Liputan6.com, Semarang - Kebijakan registrasi SIM Card akan mempersulit aksi para produsen hoaks atau kabar bohong. Pembatasan kepemilikan kartu prabayar memunculkan harapan berkurangnya penyebaran konten hoaks. Sebab salah satu modus produsen dan penyebar konten hoaks adalah pembelian sim card dalam jumlah besar secara bebas.
Menurut akar keamanan siber, Pratama Persadha dalam surat elektronik yang diterima Liputan6.com, penyebaran konten hoaks grup seperti MCA dan Saracen memakai akun-akun media sosial dan juga Whatsapp serta Telegram.
Untuk membuat akun-akun media sosial tersebut dibutuhkan email. Sedangkan, untuk membuat email butuh nomor seluler sebagai syarat otentikasi. Layanan media sosial juga mulai mewajibkan pemakaian nomor seluler saat pendaftaran.
Advertisement
Baca Juga
"Jika kebijakan registrasi SIM Card berjalan baik maka data pemilik kartu seluler akan jelas teridentifikasi. Dan para produsen hoaks akan sulit," kata Pratama, Minggu (4/3/2018).
Distribusi konten hoaks melalui aplikasi perpesanan Whatsapp juga butuh nomor baru. Adanya kewajiban registrasi dan pembatasan jumlah kepemilikan nomor seluler prabayar, produsen akun dan konten hoaks jelas semakin sulit.
Sementara itu, kartu-kartu yang tak didaftarkan dalam program registrasi sim card kali ini, akan diblokir. Sehingga, secara bertahap, media sosial penyebar berita bohong tersebut akan berkurang. Pemblokiran bertahap dan berakhir pada 30 April 2018.
Â
Fokus Konten, Bukan Akun
Pratama berharap Polri membuka contoh konten hoaks secara detail dari kelompok yang sudah ditangkap kepada publik. Tujuannya agar masyarakat tahu persis konten seperti apa yang berbahaya dan tidak ikut menyebarkan.
"Masih banyak masyarakat yang ikut serta menyebarkan, walau mereka bukan anggota MCA, Sarachen dan sejenisnya," kata Pratama.
Saat ini masih banyak akun, grup, dan fanpages memakai nama MCA. Belum lagi kontroversi asal-usul dan struktur MCA yang muncul di media.
"Fokus pada kontennya yang meresahkan, bukan foto profil maupun nama akun yang memakai MCA," kata Pratama.
Di Facebook, misalnya, masih ada grup Facebook MCA beranggotan 250 ribu akun. Ada puluhan grup dan fanpages serupa di luar akun dan grup yang dikelola para tersangka admin MCA yang telah ditangkap polisi.
"Pekerjaan Polri memberantas hoaks masih panjang. Masih ada sebagian masyarakat yang antipati pada penangkapan aktor-aktor hoaks," kata Pratama.
Pratama juga menyebutkan bahwa komunikasi Polri di media sosal perlu terus ditingkatkan agar menjadi rujukan utama masyarakat.
Advertisement