Liputan6.com, Bangkalan - Dalam dunia mancing mania, tak banyak pehobi yang punya totalitas seperti Abdul Rahman. Demi memuaskan hasrat, bebas mancing kapan saja, pria berusia 57 tahun itu membuat perahu sendiri.
Uniknya, warga Kelurahan Tanjung, Kecamatan Kota, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur itu mengklaim dari segi bahan, perahu buatannya merupakan satu-satunya di Indonesia. Rahman memakai istilah 'Perahu kayu rasa fiber' untuk menggambarkan keunikan komposisi bahan perahu bikinannya.
"Setahu saya, dari segi bahan kapal cuma dua jenis, kapal kayu dan kapal fiber. Belum ada yang menggabungkan kedua bahan dalam satu kapal, baru punya saya ini," katanya.
Advertisement
Keyakinan Abdul Rahman akan keunikan perahu buatannya bukan tanpa alasan, apalagi cuma klaim sepihak. Meski tinggal di kampung terpencil nan tenang. Ilmu perkapalannya tak perlu diragukan.
Baca Juga
Sebelum dikenal sebagai tukang mebel, Rahman pernah mengabdikan masa mudanya di PT PAL Indonesia di Surabaya. Selama 25 tahun, dia bekerja merakit rangka kapal. Dia pensiun pada 2011 dan kemudian menekuni profesi menyerut kayu.
"Kurang lebih 48 kapal saya buat bersama tim selama di PT PAL," kenang bapak dua anak ini.
Selain perpaduan bahannya unik, proses pembuatannya pun tak biasa. Umumnya membuat perahu berbahan fiber posisinya kapal harus terbalik. Namun, perahu milik Rahman dibuat posisi terlentang.
"Seberapa berhasil karya saya ini, akan saya uji coba, masih ngumpulin duit buat nyewa derek ke laut," katanya.
Bermodal Rp 2,5 juta
Rahman menamai perahunya dengan ‘Bunga Tanjung’ karena ia satu-satunya perahu pertama bikinan warga Tanjung asli. Nama itu, tertulis di kanan dan kiri lambung dengan abjad letter yang agar sulit dibaca. Di samping kiri buritin tertera tanggal lahir Rahman.
"Menaruh tanggal lahir itu idenya Said," kata Rahman merujuk nama anak angkatnya yang menjadi ‘asistennya’ selama menggarap perahu yang didominasi warga biru laut itu.
Ketika Liputan6.com berkunjung akhir Februari lalu. Perahu itu telah rampung, tinggal diujicoba. Rahman mengerjakan perahunya di halaman rumahnya, di bawah terop bambu beratap terpal.
Di samping bengkel itu ada gardu, di dindingnya terpampang sebuah foto kapal patroli FPB 28. Kapal itu pesanan bea cukai dan Rahman yang merakit rangkanya sewaktu masih bekerja di PT PAL. Dia mengaku bentuk perahunya terinspirasi dari kapal bea cukai itu.
Bedanya terletak bagian lambung depan. Kalau kapal kostum lebih kembung dan lebar, sedang perahunya lebih tirus atau ramping. "Secara umum bentuknya meniru kapal bea cukai itu, Cuma lambungnya agak saya rampingkan karena ini perahu baut mancing, tak perlu buat memecah ombak," katanya.
Bisa dibilang, Rahman memakai jurus ‘bondo nekat’ ketika memutuskan membuat perahu sendiri. Saat itu, dia hanya punya uang Rp 2,5 juta. Dengan uang itu dia beli bahan kayu mahoni. "Kalau kayu jati, uangnya nggak cukup," katanya.
Karena modal minim, pengerjaan perahu dikerjakan ‘Senin-kamis’. Bila tak ada uang beli bahan, penggarapan perahu dihentikan dulu. Rahman fokus menggarap pesanan mebel. Hasilnya buat beli kekurangan bahan perahu.
Bila modal lengkap, Rahman mengatakan perahunya bisa rampung dalam sebulan. Namun karena modal kembang kempis, perahunya baru rampung dalam enam bulan. Mulai Agustus 2017 hingga Januari 2018. Hitungan kasar, Rahman menaksir total biaya yang dihabiskan sekitar Rp 30 juta.
"Kalau modal ada, sebulan perahu ini sebulan selesai,"Â katanya.
Advertisement
Bermula dari Tak Ingin Merepotkan Teman
Kenekatan Rahman bikin perahu, hanya karena satu hal: dia tak ingin merepotkan temannya saat hendak memancing. "Kalau nebeng terus nggak enak, kalau terus-terusan nyewa perahu ribet, butuh biaya banyak, jadi bikin sendiri," katanya.
Perahu Rahman memiliki panjang 6 meter dan lebar 1,5 meter. Bobotnya tak sampai 1 ton, lebih ringan dari sebuah mobil. Dia menggunakan mesin tempel bekas yang sedikit dimodifikasi agar sesuai kebutuhan mesin penggerak perahu.
Sejak awal, dia memang ingin bereksperimen, memadukan dua bahan pembuatan perahu menjadi satu yaitu kayu dan fiber. Prosesnya sederhana, setelah rangka perahu rampung, semua bodi dan celah sambungan didempul.
Setelah selesai, barulah fiberisasi dimulai hingga menutup semua badan kapal luar dan dalam. setelah pemasangan selesai, lapisan fiber didempul kembali sampai tertutup.
"Bagian dalam tidak saya dempul, dibiarkan kasar. Bodi luar saya yang didempul total," katanya.
Setelah itu, langkah berikutnya finishing yaitu pengecatan. Di pengecatan ini, dia memakai jasa tenaga ahli, bahannya memakai caat yang tahan terhadap air laut.
Setelah berhasil menyelesaikan perahunya sendiri, Rahman kini ingin buka usaha baru yaitu terima order bikin perahu mancing. Dengan bentuk yang sama, dia membandrol satu perahu seharga Rp 50 juta.
"Punya saya habis 30 juta, belum dihitung ongkos kerja," katanya sembari tersenyum.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Â