Sukses

UGM Tepati Janji Kirim Mahasiswa KKN Atasi Gizi Buruk Asmat

Sebanyak 12 mahasiswa UGM berangkat ke Papua dan menetap di Asmat selama 45 hari. Mereka melanjutkan misi dari tim Disaster Response Unit (Deru) UGM untuk mengatasi gizi buruk di wilayah itu.

Liputan6.com, Yogyakarta - Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menepati janjinya dengan mengirimkan kelompok KKN mahasiswa ke Agats untuk membantu menangani persoalan gizi buruk Asmat Papua. Sebanyak 12 mahasiswa diterjunkan mulai Kamis, 15 Maret 2018 dan akan berada di Asmat selama 45 hari.

Mereka terdiri dari 10 mahasiswi dan dua mahasiswa yang berasal dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK), Geografi, dan Ekonomi.

Berbeda dengan tim Disaster Respons Unit (Deru) UGM yang memberikan bantuan secara responsif, tim KKN Peduli Bencana (PB) UGM bertugas menginisiasi program promosi kesehatan serta pemberdayaan masyarakat lewat sektor edukasi, ekonomi, dan lingkungan. Program itu memiliki potensi berkelanjutan dan bisa diikuti masyarakat setempat.

"Kami akan mengadakan penyuluhan gizi buruk karena kemarin di sana ada kasus gizi buruk Asmat, juga ada penyuluhan terkait vaksinasi, dan Makanan Pengganti ASI (MPASI)," ujar Pritania, salah satu peserta KKN PB UGM, saat pelepasan mahasiswa KKN ke Agats Asmat Papua di Gedung Direktorat Pengabdian kepada Masyarakat UGM, Kamis, 15 Maret 2018.

Mahasiswa KKN dari fakultas geografi akan melakukan pemetaan, dan mahasiswa jurusan ekonomi akan melakukan pemberdayaan ekonomi masyarakat setempat.

Mereka juga sudah mencanangkan sejumlah program seperti edukasi kesehatan mengenai santai, nutrisi dan pengolahan bahan pangan, peningkatan minat literasi dengan mendirikan taman bacaan anak dan remaja, penggalian dan pemetaan masalah pertanian, kesehatan, dan lingkungan. Program itu dianggap relevan untuk mengatasi gizi buruk Asmat yang bukan hanya karena persoalan kesehatan melainkan juga sosial dan budaya.

 

2 dari 4 halaman

Terpilih dari 45 Mahasiswa

Tim KKN PB UGM terpilih dari 45 mahasiswa yang mendaftar untuk mengikuti KKN di Asmat. Mereka lolos sejumlah tes, seperti, kesehatan, wawancara, dan sebagainya.

"Mereka juga sudah diberi obat penangkal malaria, sehingga ketika kembali ke sini tidak membawa penyakit malaria," ujar Irfan Dwidya Priambada, Direktur Pengabdian kepada Masyarakat UGM.

Ia menilai masalah utama di Agats adalah masalah sosial sehingga tim KKN PB UGM harus melakukan pendekatan sosial. Pendekatan yang dimaksud adalah melebur dalam keseharian masyarakat.

Pernah tim KKN UGM di suatu tempat mengadakan penyuluhan dan tidak diterima oleh masyarakat karena mereka berpendapat ketika menghadiri acara penyuluhan harus diberi uang.

"Ketika itu akhirnya tim KKN ikut bekerja di ladang dan ternyata justru lebih efektif dalam memberikan informasi maupun edukasi karena diterima masyarakat," kata Irfan.

 

3 dari 4 halaman

Harus Dapat Izin dari Kedua Orangtua

Irfan mengatakan mahasiswa yang berangkat ke Asmat harus mengantongi izin dari kedua orangtua. Hal itu ditunjukkan dengan surat yang ditandatangani oleh bapak dan ibu mahasiswa.

Ia bercerita sejak 2013, mahasiswa KKN wajib melampirkan tanda tangan persetujuan kedua orang tua. Pasalnya, sempat ada kejadian hanya ayah yang menyetujui dan UGM diproses oleh ibunya yang ternyata tidak mengizinkan.

"Sejak 2014 tidak ada protes dari orangtua," tuturnya.

Sebagai Direktur Pengabdian kepada Masyarakat, ia bertugas mencari tiket perjalanan dan menghubungi sejumlah alumni UGM yang berada di Asmat. Mereka diharapkan dapat membantu atau memberi saran kepada juniornya yang sedang menjalankan KKN.

Demikian pula dengan dosen pembimbing lapangan haruslah orang yang sudah paham wilayah di tempat KKN.

"Entah pernah menetap atau sering melakukan perjalanan ke tempat itu," ucap Irfan.

 

4 dari 4 halaman

Biaya Perjalanan Ditanggung UGM

Irfan tidak menampik, UGM pernah mengirimkan proposal bantuan kepada Freeport untuk sponsor tim KKN. Namun, sampai saat ini belum ada jawaban resmi.

"Sewaktu itu secara omongan sudah disepakati, tetapi ketika kami mengirimkan proposal ternyata yang mengurusi sedang berhalangan," kata Irfan.

Meskipun demikian, tim KKN PB UGM tetap berangkat ke Asmat. Biaya transportasi seluruhnya ditanggung oleh UGM. Nominalnya terbesar jika dibandingkan dengan KKN di lokasi lain, akan tetapi Irfan enggan menyebutkan jumlahnya secara pasti karena takut menimbulkan perasaan iri di antara peserta KKN lainnya.

Biaya yang ditanggung mahasiswa hanya lah biaya hidup sehari-hari. Untuk akomodasi, UGM juga sudah bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat.

UGM juga tidak menutup kemungkinan, apabila ada perusahaan yang berminat memberikan sponsor, tim lain akan diberangkatkan ke Asmat pada Juni mendatang.