Liputan6.com, Kupang - Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Desa Laob, Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT) Santi Yatni Asmada Bahan dipulangkan ke kampung halamannya dengan tangan hampa. Karena selama bekerja dua tahun di Malaysia, Santi tidak pernah dibayar majikannya.
“Saya menuntut agar gaji saya selama dua tahun bekerja di Malaysia dibayarkan,” kata Santi, Minggu, (25/3/2018).
Santi mengaku diberangkatkan secara ilegal oleh salah satu jaringan human traffiking Yanto Nalle pada 2015. Semua dokumen termasuk paspor di urus di Medan selama 2 hari dan setelah itu langsung diberangkatkan. Santi berangkat melalui jalur laut pelabuhan Port Klang, setelah itu dibawa ke penampungan dan agensi Agensi pekerjaan Prestij Bistari. Dari agensi tersebut, Santi mendapat majikan bernama Lee Kwok Siang beralamat di No. 19 Jl. Wira Height 3 Bandar Sungai Long Kajang, Selangor, Malaysia.
Advertisement
“Disitu saya bekerja selama 1,6 tahun tanpa permit (ijin kerja),” katanya.
Baca Juga
Santi juga menandatangani kontrak kerja sebagai PRT dengan gaji RM 750/bulan dengan potongan selama 5 bulan. Namun, majikan telah menyerahkan RM 20.000 ke Agency.
“Sampai pulang permit tidak pernah ada,” katanya. Santi mendesak agar gajinya diperkirakan sebesar Rp25 juta lebih dibayarkan, akibatnya majikan mengembalikan Santi ke agency tanpa dibayar sepeserpun.
“Saya sempat ditawari bekerja di majikan lainnya, tapi saya menolak, karena akan gaji akan dipotong 5 bulan,” katanya.
Akhirnya agency mengerjakan Santi di kantor agency sejak April-Desember 2017 dengan gaji RM 1500, namun uang gaji itu dikirim langsung ke orang tua di kampung halamannya. Namun pada 29 Desember 2017, agency mengantar Santi ke bandara untuk dipulangkan, karena lalai, sehingga tiga TKI berhasil kabur dari agency itu.
“Karena belum di bayar, saya hubungi saudara untuk dijemput, dan dibawa ke KBRI untuk mengurus gaji saya,” katanya.
Namun usaha itu juga belum berhasil, sehingga KBRI memulangkan Santi ke kampung halamannya.
Kisah TKI Asal NTT Lolos dari Majikan Galak di Malaysia
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, Petronela Malena (34) berhasil lolos dari rumah majikannya setelah menelepon KJRI di Malaysia. Jika tidak, Petronela bisa saja bernasib sama seperti Adelina Sau, TKI asal Timor Tengah Selatan (TTS) yang dipulangkan tak bernyawa.
Berkat koordinasi KJRI dengan pihak rohaniwan, Petronela akhirnya dipulangkan dan tiba di Bandara El Tari Kupang, Jumat, 2 Maret 2018. Saat tiba, ia mengisahkan awal mula bekerja di Malaysia.
Petronela mengaku direkrut oleh PT Putera Jabung Perkasa yang beralamat di Kupang tanpa izin orangtuanya pada Mei 2009. "Setelah diambil dari kampung saya dibawa ke Kupang dan diberangkatkan ke Jakarta selama dua bulan, selanjutnya dikirim ke Malaysia," tutur Petronela.
Di sana, Petronela bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah seorang pengusaha bernama Tante Poh. Sembilan tahun bekerja, Petronela dilarang majikannya untuk menghubungi siapapun, termasuk orangtuanya.
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, Petronela Malena (34) berhasil lolos dari rumah majikannya setelah menelepon KJRI di Malaysia. Jika tidak, Petronela bisa saja bernasib sama seperti Adelina Sau, TKI asal Timor Tengah Selatan (TTS) yang dipulangkan tak bernyawa.
Berkat koordinasi KJRI dengan pihak rohaniwan, Petronela akhirnya dipulangkan dan tiba di Bandara El Tari Kupang, Jumat, 2 Maret 2018. Saat tiba, ia mengisahkan awal mula bekerja di Malaysia.
Petronela mengaku direkrut oleh PT Putera Jabung Perkasa yang beralamat di Kupang tanpa izin orangtuanya pada Mei 2009. "Setelah diambil dari kampung saya dibawa ke Kupang dan diberangkatkan ke Jakarta selama dua bulan, selanjutnya dikirim ke Malaysia," tutur Petronela.
Di sana, Petronela bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah seorang pengusaha bernama Tante Poh. Sembilan tahun bekerja, Petronela dilarang majikannya untuk menghubungi siapapun, termasuk orangtuanya.
Advertisement
Tak Diketahui Orangtua
Sementara itu, ibu Petronela, Theresia Sose mengaku keberangkatan anaknya tanpa sepengetahuan mereka. Mereka baru tahu selama ini Petronela bekerja di Malaysia setelah mendapat kabar dari rohaniwan bahwa anak mereka kembali melalui bandara El Tari Kupang.
"Selama ini kami pasrah, kami tidak tahu harus mengadu ke siapa," kata Theresia.
Dia mengucapkan terima kasih kepada pihak KJRI dan rohaniwan yang berhasil memulangkan Petrnonela dalam kondisi sehat.
Sementara itu, sebanyak 37 orang yang termasuk dalam rombongan calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang diduga ilegal diamankan petugas Polsek Kesatuan Pelaksana Pengamanan Pelabuhan (KP3) Tanjung Emas, Semarang, Minggu, 4 Maret 2018.
Kapolsek KP3 Tanjung Emas Semarang Kompol Bagus Prasetyo membenarkan penggagalan keberangkatan 37 calon TKI asal Bima, Nusa Tenggara Barat. "Diamankan saat akan naik ke kapal," katanya, dilansir Antara.
Dia menyebutkan 37 orang yang terdiri atas 34 dewasa dan tiga anak-anak tersebut berencana bertolak ke Malaysia. Rombongan itu, lanjut dia, akan menyeberang ke Pontianak dengan menggunakan KM Dharma Ferry II.
Ia menuturkan rombongan itu bahkan sempat transit di Surabaya sebelum sampai ke Semarang. Dari pemeriksaan dokumen, lanjut dia, polisi hanya menemukan paspor dan perlengkapan kerja.
"Tidak ada dokumen izin kerja," katanya.
Temuan itu, kata dia, selanjutnya dilimpahkan ke Polrestabes Semarang sebelum diserahkan ke pihak terkait untuk penanganannya.