya ingin menyampaikan kebenaran fakta yang dijalaninya.

"Saya tidak benci pada sekolah, tidak dendam kepada Kepala Sekolah, Wali Kelas atau pun guru-guru yang mendukung keputusan saya dikeluarkan dari sekolah," kata Anin.

Menurutnya, selama bersekolah mulai dari SDN Tlogosari Wetan 02, SMP N 9 Semarang dan di SMAN 1 Semarang, yang diajarkan adalah soal kebenaran. Bukan dendam maupun benci.

Ucapannya dibuktikan ketika Wali Kelasnya sakit, ia tetap menjenguknya. Tetap mendoakan untuk kesembuhan gurunya.

"Saya tetap jenguk dan malah harus jenguk. Bagaimanapun dia guruku. Kalau enggak jenguk, namanya murid durhaka," kata Anin.

"Entahlah besok biar besok. Allah pasti sudah merencanakan yang terbaik buat saya. Saya akan tetap mendaftar ke sekolah. Saya berbaik sangka saja," kata Anin.

Lebih tegas Anin menyampaikan bahwa ia akan bertahan menjaga status sebagai siswa SMA Negeri 1 Semarang, apa pun halangannya. Bukan karena gengsi berada di sekolah favorit, namun karena yang ia perjuangkan adalah sebuah nilai. Sebuah kebenaran faktual.

 

3 dari 3 halaman

Dinas Pendidikan dan Kepala Sekolah Tak Hadir dalam Mediasi

Sementara itu, Kepala Badan Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana Jawa Tengah (BP3AKB) Sri Winarna mengaku telah memahami duduk perkara yang terjadi di SMAN 1 Semarang tersebut. Pihaknya berupaya memfasilitasi dan memediasi agar didapat solusi.

"Apapun keluhan dari masyarakat kami layani. Ini mediasi kedua. Kemarin buntu, maka kami ulangi lagi," kata Sri Winarna.

Dalam mediasi kedua tersebut, BP3AKB mengundang Dewan Pendidikan, Dinas Pendidikan, Komite Sekolah, Paguyuban Wali Murid, Siswa dan pihak Sekolah.

"Sayang sekali, Kepala Dinas Pendidikan dan Kepala Sekolah tidak hadir," kata Sri Winarna.

BP3AKB tidak akan terlibat terlalu jauh, tapi mengupayakan langkah konkret agar dua anak yang dikeluarkan itu bisa mengikuti Ujian Nasional di sekolah bersangkutan. Ada kekhawatiran yang entah, karena Kamis (1/3/2018) adalah hari terakhir pendaftaran Ujian Nasional.

"Kalau misalnya anak yang besok mendaftar, siapa yang mengawal, agar anak tidak ditolak sekolah? Karena kalau ditolak masalah baru akan timbul lagi. Mediasi ini adalah tahapan awal. Tahapan selanjutnya ada di orangtua, apakah akan melanjutkan kasus ini atau tidak," kata Sri Suwarna.

Rupanya drama Anin dan Afif ini akan berlanjut, menambah daftar panjang terbata-batanya birokrasi menghadapi tekanan dari luar. Apalagi, kasus Anin dan Afif ini tidak pernah ada yang mengaku sebagai korban, tapi berdasarkan laporan wali murid semata yang entah anak si wali murid itu ikut LDK atau tidak.