Liputan6.com, Padang - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat, Gusrizal Gazahar, mengajukan surat pengunduran diri menjadi dosen berstatus pegawai negeri sipil (PNS) di IAIN Bukittinggi.
"Surat pengunduran diri saya ajukan Senin, 19 Maret 2018. Sebenarnya, surat itu ingin saya ajukan Kamis (22/3), tapi karena situasi kurang kondisif, saya tunda," ujarnya kepada Liputan6.com, Selasa, 20 Maret 2018.
Buya--begitu ia akrab disapa--memilih mengundurkan diri menjadi pengajar karena tidak sejalan dengan kode etik IAIN Bukittinggi yang melarang perempuan tampil bercadar.
Advertisement
Baca Juga
Menurut dia, tidak ada alasan rasional pihak kampus melarang penggunaan cadar. Ia telah menyampaikan hal tersebut kepada pihak kampus. Namun, kata dia, usulannya tidak digubris.
Soal alasan akademis, ia mencontohkan di Arab Saudi. Di sana, tidak dilarang pemakaian cadar. Dalam ruang kelas pun, laki-laki dan perempuan dipisahkan tempatnya, untuk semua mata pelajaran.
Buya mempertanyakan mengapa di perguruan tinggi Islam larangan bercadar diterapkan, sementara masyarakat luar tidak mempermasalahkannya. Terlebih, sebutnya, di kampus-kampus yang menerapkan aturan serupa, peraturan itu sudah dicabut.
"Di luar sana, banyak orang menggunakan cadar, tapi masyarakat menghormatinya," ujarnya.
Â
Â
Dosen Terdampak
Seperti diberitakan, IAIN Bukittinggi mengeluarkan aturan pelarangan cadar di kampus. Dampak dari aturan ini, salah seorang dosennya, Hayati dibebastugaskan mengajar.
"Hayati meminta waktu untuk memutuskan sikap untuk menjalani kode etik dosen tentang pelarangan cadar dalam proses belajar mengajar," ujar Rektor IAIN Bukittinggi, Ridha Ahida, dalam konferensi pers, Jumat, 16 Maret 2018.
Menurut Ridha, hingga saat ini status Hayati masih sebagai dosen aktif. Gaji dan tunjangannya tetap diberikan.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement