Aceh Jaya - Aceh punya jejak penting dalam sejarah penerbangan di Tanah Air. Pesawat pertama milik Indonesia yang bernama Dakota RI-001 merupakan hasil sumbangan masyarakat Aceh.
Ada cerita di balik pembelian pesawat pertama RI itu. Salah satunya dari keluarga Nyak Sandang yang ikut menyumbang untuk pembelian burung besi tersebut.
JawaPos.com berkempatan mengunjungi kediaman Nyak Sandang di Gampong Desa Lhuet, Kecamatan Jaya, Kabupaten Aceh Jaya, Aceh. Usia Nyak Sandang tak lagi muda. Namun pria kelahiran Mukhan, 4 Februari 1927 itu masih mengingat jelas peristiwa yang terjadi pada 1950 itu.
Advertisement
Nyak Sandang berkisah, saat itu masyarakat Aceh sangat antusias untuk menyumbang pembelian pesawat pertama RI itu. Khususnya warga Lamno, Aceh Jaya. Seruan untuk menyumbang datang dari seorang ulama yang disegani dan dihormati. Dia adalah Abu Sabang atau Muhammad Idrus.
Baca Juga
Sebelumnya, Abu Sabang berserta ulama lain dan Gubernur Aceh Daud Beureueh telah melakukan pertemuan dengan Presiden pertama RI Sukarno. Pertemuan itu berlangsung di Banda Aceh.
Mereka bermusyarawah sekaligus mendengarkan keinginan Sukarno, yakni keinginan Indonesia memiliki pesawat.
"Apa yang disampaikan Ayah Daud (melalui ulama) kepada rakyat ketika itu merupakan pesan dari Bung Karno. Permintaan Bung Karno. Makanya ketika itu Ayah Daud mengumpulkan semua ulama yang ada di Lamno," tutur Nyak Sandang, putra almarhum Tgk Ibrahim itu.
Gayung bersambut. Masyarakat pun merespon seruan dari Gubernur Aceh melalui ulama. Mereka beramai-ramai menyumbangkan hartanya secara suka cita. Salah satunya, keluarga Nyak Sandang.
Demi bisa membantu pemerintah, orangtua Nyak Sandang rela menjual tanah yang ditanami 40 pohon kelapa. Ketika itu, tanah tersebut laku Rp 100 ribu. Selanjutnya, uang diserahkan kepada perwakilan pemerintah.
"Apa boleh buat, saya jual karena perlu uang dan sudah cinta dengan negara. Makanya direlakan. Bukan saya yang memberikan uangnya. Tapi ayah saya. Ketika itu, uang sumbangan diserah kepada seorang Wedana Kewedanaan (Bupati) Aceh Jaya. Setelah disetor ke Calang, baru mendapat kuitansi," ungkap Nyak Sandang.
Â
Baca berita menarik lainnya dari JawaPos.com di sini.
Â
Simak video pilihan berikut ini:
Â
Senang Bisa Memberikan Manfaat bagi Negara
Ada puluhan dari total 80 kepala keluarga (KK) di Desa Gampong Mukhan yang memberikan sumbangan. Pada masa itu, warga masih kesulitan ekonomi, sehingga tidak semuanya membantu pembelian pesawat.
"Ketika itu orang-orang ramai ikut menyumbang untuk membeli pesawat. Saat itu, warga di desa kami tidak terlalu ramai. Walaupun ketika itu sumbangan dianggap sebagai obligasi, tapi tidak semuanya orang menyumbang. Karena warga miskin," ujarnya.
Masyarakat yang telah menyumbang lantas diberikan tanda bukti berupa obligasi. Artinya, pemerintah Indonesia berutang dan akan menggantinya dalam jangka 40 tahun. "Sejak awal menyumbang, saya ikhlas. Dijanjikan akan diganti dan dikembalikan. Negara yang berutang kepada kami," tegas Nyak Sandang.
Setelah uang sumbangan terkumpul seluruhnya di Kewedanaan Aceh Jaya, selanjutnya diserahkan kepada Sukarno. Baru kemudian dibelikan pesawat.
Nyak Sandang sangat senang setelah mengetahui Indonesia memiliki pesawat. Ia bersyukur karena bisa memberikan sesuatu dan membantu Indonesia. Dia juga sempat melihat langsung pesawat yang membawa Sukarno menjelajahi Indonesia lewat udara.
"Saya pernah lihat pesawatnya. Ketika itu pesawat terbang menuju Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat. Kami semua ketika itu sangat gembira. Kami menunjuk-nunjuknya. Kami sekampung melampaikan tangan dan berkata, itu pesawat yang kami bantu beli. Itu punya kami. Sudah terbang (pesawat) kami," cetusnya sambil menebar senyum.
Ban pesawat Dakota RI-001 sudah mencium sejumlah landasan udara di Indonesia. Meski demikian, Nyak Sandang belum pernah melihat RI-001 dari jarak dekat, apalagi menaikinya.
Namun, hal itu tak lantas membuatnya abai pada bukti obligasi yang pernah diterima karena sudah ikut menyumbang dana pembelian pesawat. Bukti berupa secarik kertas itu ia simpan dan jaga baik-baik. Hingga kini, pemerintah juga tak kunjung mengganti sumbangan pembelian pesawat tersebut.
"Alasan saya menyimpannya karena ayah saya berpesan, saya harus menjaganya. Itu sebagai tanda kami berjasa kepada pemerintah dan Indonesia. Sehingga pemerintah nantinya juga melihat (jasa) kami," dia menandaskan.
Advertisement