Sukses

Penjelasan PVMBG soal Potensi Tsunami Pandeglang 57 Meter

Sempat beredar isu tsunami setinggi 57 meter di Pandeglang, Banten. Berikut penjelasan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi.

Liputan6.com, Bandung - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi menyatakan informasi tsunami di Pandeglang, Banten, dengan ketinggian 57 meter masih sebatas kajian.

"Itu adalah informasi yang perlu diluruskan. (Baru) Kajian bukan sesuatu prediksi ke depan," kata Kepala PVMBG Kasbani kepada wartawan di Kantor Geologi Bandung, Jumat (6/4/2018).

Menurut Kasbani, dalam sejarah tsunami di Indonesia memang ada beberapa daerah yang sudah dilakukan penelitian sebagai dasar untuk melakukan potensi tsunami ke depan. Mengingat Indonesia berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik aktif utama dunia, yaitu Indo-Australia, Pasifik, dan Eurasia.

Sementara, informasi kajian soal tsunami di Jawa bagian barat yang dimaksud adalah hasil kajian akademis awal dari simulasi model komputer, menggunakan sumber tsunami dari gempa bumi di tiga titik potensi gempa bumi "megathrust", Enggano, Selat Sunda, dan Jawa Barat bagian selatan.

Ada enam skenario jika gempa terjadi secara bersamaan di tiga titik potensi gempa, dan dengan skala tertinggi, 9 skala Richter (SR). Skenario ini apabila dibuat simulasi permodelan, maka akan menimbulkan tsunami yang dahsyat.

Hasil simulasi model komputer dari skenario terburuk ini mengindikasikan ketinggian tsunami di wilayah pantai utara Jawa bagian barat maksimum mencapai 25 meter, dan di wilayah pantai barat-selatan maksimum hingga 50 meter.

"Yang jelas dalam sejarah tsunami di Indonesia itu kita punya beberapa daerah yang sudah kita lakukan penelitian sebagai dasar untuk melakukan potensi tsunami ke depan. Di samping itu potensi gempa yang memicu tsunami di daerah itu juga diteliti untuk membuat perkiraan tsunami di Indonesia seperti apa," jelas Kasbani.

 

2 dari 2 halaman

Edukasi Penting dalam Mitigasi Bencana

Sementara itu, Kepala Mitigasi PVMBG Sri Hidayati mengungkapkan, cara terbaik mengurangi risiko bencana tsunami ialah melalui upaya mitigasi. Salah satunya memberikan edukasi kepada masyarakat.

"Belum ada ilmu dan teknologi yang bisa memprediksi kapan akan terjadi. Cara terbaik adalah memperkuat mitigasi," tegasnya.

Caranya, yakni minimal setahun sekali masyarakat di sekitar pantai yang memiliki ancaman tsunami perlu berlatih proses evakuasi. Saat terjadi gempa, masyarakat menjadi tahu bagaimana menyelamatkan diri dari benda yang jatuh atau reruntuhan bangunan seperti berlindung di tempat yang aman atau keluar ke tempat terbuka.

Dengan demikian, meskipun tinggal di wilayah yang memiliki potensi bencana gempa dan tsunami, tetap bisa jadi masyarakat yang maju dan sejahtera dengan langkah mitigasi.

Saksikan video pilihan berikut ini: