Sukses

Arca Dwarapala Taman Sriwedari Solo Bisa Dipindahkan Usai Ritual Wilujengan

Percaya tak percaya, setelah berkomunikasi dengan makhluk tak kasatmata, Arca Dwarapala Solo dengan mudah dipindahkan.

Solo - Upaya pembongkaran Taman Hiburan Rakyat (THR) Sriwedari Solo telah dilakukan sejak Februari 2018. Namun, masih ada kisah-kisah misteri seputar pembongkaran taman tersebut. Salah satunya keberadaan sepasang Arca Dwarapala yang memiliki simbol laki-laki dan perempuan.

Kisah mistis itu berasal dari keberadaan Arca Dwarapala yang tak mau dipindah dari bekas lahan THR Sriwedari Solo, meski telah digempur menggunakan martil. Petugas Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Solo gagal memindahkan arca peninggalan sejak PB X itu.

Berbagai upaya dilakukan dari mulai digempur hingga menggunakan ekskavator. Saking buntunya, akhirnya, pada 12 Februari 2018 dilakukan ritual khusus pembongkaran Arca Dwarapala.

Ritual yang diberi nama wilujengan itu diikuti berbagai pihak. Tokoh spiritual dari Abdi Dalem Ngulama Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T) Puja Sentanadipura komat-kamit membacakan doa dan berkomunikasi dengan makhluk tak kasatmata yang dipercaya bersemayam pada Arca Dwarapala di lahan bekas THR Sriwedari Solo.

Ia mengenakan busana Jawa berupa beskap putih lengkap dengan jarit dan blangkon. Ia ditemani dua orang abdi dalem keraton. Di depannya tersaji nasi tumpeng lengkap dengan ingkung ayam, buah-buahan, dan aneka kembang.

Para aparatur sipil negara (ASN) dari Dinas Kebudayaan (Disbud) Kota Solo dan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Solo turut serta di sana. Selamatan bernama wilujengan itu memang dimaksudkan untuk memperlancar pemindahan dua arca ke Museum Radya Pustaka.

Kabid Cipta Karya DPUPR Solo Taufan Basuki saat berbincang dengan Solopos.com, mengaku, di sela-sela prosesi pemindahan, ia sempat kebingungan bagaimana cara memindahkan Arca Dwarapala di bekas lahan THR Sriwedari Solo itu. Namun, setelah upacara selesai dilakukan, kedua arca itu dengan mudah dipindahkan.

 

Baca berita menarik lainnya dari Solopos.com di sini.

 

2 dari 3 halaman

Dipindahkan ke Museum

Ajaib, dengan sekali dorongan dari ujung ekskavator, arca laki-laki ambruk. Petugas DPU lain, Banjir,  lantas mengalungkan sebuah rantai ke badan arca. Rantai itu lalu dikaitkan ke ujung ekskavator yang lantas menarik perlahan arca menuju truk DPU yang sudah disiapkan.

Bukan perkara mudah memindahkan bangunan arca setinggi sekitar dua meter itu. Banjir harus berjuang keras agar arca tidak rusak. Setelah arca laki-laki berhasil diangkut ke truk, giliran arca perempuan yang prosesnya relatif lebih cepat.

K.R.T Puja Sentanadipura mengatakan upacara itu dilakukan untuk memperlancar pemindahan dua arca untuk pembangunan Masjid Taman Sriwedari. Menurutnya, arca yang dipindah adalah barang antik sehingga biasanya memiliki kekuatan lain.

"Ini memindah yang menunggu arca. Memang semua dalam kekuasaan Tuhan. Tujuan utama minta keselamatan bisa lancar," kata dia saat ditemui Solopos.com seusai wilujengan.

Meski sudah berhasil mengangkutnya ke truk, pekerjaan itu belumlah usai. Mereka harus menempatkan arca di depan Museum Radya Pustaka. Pemasangan bukan perkara mudah. Banjir harus berkali-kali mengganti posisi ekskavator sehingga dapat menempatkan dua arca di bagian paling depan bangunan museum.

Arca laki-laki ditempatkan di sisi timur. Sementara arca perempuan ditempatkan di sisi barat. Penempatan dua arca juga disebut Reca Abang.

 

3 dari 3 halaman

Penjaga Gerbang

Kabid Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Disbud Solo, Mufti Raharjo, mengatakan dua arca itu dulunya mbegegek (berdiri tegak). Namun, setelah dilakukan selamatan wilujengan, hanya disenggol sedikit, arca bisa bergelimpang.

"Arca Dwarapala itu kalau menurut orang Jawa Timur disebut Reca Penthung. Dia tugasnya penjaga gerbang, penjaga serambi, penjaga teras, penjaga pintu depan. Makanya nanti di Radya Pustaka dimuliakan dengan ditempatkan di depan sebagai penjaga," ujarnya.

Ia mengatakan, sebelum berada di kawasan THR, dua arca itu dulunya berada di Bon Raja, dekat kandang gajah. Hal itu kemungkinan sudah terjadi sejak zaman Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan (SIKS) Paku Buwana (PB) X.

"Wilujengan ini untuk memuliakan. Yang menjawab (interaksi dengan penunggu arca) adalah Ngulama Keraton karena ini dulu tlatahnya (kawasan) keraton. Niatnya dimuliakan, tidak disia-sia," dia menandaskan.

 

Simak video pilihan berikut ini: