Liputan6.com, Yogyakarta Evi Astuti tidak kuasa menahan tangisnya ketika ditanya perihal larangan mahasiswi bercadar di kampus tetangga. Mahasiswi yang juga bercadar itu memang tidak mengenyam pendidikan tinggi di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, tetapi ia juga tidak bisa menahan emosinya ketika juru warta meminta tanggapannya.
Perempuan berusia 21 tahun itu tercatat sebagai mahasiswi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta. Di sela-sela air mata yang mengalir membawahi niqabnya, Evi merasa teman-temannya yang memutuskan untuk memakai cadar itu sudah melewati banyak hal yang berat.
"Sudah memutuskan memakai cadar itu berat, setelah itu disuruh lepas, bagaimana perasaan mereka (mahasiswi bercadar)," ujar Evi yang ditemui di kampusnya, Jumat (9/3/2017).
Advertisement
Baca Juga
Ia membayangkan betapa terintimidasinya menjadi mahasiswi bercadar karena merasa diperlakukan tidak adil. Evi meminta orang-orang yang membuat kebijakan itu memiliki empati.
"Pikirkan perasaan kami, padahal kami tidak mengancam kalian," ucap mahasiswi bercadar yang kuliah di jurusan ekonomi manajemen ini.
Â
Mengikuti Istri Nabi
Evi memakai cadar belum lama, sekitar akhir tahun lalu. Meskipun demikian, perubahannya tidak frontal.
"Saya hijrah sedikit demi sedikit, dulu sejak SD memahami sudah pakai jilbab, tetapi masih pakai lepas," kata perempuan asal Cilacap ini.
Alasan Efi memakai cadar semata-mata mengikuti tuntunan di dalam agamanya. Ia berpendapat cadar adalah pilihan, sebab ulama ada yang mewajibkan dan ada juga yang menganggapnya sunah.
"Ketika mantap ya mengikuti, istri-istri nabi juga bercadar, tidak bercadar pun tidak apa-apa," ucapnya.
Bagi Evi, perintah untuk melepas cadar seperti mengeruk tekad. Sebab, mereka butuh banyak keberanian sampai akhirnya berani memutuskan untuk bercadar.
Ia juga tidak sepakat apabila cadar dikaitkan dengan teroris dan radikalisme. "Lihat dari akhlak dan kebiasaannya," tuturnya.
Â
Advertisement
Tak Menggubris Ejekan
Evi mengaku ada sebagian orang yang merundungnya karena bercadar. "Ada yang mengecek seperti hantu atau teroris," ucapnya.
Namun, Evi tidak terlalu mempersoalkan hal itu. Menurutnya, orang yang mengejek karena tidak paham.
Beruntung, kampusnya tidak mendiskreditkan mahasiswi yang bercadar. Saat menjalani ujian pun, dia tidak perlu melepas cadar karena pengawas sudah hafal dengan tatapan mata dan suaranya.
Evi tidak mempermasalahkan apabila kampusnya mendata mahasiswi bercadar.
Â
Tetap Ikuti Aturan
HN, mahasiswi bercadar di UAD Yogyakarta yang juga calon guru mengaku tidak memiliki kesulitan saat bergaul. Bahkan, ketika harus melepas cadar saat mengikuti praktik mengajar sebagai bagian dari tugas kuliah, ia juga mengikuti aturan itu.
"Karena memang aturannya seperti itu sejak dulu," ucap perempuan berusia 21 tahun ini.
HN yang berasal dari Padang ini mengungkapkan baru menggunakan niqab pada Oktober 2017. Sebelumnya, ia hanya berjilbab.
HN yang kerap menghadiri diskusi umum di Masjid Jogokaryan ini mantap bercadar setelah mempelajari agama dan banyak membaca.
Dia juga menyarankan kepada rekan-rekannya sesama mahasiswi bercadar di UIN Sunan Kalijaga untuk tetap mengikuti aturan kampus.
"Apabila dipanggil untuk pembinaan ya datang saja, walaupun kalau disuruh lepas cadar juga berat rasanya," kata HN.
Advertisement