Sukses

Pro Kontra Mahasiswi Bercadar, Bagaimana Sikap IAIN Purwokerto?

IAIN Purwokerto tak melarang mahasiswi bercadar. Tetapi, di sisi lain, kampus juga tak secara tegas membolehkan.

Liputan6.com, Purwokerto - Pro dan kontra meruap begitu Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, melarang mahasiswinya bercadar di dalam kampus dan meminta agar yang tak mengikuti aturan pindah ke kampus lain.

Alasannya sebenarnya masuk akal, kampus menghendaki agar mahasiswa dan segenap civitas academika bersikap inklusif, atau terbuka. Sebaliknya, cadar dianggap mewakili kelompok yang eksklusif.

Pandangan lebih moderat soal mahasiswi bercadar dikemukakan oleh Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto, Luthfi Hamidi. Pemakai cadar tak berarti mencerminkan sikap radikal.

Terpenting adalah sikap dan ideologi mahasiswanya tetap terjaga. Dalam pandangannya, mahasiswi bercadar dalam budaya Islam juga bukanlah hal yang tabu.

Sebab itu, IAIN Purwokerto, tak melarang mahasiswi bercadar. Tetapi, di sisi lain, kampus juga tak secara tegas membolehkan, apalagi menganjurkan mahasiswinya bercadar.

"Kita masih tetap tidak melarang, tetapi juga tidak secara vulgar membolehkan. Jadi belum ada keputusan secara resmi," ucapnya, saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (7/3/2018).

Tetapi, ia menepis bahwa hal itu adalah pembiaran. Sebab, radikalisme adalah hal yang amat dilarang di dalam kampus. Ini termasuk larangan untuk paham yang hendak mendirikan negara Islam.

 

2 dari 3 halaman

3 Mahasiswi Bercadar di IAIN Purwokerto

Menurut Luthfi, yang patut ditekankan dalam mendidik mahasiswa adalah sikap mental yang inklusif dan penanaman paham keberagaman. Sebab, Islam sendiri memiliki prinsip “Rohmatan lil ‘alamiin”, atau menjadi rahmat untuk sekalian alam.

Pemahaman Islam yang baik adalah yang menghargai dan menghormati agama lain, atau seagama namun memiliki pendapat berbeda.

"Karena bagi kami yang terpenting, selama tidak ada hal-hal, tidak ada yang mengganggu proses pembelajaran, menganggu proses pergaulan sosial. Tidak ada yang menganggu proses penanaman kebangsaan, paham Islam Rohmatan lil ‘alamin," dia menjelaskan.

Ternyata, di IAIN Purwokerto ada tiga mahasiswi yang menggunakan cadar. Namun, kampus tak mempermasalahkan. Tiga mahasiswi bercadar itu berasal dari Thailand.

Berdasar keterangan yang diperolehnya, cadar menjadi budaya di tempat asal ketiga mahasiswi tersebut. Mereka pun hanya mengenakan cadar saat berada di luar. Ketika mengikuti kuliah, mereka melepas cadarnya.

"Ya biasa di Pattani. Di sana seperti itu," dia menerangkan.

 

3 dari 3 halaman

Mata Kuliah Islamic Building

Luthfi pun menjamin, IAIN Purwokerto jauh dari paham radikal. Baik mahasiswa, dosen maupun karyawan IAIN memiliki pemahaman yang inklusif. Secara berkala, diskusi dan pertemuan dilakukan untuk menanamkan kembali ajaran keberagaman.

Bahkan, mahasiswa di seluruh jurusan juga dibekali dengan Islam inklusif dengan mata kuliah Islamic Building, yakni merujuk pada pandangan Islam yang damai dan sebagai rahmat untuk semuanya.

"Itu berlaku untuk semua mahasiswa di fakultas dan jurusan di IAIN Purwokerto," dia menegaskan.

Luthfi mengemukakan, ada perbedaan pendapat hukum mengenakan cadar. Satu pihak berargumen, bahwa penggunaan cadar adalah budaya Timur Tengah.

Diketahui, Timur Tengah didominasi daerah gurun pasir dan tanah kering. Cadar digunakan untuk melindungi diri dari terpaan debu dan pasir.

Tetapi, di pihak lain, ada pula penafsiran kelompok tertentu, bahwa cadar hukumnya wajib dikenakan oleh perempuan untuk menutup aurat, termasuk muka.

Saksikan video pilihan berikut ini: