Liputan6.com, Malang - Sembilan orang berpakaian hitam dengan penutup kepala duduk bersimpuh di depan makam Ki Ageng Gribig di Madyopuro, Kota Malang, Jawa Timur. Mereka berdoa bersama, setelah itu satu per satu menaburkan bunga di atas pusara yang dikelilingi kelambu.
Mereka melanjutkan prosesi di makam Raden Tumenggung Notodiningrat I. Ia adalah Bupati Malang pertama, yang menjabat pada tahun 1819–1839 Masehi. Kondisi kedua makam itu tak jauh berbeda, dilindungi bangunan dan hanya berjarak beberapa langkah kaki.
Pejabat sementara Wali Kota Malang Wahid Wahyudi ada di antara rombongan kecil peziarah itu. Kompleks pemakaman itu selalu diziarahi para pemimpin Kota Malang maupun Kabupaten Malang. Terutama saat peringatan hari ulang jadi masing-masing daerah.
Advertisement
Kota Malang sendiri sedang memeringati hari jadi ke-104 tahun tepat 1 April lalu. "Semoga kita semua selalu bisa mewujudkan cita–cita para leluhur itu mewujudkan Malang yang sejahtera," ucap Wahid usai ziarah di Malang, Senin, 2 April 2018.
Baca Juga
Di kompleks pekuburan ini tak hanya dimakamkan Ki Ageng Gribig dan istrinya maupun Bupati Malang I beserta keluarganya. Bupati Malang II Raden Ario Adipati Notodiningrat II dan Bupati Malang III Raden Ario Tumenggung Notodiningrat III beserta kerabatnya juga dimakamkan di sana.
Kompleks pemakaman ini jadi peristirahatan terakhir para mantan bupati yang memerintah Malang akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Bahkan, Bupati Surabaya, Bupati Bondowoso sampai Bupati Probolinggo juga dimakamkan di sini.
"Kompleks pemakaman ini bisa jadi tujuan wisata religius, punya makna yang tinggi. Mereka adalah leluhur kita yang meletakkan nilai–nilai ketuhanan dalam berbangsa dan bernegara," ujar Wahid Wahyudi.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Tokoh di Balik Cikal Bakal Malang
Kompleks pemakaman yang berada di Jalan Ki Ageng Gribig II, Madyopuro, Kota Malang, ini tak pernah sepi pengunjung. Tak hanya pejabat, warga biasa pun kerap datang berziarah terutama di hari – hari besar Islam.
Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kampung Gribig, Devi Hardianto mengatakan, pemakaman ini memiliki makna penting bagi warga Malang terutama nilai sejarah dari tokoh Ki Ageng Gribig.
"Ki Ageng Gribig dipercaya sebagai tokoh yang membuka hutan belantara wilayah ini, cikal bakal Malang," kata Devi.
Ia mengaku ada leluhurnya yang juga dimakamkan di kompleks pemakaman tersebut.
Menurut cerita rakyat, Ki Ageng Gribig merupakan adik kandung Sunan Giri, salah seorang Wali Sanga. Versi Babad Malang, ayah Ki Ageng Gribig bernama Pangeran Kedawung yang masih keturunan Lembu Niroto. Artinya, ada garis keturunan dari Brawijaya, Raja Majapahit terakhir.
Tempat kompleks pemakaman sekarang berdiri, dahulu adalah hutan belantara. Ki Ageng Gribig datang dan membabat pepohonan sekaligus mendirikan sebuah pesantren. Jadi tempat berdakwah yang lambat laun jadi permukiman. Ia adalah ulama yang kesohor sekitar tahun 1600-an.
"Beliau diyakini pernah belajar dan merupakan murid kesayangan dari Sunan Kalijaga," ucap Devi.
Bupati Malang pertama yang mengetahui cerita itu, kemudian merawat dan membangun makam Ki Ageng Gribig. Serta menggunakannya sebagai makam keluarga yang berlangsung secara turun-temurun. Saat ini, kompleks pemakaman ini tampak asri dikelilingi pohon nogosari dan bunga teratai.
"Kalau Kabupaten Malang juga memeringati hari jadi, pasti bupatinya juga berziarah ke sini," kata Devi.
Advertisement