Sukses

Peradilan Kejahatan Perang Westerling Berlanjut, 39 Korban Siap Bersaksi

Untuk wawancara kasus Westerling ini, para korban yang akan diwawancara rata-rata sudah berusia lanjut.

Liputan6.com, Makassar - Hampir 72 tahun berlalu, namun proses pengusutan kasus kejahatan perang Kapten KNIL (Koninklijke Nederlands-Indische Leger/Tentara Kerajaan Hindia Belanda) Raymond Paul Pierre Westerling di Sulawesi Selatan (Sulsel) tetap berlanjut.

Dalam kurun April-Juni, hakim dari Belanda akan mewawancarai korban-korban Westerling di Makassar, Sulsel. Jumlah korban yang akan diwawancara sebanyak 39 orang. "Wawancara melalui Skype," ucap Ketua Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB) Jeffry Pondaag melalui sambungan telepon kepada Liputan6.com, Rabu 7 Maret 2018.

Proses wawancara direncanakan berlangsung tiga jam setiap hari. Wawancara dimulai pukul 08.00 pagi waktu Belanda. Untuk kasus ini, pengadilan setempat mempercepat jadwal persidangan. Biasanya sidang dimulai sejak pukul 09.00 waktu setempat. "Jadi untuk kasus Westerling ini mereka sangat serius," katanya.

Proses hukum kasus ini mulai digulirkan oleh Jeffrey pasca-kemenangannya dalam kasus Rawagede, Bekasi, sekitar tahun 2011. Tuntutannya adalah permintaan maaf dan ganti rugi dari Pemerintah Belanda. "Belanda hanya mau minta maaf pada korban yang terbukti menang di pengadilan," jelasnya.

Untuk wawancara kasus Westerling ini, para korban yang akan diwawancara rata-rata sudah berusia lanjut. "Kalau yang janda usianya sekitar 80 tahun, kalau yang dulunya anak-anak sekarang sekitar 60 tahun," tutur Jeffry.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

2 dari 3 halaman

Peristiwa Korban 40 Ribu Jiwa

Adapun Hari Korban 40.000 Jiwa diperingati setiap 11 Desember untuk mengenang pembantaian rakyat Sulawesi Selatan oleh serdadu Belanda di bawah pimpinan Kapten KNIL Raymond Paul Pierre Westerling.

Aksi brutal Belanda itu dimulai pada 11 Desember 1946 setelah Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Van Mook, memaklumkan keadaan darurat perang di sebagian besar daerah Sulawesi Selatan, meliputi kota praja Makassar, Afdeling Makassar, Bonthain (Bantaeng), Parepare, dan Mandar.

Atas perintah Jenderal S Poor, Panglima KNIL di Jakarta, maka Komandan KNIL di Sulawesi Selatan, Kolonel HJ de Vries mengeluarkan surat perintah harian pada 11 Desember 1946 kepada seluruh jajaran tentara Belanda di bawah komandonya agar serentak menjalankan operasi pengamanan.

Operasi dilakukan berdasarkan keadaan darurat perang dengan melakukan tindakan tegas, cepat dan keras, tanpa kenal ampun dengan melaksanakan tembak di tempat tanpa proses.Operasi pembersihan dan pembunuhan yang dipimpin Westerling berlangsung selama kurang lebih lima bulan, sampai ditariknya kembali pasukan Westerling dari Sulawesi Selatan pada 22 Mei 1947.

Diperkirakan sekitar 40.000 rakyat Sulawesi Selatan terbunuh. Alhasil, tragedi itu disebut Peristiwa Korban 40.00 Jiwa di Sulawesi Selatan.

 

3 dari 3 halaman

Permintaan Maaf Belanda dan Ganti Rugi 20 Ribu Euro

Enam tahun silam, pemerintah Belanda melalui kedutaan besarnya di Indonesia menyampaikan permintaan maaf kepada para janda yang suaminya menjadi korban kekejaman tentara Belanda di bawah pimpinan Raymond Pierre Paul Westerling.

Duta Besar Negara Belanda untuk Indonesia Tjeerd De Zwaan menyampaikan permohonan maafnya melalui pidato secara terbuka yang dihadiri oleh 4 perwakilan dari 10 janda yang suaminya menjadi korban pembantaian yang terjadi pada periode 1945-1949.

"Kami menyadari bahwa mempunyai tanggung jawab yang khusus terhadap para janda korban yang dieksekusi oleh tentara Belada di Sulawesi Selatan dan Rawagede," kata Tjeerd De Zwaan di Kedutaan Besar Belanda di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Kamis, 12 September 2013, dikutip Liputan6.com.

"Atas kejadian tersebut, saya menyampaikan permintaan maaf kepada para janda di Bulukumba, Pinrang, Polewali Mandar, dan Parepare," tambah dia.

Tak hanya itu, pemerintah Belanda juga memberikan tunjangan kepada 10 janda yang suaminya menjadi korban pembantaian tersebut masing-masing sebesar 20 ribu Euro. Sebelumnya, 10 janda itu mengadukan kekejaman Westerling tersebut ke Mahkamah Internasional.

"Kami juga telah membuat kesepakatan dengan para janda ini tentang kompensasi. Kami juga berharap dengan permintaan maaf ini membantu para janda yang terkena langsung dampak dari kekerasan yang terjadi pada periode 1945-1949," tambah Tjeerd De Zwaan.