Liputan6.com, Yogyakarta - Tak perlu merogoh kocek dalam-dalam untuk mendapatkan segelas kopi dari biji asli dengan cita rasa kafe ternama. Kopi Keliling atau Koling membanderol kopi nusantara dengan harga terjangkau.
Koling menjual kopi yang tidak hanya pas di lidah, melainkan juga suasana yang tidak dilupakan. Beragam menu kopi dijual memakai gerobak yang parkir di beberapa titik di Malioboro.
Harga satu gelas kopi dibanderol Rp 10.000 sampai Rp 15.000. Konsumen bisa memilih kopi dengan es atau panas. Ragam menu kopi yang ditawarkan antara lain, kopi susu petani, kopi hitam, V60, green tea, kopi nangka, dan sebagainya. Koling juga menyediakan cokelat dan teh tarik.
Advertisement
Baca Juga
Uniknya, bukan saja soal kopi nusantara yang ditawarkan, tetapi juga pengalaman dan edukasi budaya lokal yang tidak terlupakan.
Penjual Koling memakai baju surjan. Tidak sedikit wisatawan yang tidak hanya membeli kopi, melainkan mengajak mereka berfoto bersama di depan gerobak.
Mencari Koling tidak sulit. Kopi di atas gerobak itu bisa ditemui di beberapa titik di Yogyakarta mulai pukul 12.00 sampai 24.00 WIB. Sepanjang Jalan Malioboro ada empat titik, yakni dua titik di depan Hotel Inna Garuda, satu titik di depan gedung DPRD DIY, dan satu titik di depan Malioboro. Koling juga memasang gerobak di Alun-Alun Selatan dan Tugu Yogyakarta.
Â
Asal Mula Koling
Koling merupakan kependekan dari Kopi Keliling. Namun bisa juga dimaknai sebagai calling atau panggilan.
"Dulu banyak yang pesan bisa dicalling enggak (pesan antar), jadi sekalian saja dipakai jadi nama," ujar Nikolas Deni Firman, pemilik Koling, kepada Liputan6.com pada akhir pekan lalu.
Ia mulai menjual kopi di atas gerobak bersama dengan sang kakak yang bernama Donatus Dayu Pratama pada 2014. Sebelum memakai nama Koling, ia menamakan usahanya Coffee Road 26 dengan konsep kafe jalanan.
Sekitar lima bulan berjalan, ia memiliki ide untuk menampilkan cara pemasaran yang berbeda. Penjual kopi memakai surjan.
Nikolas mengungkapkan gerobak kopi dan surjan menarik perhatian orang. Bukan untuk membeli kopi, tetapi berswafoto.
Keberadaan kopi baru diketahui sekitar satu bulan kemudian. Orang-orang mulai bertanya apa yang dijual.
"Baru lah kami menjelaskan soal kopi nusantara yang kami tawarkan," ucapnya. Setelah banyak orang tahu, penjualan kopi pun melejit. Sebanyak 30 sampai 50 cup terjual setiap hari. Jumlah itu melonjak pada akhir pekan sampai 100 cup.
Â
Advertisement
Siap Buka 300 Unit
Nama Koling juga tidak lepas dari urusan administrasi. Nikolas mendaftarkan usahanya untuk mendapatkan hak paten. Selain itu juga tempat usahanya sudah berbentuk CV dan pada tahun ini resmi menjadi PT.
Keberadaan PT Kopi Keliling Nusantara tidak bisa dilepaskan dari rencananya untuk ekspansi usaha besar-besaran ke Sumatera, Jawa, dan Bali.
"Rencana mau buka 300 unit," tuturnya.
Rencana itu terwujud setelah menggandeng perusahaan produsen kopi untuk bekerja sama. Sebelumnya, Koling hanya ada di Yogyakarta, Magelang, dan Semarang.
Konsep pemasaran yang diterapkan juga sama. Di setiap daerah, penjual akan memakai baju adat khas masing-masing.
Soal karyawan, Nikolas tidak punya syarat latar belakang pendidikan tertentu. Ia juga mengedukasi karyawannya soal kopi dan takaran penyajian.
"Kami ambil semua kalangan, yang penting ada niat dan jujur," tuturnya.
Â
Tanpa Sepengetahuan Orangtua
Semula, Nikolas dan sang kakak tidak memberitahu orangtua perihal usahanya. Dari berjualan kopi, ia bisa membiayai kuliah dan kehidupan sehari-harinya sendiri.
Hal itu menimbulkan kecurigaan orangtuanya. Suatu saat, sang ibu yang berdomisili di Lampung menyambangi anaknya di Yogyakarta.
"Baru saat itu sekitar akhir 2017, orangtua tahu apa yang dikerjakan anaknya," kata Nikolas.
Mahasiswa Jurusan Pertanian UPN "Veteran" Yogyakarta ini memilih kopi sebagai objek juga tidak sengaja. Dulu, ia sering bermain ke kebun kopi di Temanggung. Dari situ, kecintaannya terhadap kopi muncul.
"Usaha kopi ini juga ingin membantu petani kopi nusantara," ujar Nikolas.
Advertisement