Liputan6.com, Jambi - 'Hidup sebagai petualang dan menjadi tentara bayaran' demikian penggalan terjemahan lirik lagu yang melegenda milik grup musik heavy metal asal Inggris Deep Purple berjudul 'Soldier of Fortune'.
Cerita tentang tentara bayaran juga terpatri di Jambi. Sebuah cerita tentang perjuangan seorang mantan serdadu yang memilih menjadi 'tentara bayaran' yang disewa pemerintah RI pada masa agresi militer Belanda ke II di Jambi.
Adalah Ralph Richard (RR) Cobley, warga negara Australia yang lahir pada 1919 di Hampstead, London, Inggris dari pasangan John Cowan Cobley dan Minnie May Cobley. Saat dia dewasa, tengah berkecamuk perang dunia ke-II.
Advertisement
Baca Juga
Sebagai pemuda yang lahir dan tumbuh saat perang dunia berkecamuk, Cobley tumbuh dan besar menjadi seorang tentara. Ia pun terlibat langsung dalam sengitnya perang dunia ke-II.
Berdasarkan catatan dari buku 'Army Wings: A History of Army Air Observation Flying 1914-1960 yang ditulis Robert Jackson, nama RR Cobley tercatat sebagai salah satu pilot di skuadron Royal Australia Air Force (RAAF) berpangkat mayor dengan nomor 652.
Tak banyak catatan yang didapat hingga akhirnya dia pensiun dan memiliki sebuah pesawat jenis amfibi bernama Catalina. Seusai pensiun sebagai pilot, Cobley tetap menekuni dunia kedirgantaraan.
Bahkan ia sempat ikut andil dalam perang kemerdekaan Indonesia, khususnya di Jambi meski awalnya menyandang status 'soldier of fortune' alias tentara bayaran.
Lantas bagaimana cerita RR Cobley bisa ikut berjuang hingga meninggal dunia di Jambi pada masa agresi militer Belanda ke II?
Â
Sewa Pesawat
Usai Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada 1945 tak lantas membuat Belanda pergi dari bumi pertiwi. Hampir di sejumlah daerah terjadi kontak bersenjata antara para pejuang kemerdekaan dengan pasukan Belanda. Salah satunya ada di Jambi.
Salah satu kisah heroik adalah cerita agresi militer Belanda II pada 1948.
Dari penuturan Helmiyati yang juga menjabat sebagai Kepala Seksi Pengelolaan Data Koleksi Museum Perjuangan Rakyat Jambi, kedatangan Belanda ke Jambi pada masa agresi militer sudah tercium oleh Kepala TNI Sub Teritorium Djambi (STD) atau pemimpin TNI tertinggi di Jambi saat itu, Kolonel Abundjani.
Demi mengusir Belanda, Abundjani bertekad untuk menyerang pangkalan udara milik Belanda di daerah Talang Sumut, Palembang, Sumatera Selatan. Jarak Jambi - Palembang yang lumayan jauh serta target serangan adalah pangkalan udara, mengharuskan TNI di Jambi memiliki sebuah pesawat.
Hingga kemudian munculah ide untuk menyewa pesawat jenis amfibi milik RR Cobley. Sebelumnya, para petinggi militer dan pejuang Indonesia pernah bertemu RR Cobley di Bangkok, Thailand. Saat itu, Cobley menawarkan diri sebagai pilot sekaligus menyewakan pesawat pribadinya kepada Indonesia untuk membantu perjuangan kemerdekaan.
"Hingga kemudian hadirlah pesawat Catalina 005 di Jambi," ujar Helmiyati pertengahan 2017 lalu.
Â
Advertisement
Mendarat di Sungai Batanghari
Tak diketahui secara pasti berapa Cowbley menyewakan pesawatnya kepada pemerintah Indonesia saat itu. Usai resmi disewa, RR Cobley lantas membawa pesawat miliknya ke Indonesia.
Pertama kali ia mendarat di Danau Tulung Agung, Jawa Timur pada 1947. Kemudian berlanjut terbang ke Jambi dan mendarat di sungai Batanghari.
Oleh pemerintah RI saat itu, nomor register pesawat diganti menjadi RI 005. Tugas yang diemban Cobley dan pesawatnya tak hanya di Jambi saja. Namun sebagai penghubung antar-daerah di Sumatera seperti Bukit Tinggi di Sumatera Barat, Prapat, Banda Aceh, Tanjung Karang, Yogyakarta bahkan hingga ke Singapura.
Tak hanya sebagai penghubung, Cobley dan pesawatnya juga bertugas membawa serta mendistribusikan bahan makanan, pakaian hingga perlengkapan militer dan sipil.
Â
Cobley Meninggal Dunia
Meski rencana awal menyewa pesawat milik Cobley adalah untuk menyerang pangkalan udara milik Belanda di Palembang. Nyatanya rencana tersebut tak pernah terealisasi hingga Cobley meninggal dunia.
Berdasarkan sejumlah catatan sejarah di Museum Perjuangan Rakyat Jambi, serangan tersebut gagal akibat kerusakan mesin yang dialami pesawat Catalina RI 005.
Pada 29 Desember 1948, Belanda berhasil menduduki Jambi. Saat itu, dibantu para pejuang, RR Cobley bersama seorang mekanik bernama Jon Londa dan seorang pejuang Indonesia bernama Prangko Kusumo ingin memindahkan pesawat tersebut dari sungai Batanghari ke Singapura.
Ini dilakukan agar pesawat Catalina RI 005 tidak jatuh ke tangan Belanda, sekaligus untuk memperbaiki dan mengganti suku cadang mesin pesawat yang rusak.
Berbekal keberanian dan pengalaman bertahun-tahun sebagai pilot, Cobley nekat menerbangkan pesawatnya yang rusak dengan ditemani Jon Loda dan Prangko.
Cobley sengaja terbang saat hari mulai gelap agar tidak terpantau pasukan Belanda. Nahas, karena salah satu mesin rusak, laju terbang pesawat menjadi tidak seimbang. Catalina RI 005 menukik hingga menabrak sebuah kapal tongkang yang sengaja ditenggelamkan melintang di Sungai Batanghari.
"Para pejuang saat itu sengaja menenggelamkan kapal tongkang di Sungai Batanghari sebagai barikade di air untuk mencegah masuknya pasukan Belanda ke pedalaman Jambi," ujar Helmiyati menjelaskan.
Akhir perjuangan RR Cobley bersama pesawat Catalina yang ia sewakan kepada pemerintah Indonesia selama kurang lebih dua tahun pun tamat. Pada kecelakaan itu, Cobley dan Jon Londa dinyatakan meninggal dunia.
Sementara Prangko yang menjabat sebagai Kepala Tata Usaha Markas Pertahanan Surabaya dengan pangkat Sersan Mayor AURI selamat usai melompat ke sungai dari pintu belakang pesawat.
Â
Advertisement
Museum Perjuangan Rakyat Jambi
Hingga pada tahun 1991 muncul gagasan untuk mencari puing-puing pesawat Catalina RI 005 yang hancur menabrak kapal tongkang di sungai Batanghari. Ide tersebut sangat didukung Gubernur Jambi saat itu, Abdurrahman Sayuti.
Kerja keras mencari puing pesawat milik RR Cobley pun berbuah hasil. Patahan badan pesawat, sayap hingga mesin dapat ditemukan di dasar sungai Batanghari. Puing-puing pesawat itu berhasil diangkat dari pendaman lumpur sedalam delapan meter.
Kini, jejak perjuangan sang 'tentara bayaran' RR Cobley bersama pesawat Catalina miliknya bisa dilihat di Museum Perjuangan Rakyat Jambi. Lokasinya berada strategis di Jalan Sultan Agung Nomor 12, Kota Jambi.
Di komplek ini juga berjejer sejumlah situs sejarah lainnya, seperti menara air peninggalan Belanda serta masjid terbesar di Provinsi Jambi Masjid Agung Al-Falah atau yang dikenal sebagai Masjid Seribu Tiang.
Untuk menuju museum ini hanya dibutuhkan waktu sekitar 15-20 menit dari Bandara Sultan Thaha Jambi. Replika pesawat Catalina milik RR Cobley yang disewa pemerintah Indonesia berdiri kokoh di depan bangunan museum.