Liputan6.com, Semarang - Semarang melejit dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI). Ini adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan, dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. Sebuah parameter bagaimana warga dapat mengakses hasil pembangunan.
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi menyebutkan bahwa tujuh tahun lalu yaitu 2011, IPM Semarang berada di bawah kota Surabaya dan Bandung. Berada di angka 77.58, sementara Surabaya sudah 77.62, dan Bandung 78.12.
"Jadi kalau itu rumah sakit, rasionya satu kamar rumah sakit untuk 200 penduduk. Bisa dibayangkan seberapa panjang antreannya," kata Hendi kepada Liputan6.com, Jumat (23/3/2018).
Advertisement
Baca Juga
Mulai 2014, rumah sakit di Semarang berbenah. Diawali dari RSUD Kota Semarang yang meningkatkan kapasitas ruang rawat inap bagi pasien kelas tiga. Saat itu dimaksudkan sebagai antisipasi jaminan kesehatan Universal Health Coverage (UHC).
Hanya butuh waktu dua tahun, IPM kota Semarang meningkat tajam, yakni 81,19 pada 2016. Angka itu menyalip Surabaya yang berada di angka 80,83 dan Bandung pada 80,13. Semarang terus bergerak naik. RSUD Kota Semarang membangun gedung baru, diikuti sejumlah rumah sakit swasta.
"Saya hanya berpikir bagaimana layanan kesehatan masyarakat Semarang dengan jaminan kelas tiga bisa diakses tanpa antre," kata Hendi.
Â
Pemanfaatan
Terkini, Rumah Sakit Pantiwilasa Dr. Cipto hendak meningkatkan kapasitas dengan membangun gedung lima lantai. Hendi yang diundang dalam penanaman tiang pancang berharap agar rumah sakit swasta juga menambah layanan kesehatan kelas tiga.
RSUD Kota Semarang yang kini bernama RSUD KRT Wongsonegoro jangan sampai sendirian melayani warga kelas tiga. "Semoga Pantiwilasa bisa lebih aktif menyediakan pelayanan kelas 3," kata Hendi.
Data di Rumah Sakit Pantiwilasa menyebutkan gedung lima lantai ini memiliki luas 4.600 m2 di atas lahan seluas 1.109 m2. Dari luasan itu, tempat tidur baru khusus kelas tiga hanya akan bertambah 84 saja. Ruangan lain dimanfaatkan untuk instalasi kamar operasi baru dan instalasi penunjang baru, yaitu ruang genset serta instalasi pengolah limbah cair.
IPM sendiri tidak melulu persoalan kesehatan. Ada juga masalah pendidikan. IPM dimanfaatkan di seluruh dunia untuk mengukur tingkat kesejahteraan, sebagai pelengkap metode GNP. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) / Human Development Index (HDI) juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup.
Indeks Pembangunan Manusia diawali pada 1990 dan dikembangkan oleh pemenang nobel India Amartya Sen bersama ekonom Pakistan Mahbub ul Haq. Mereka dibantu Gustav Ranis dari Yale University dan Lord Meghnad Desai dari London School of Economics. Metode IPMÂ ini dipakai oleh Program pembangunan PBB.
Menurut Amartya Sen, indeks ini sebagai "pengukuran vulgar" karena batasannya. Indeks ini lebih berfokus pada hal-hal yang lebih sensitif dan berguna dibanding pendapatan perkapita yang selama ini digunakan. Indeks ini juga berguna sebagai jembatan bagi peneliti yang serius untuk mengetahui hal-hal yang lebih terinci dalam membuat laporan pembangunan manusianya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement