Liputan6.com, Denpasar - Angin bertiup cukup kencang di Kabupaten Bangli, Bali, suasana kian dingin. Daun-daun berguguran berserakan di sekitar Puri Rum Agung Bangli. Ya, salah satu puri atau kerajaan tua di Bali itu kini seperti tak terawat. Keluarga besar telah sekuat tenaga menjaga situs bersejarah itu dari kepunahan.Â
Ya, Puri Rum Agung Bangli memiliki sejarah yang cukup panjang. Tak boleh sembarang orang memasuki beberapa titik di sini. Beruntung Liputan6.com mendapat kesempatan itu bersamaan dengan kunjungan calon Gubernur Bali nomor urut 1, Wayan Koster.
Salah satu lokasi yang tak bisa diakses sembarangan adalah tempat pemandian raja-raja zaman dahulu. Hanya saja, kondisi Puri Rum Bangli kini tak terlalu terawat. Hal itu diakui oleh salah satu tokoh Puri Rum Bangli, Anak Agung Alit Ardanata.
Advertisement
Ia menjelaskan, Puri Rum Agung Bangli berdiri pada 1518 silam. Saat itu, ada tiga bersaudara dari Puri Taman Bali, Puri Nyalian dan Puri Bangli membentuk satu kerajaan. Dalam perkembangannya, terjadilah pertempuran dengan salah satu kerajaan di Bangli.
"Saya tidak sebutkan nama kerajaannya. Dari pertempuran itu kekuasaan beliau diambil-alih. Puri kemudian dilanjutkan oleh putranya," kata Ardanata di Bangli, Selasa, 27 Maret 2018.
Baca Juga
Bersama masyarakat Bangli, seorang putra beliau yang dibesarkan di Gianyar lantaran harus terpisah selama masa peperangan kembali membangun Bangli. Keturunannya kemudian melalui anak angkatnya memegang kendali kerajaan. Kemudian menikahlah beliau dengan seseorang putri dari Tampaksiring dan memiliki 11 keturunan.
"Dari saat itulah puri ini tidak terawat. Itu sekitar tahun 1818, karena keturunan beliau membuat kerajaan-kerajaan kecil sepanjang tujuh kali putaran, yang terakhir adalah kerajaan Denpasar," ujarnya.
Â
Tidak Terawat
Sebagai generasi penerus, Ardanata bersama keluarga besar Puri Rum Agung Bangli mencoba memperbaiki puri yang tak terawat itu. "Satu per satu kami perbaiki walau tidak maksimal, tetapi terus kami wujudkan upaya itu," katanya.
Di sisi lain, ia berharap banyak kehadiran Koster dapat menjadi ujung tombak pelestarian Puri Rum Agung Bangli. "Tentu ini akan berdampak luas bagi city tour dalam konteks pariwisata budaya untuk mengangkat perekonomian Bangli," ujar dia.
Pada kesempatan itu, Anak Agung Alit Ardanata bersama keluarga besar puri seperti Anak Agung Gede Agung, Anak agung Oka Artawan, Anak Agung Gede Oka Sudan dan Anak Agung Gede Adi Suciaka meminta kepada Koster agar ikut melestarikan peninggalan bersejarah ini.
Koster menegaskan komitmennya untuk pelestarian puri yang terletak di Jalan Kusuma Yudha, Bangli itu. Setelah berkeliling, Koster mengakui kondisi bangunan sudah amat tua, lapuk dan terkesan tak terawat dengan baik. Padahal, puri ini memiliki sejarah peradaban masyarakat Bali.
"Luasnya masih terjaga, tapi memang kondisinya sudah tua, beberapa bangunan juga sudah lapuk. Tentu ini harus menjadi perhatian serus dan saya komitmen untuk hal ini," ucap Koster.
Menurutnya, Puri Rum Agung Bangli merupakan warisan dan karya budaya Bali. Bagi dia, Puri Rum Agung Bangli bukan hanya milik puri, tetapi juga karya dari para undagi. "Ukirannya, bangunan puranya, juga di pelinggih itu bagus sekali. Kno menjadi warisan budaya Indonesia, Bali, khususnya Kabupaten Bangli," tutur dia.
Ia memiliki dua pilihan bagi keluarga besar puri untuk kelestarian Puri Rum Agung Bangli. Ada dua peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kelestarian budaya. Pertama adalah undang-undang cagar budaya. "Kebetulan saya yang merancang undang-undang ini dulu di Komisi X DPR RI," ucapnya.
Dalam undang-undang tersebut, Koster melanjutkan, terdapat satu ketentuan di mana kelompok masyarakat, lembaga masyarakat dan pemerintah daerah yang memiliki warisan budaya dan bisa dikategorikan sebagai cagar budaya dengan usia minimal 50 tahun bisa diajukan sebagai warisan cagar budaya.
"Kalau ini mau didaftarkan sebagai cagar budaya ada syaratnya. Nanti akan dikeluarkan keputusan Dirjen Kebudayaan dan dinyatakan sebagai cagar budaya yang terdaftar di Kemendikbud. Kalau sudah didaftarkan maka akan diinventarisir bangunannya, luasnya, ciri-cirinya, siapa yang memanfaatkan dan lainnya," ujarnya.
Jika sudah diakui, maka Puri Rum Agung Bangli bisa mendapatkan program revitalisasi cagar budaya.
Advertisement
Perda tentang Pemajuan Kebudayaan Bali
Â
Kedua, adalah undang-undang pemajuan budaya. Di mata Koster, Puri Rum Agung Bangli menjadi salah satu objek pemajuan kebudayaan.
"Ini adalah peninggalan fisik, nonfisik termasuk pranatanya. Pretima masuk dia sebagai objek pemajuan budaya. Jadi, dua undang-undan ini bisa dipakai untuk mengelola puri ini. Tinggal sekarang dipilih mau yang mana. Syaratnya adalah tidak menjadi milik pribadi, tidak dikelola pribadi, apalagi diperjualbelikan, karena dia akan dilindungi. Barang siapa yang mengganggu, merusak sebagian atau seluruhnya akan ada sanksi," kata Koster.
Bagi dia, Puri Rum Agung Bangli mencerminkan kehidupan masyarakat yang tinggal di puri pada zaman dahulu. "Ada purinya, ada pura. Ini satu kesatuan cara kehidupan masyarakat puri kita dulu di puri. Ini cara kehidupan yang menjadi warisan dan kearifan lokal Bali," papar Koster.
Koster pernah tiga kali memperjuangkan kelestsrian budaya di berbagai daerah. Salah satubya adalah revitalisasi Keraton Solo ketika Joko Widodo masih menjabat Wali Kota Solo. "Begitu juga dengan Keraton Cirebon. Keraton Solo waktu itu dana yang saya perjuangkan Rp 20 miliar. Jadi bagus dia sekarang," ceritanya.
Jika kedua pilihan di atas gagal diperjuangkan, sebagai Gubernur Bali kelak Koster siap memberi perhatian penuh untuk pelestarian Puri Rum Agung Bangli. Nantinya, Pemprov Bali yang akan melakukan revitalisasi puri ini.
"Saya pribadi punya niatan ke depan setelah ada undang-undang pemajuan kebudayaan, saya akan buat perda tentang pemajuan kebudayaan Bali," katanya.
Konten perda tersebut akan mengatur sendiri mengenai keseluruhan objek pemajuan kebudayaan Bali. "Ini menjadi payung hukum mengelola obyek pemajuan kebudayaan Bali. Ini (Puri Rum Agung Bangli) aset Bali di bidang budaya. Dalam perda itu ada revitalisasi, renovasi, restorasi dan rehabilitasi. Itu programnya. Mana yang cocok nanti programnya," kata Koster.
"Kalau tidak dapat dari Dirjen Kebudayaan, saya yang akan memprogramkan di Bali. Ini menjadi program perlindungan, pembinaan, pemajuan nilai-nilai budaya. Saya komitmen dan konsen untuk urusan begini. Saya generasi berikut yang tidak dilahirkan di zaman itu. Tapi saya sepakat ini harus dijaga. Harus dijaga, diteliti, yang bisa dijadikan referensi bagaimana melihat budaya Bali ini berjalan. Saya siap mendanai. Ini kebanggaan," tutur dia.