Liputan6.com, Jambi - Kasus harimau Bonita di Provinsi Riau memantik perhatian khalayak, bahkan hingga ke luar negeri. Harimau sumatera yang oleh warga setempat disebut Datuk Belang menyebabkan dua orang warga Riau meninggal dunia.
Sudah dua bulan lebih tim mencari harimau yang disebut berciri unik tersebut. Bahkan, badan sang harimau sempat tertembus peluru bius petugas. Namun, usai tertembak peluru bius, keberadaannya justru menjadi sulit terdeteksi.
Sebagai salah satu upaya mencegah konflik satwa dengan manusia, Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi bersama Pemprov Jambi sepakat membentuk tim Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Konflik Satwa.
Advertisement
Baca Juga
Dengan dibentuknya Satgas ini, konflik satwa dengan manusia seperti kasus harimau Bonita di Provinsi Riau bisa dicegah dan tidak terulang lagi.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala BKSDA Jambi, Pratono, mengatakan tim Satgas tersebut juga melibatkan pihak lain, seperti perusahaan serta lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Pembentukan tim Satgas Penanganan Konflik Satwa dengan Manusia itu dituangkan dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Jambi Nomor 297/KEP.GUB/DISHUT-3/2018 yang telah ditandatangani gubernur pada 21 Februari 2018.
"Selain tim Satgas, BKSDA Jambi juga membuka layanan nomor pengaduan bagi warga di nomor 082377792384," ujar Pratono di Jambi, Rabu, 28 Maret 2018.
Berdasarkan data BKSDA Jambi, selama kurun waktu dua tahun atau antara 2016-2018 telah terjadi 42 kasus konflik satwa di Jambi. Menurut BKSDA, konflik satwa dengan manusia cenderung meningkat pada 2018 ini.
"Dalam tiga bulan saja sudah terjadi 10 kasus di tahun ini," imbuh Pratono.
Â
Kantong Habitat Harimau Sumatera Hilang
Sementara itu, dalam sebuah workshop yang digelar Perkumpulan Pembelajaran Zoolgical Society of London (ZSL) Indonesia di Jambi, Rabu, 28 Maret 2018 menyebutkan, kantong habitat harimau sumatera (Panthera tigris Sumatrae) semakin berkurang setiap tahun.
Manager Project Konservasi Harimau Sumatera ZSL Indonesia, Yoan Dinata, menyebutkan, pada kajian yang dilakukan 2008 lalu, di Sumatera terdapat 29 kantong habitat harimau yang membentang dari Lampung hingga Aceh.
Akan tetapi, dari kajian terbaru, jumlah kantong habitat harimau tersebut kini berkurang menjadi 23 titik saja. Kantong-kantong habitat harimau tersebut bukan tanpa ancaman, jika tidak dilindungi dan diperhatikan maka dikhawatirkan bisa hilang dan mengancam kepunahan predator puncak yang masih tersisa di Indonesia itu.
"Deforestasi dan degradasi hutan di Sumatera merupakan salah satu ancaman yang signifikan terhadap keanekaragaman dan kelestarian harimau," ujar Yoan menjelaskan.
Selain aktivitas perambahan dan laju deforestasi yang tinggi itu, kantong habitat juga rusak oleh maraknya ekspansi perkebunan. Dengan begitu, kantong habitat yang kini tak ada harimau mengalami permasalahan kompleks.
Saat ini, Indonesia hanya memiliki satu-satunya subspesies harimau yang tersisa, yakni harimau sumatera. Berdasarkan analisis data terakhir, kata Yoan, populasi harimau pada bentang alam di Sumatera dengan kondisi saat ini memperlihatkan hanya tersisa sekitar 600 ekor.
Status perlindungan harimau sumatera termasuk satwa terancam punah (critically endangered), atau dalam daftar merah spesies terancam punah yang dikeluarkan oleh lembaga konservasi dunia (IUCN).
Sedangkan menurut Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) yang merupakan konvensi tentang perdagangan satwa dan tumbuhan, telah melarang perdagangan dan perburuan satwa harimau sumatera.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement