Liputan6.com, Garut - Raut wajahnya menunjukkan lelah yang luar biasa, namun semangat juang tak patah arang. Kisah ibu tiga anak dalam menafkahi keluarga dengan berjualan siomay ini, patut diacungi jempol. Emak-emak perkasa dari Garut.
Berkerudung putih dengan sweater hitam berpolet kuning yang telah lusuh, Ani Nuraini (33) warga Kampung Ciloa, RT 03 RW 03 Desa Sindang Ratu Kecamatan Wanaraja, Garut, Jawa Barat, tanpa sungkan memikul gerobak jualannya keliling kampung.
"Ngapain malu, yang malu adalah jika saya tidak bisa menafkahi anak-anak saya," ujarnya seraya tersenyum, Minggu, 15 April 2018.
Advertisement
Ia mengenakan sepatu boot karet warna hijau mirip orang yang hendak berkebun. Di tangannya terdapat tek-tekan kayu kecil khas pedagang siomay untuk memanggil calon pembeli. Seteiap hari, Ani berjalan hingga 10 kilo meter.
"Bade sabaraheun neng (mau beli berapa neng)," ujar dia tersenyum menawari pembeli anak kecil yang memesan baso tahu siomay dagangannya.
Baso tahu siomay yang Ani tawarkan lumayan enak sesuai dengan harga murah Rp 5 ribu per porsi. Saat Liputan6.com mencoba, lima buah siomay, tiga baso tahu dan dua biji daun kol, cukup mengganjal perut saat lapar menerjang.
Menurutnya, hidup adalah jalan takdir yang harus dilalui dengan kesabaran dan tawakal sambil ikhtiar, sehingga tak ada waktu baginya untuk berkeluh kesah.
Baca Juga
"Awalnya memang pernah merasa minder tapi ngapain, tidak menyelesaikan masalah," kata dia.
Ani sosok yang ramah dan mudah senyum ketika melayani pembeli. Ia melayani ragam pembeli mulai anak-anak, hingga orang dewasa.
"Pembeli adalah raja harus dilayani sebaik mungkin yang kita bisa," ujar dia membuka rahasia jualannya.
Ani mengaku, barang dagangannya bukan miliknya, namun milik majikan yang berada di kampung sebelah. Rata-rata dalam satu hari ia mampu menjual hingga 400 butir baso tahu siomay dengan keuntungan Rp 50 ribu perhari.
"Saya hanya ngambil Rp 150 per biji, dari sana (majikan) Rp 350 per biji, saya jual lagi Rp 500, lumayan yang penting berkah," ungkap dia.
Berjauhan dengan Aam Aminudin, sang suami yang berprofesi sebagai penjahit konveksi memilih merantau di Bandung. Memang bukan pilihan terbaik, namum kondisi ekonomi keluarga yang pas-pasan, mendorongnya membantu beban suami.
"Kasian (suami), apalagi saya punya dua anak yang mau masuk SMP dan SD tahun ini," ungkap dia tanpa sungkan.
Tekad Baja Membara
Awalnya terlintas rasa malu akan cibiran tetangga berjualan baso tahu siomay sambil memikul gerobak dagangan, apalagi selama ini pekerjaan berat tersebut, lebih cocok dilakukan kaum adam, namun fikiran itu buyar saat memulainya.
"Saya malah diberi dua jempol dari banyak bapak-bapak, bangga katanya melihatnya, jadi motivasi buat saya," ujar dia menceritakan awal mulanya menggendong gerobak.
Tanpa terasa sudah lima tahun ini Ani berjualan baso tahu siomay memikul gerobak seberat hampir sekitar 30 kilogram itu. Hujan, panas terik matahari dilaluinya tanpa kenal lelah berjualan dari kampung satu ke kampung lainnya.
"Pokonya habis tidak habis magrib pulang, sebab ada anak kecil yang mau mengaji," ujar dia menunjukan perhatian pada salah satu buah hatinya itu.
Sebuah pekerjaan mulia sekaligus memilukan yang seharusnya dilakukan kaum adam ini. Namun dengan tekad kuat, Ani sang Kartini masa kini, bisa menjalaninya dengan suka hati.
"Memang berat, tapi mau berganti dengan gerobak tidak punya modal," ungkap dia sambil tersipu malu.
Bagi Anda yang ingin menyaksikan keperkasaan Ani, sang penjual baso tahu siomay dengan memikul gerobak ini. Bisa ditemukan di sepanjang jalan kampung Tegalpanjang, Sucinaraja, Garut.
Di sana wanita berkulit sawo matang itu, biasa mangkal menjajakan barang dagangannya baso tahu siomay sebelum memasuki perkampungan warga.
"Kalau ada yang mau membantu gerobak buat saya sangat berterima kasih, mau juga (berjualan) didorong kalau ada," harap dia sambil tersenyum.
Advertisement
Tidak Pernah Dapat Bantuan
Awalnya Ani tidak mau membuka rahasia mengenai awal mula pekerjaam beratnya itu, namun setelah didesak ia mengaku jika selama ini tidak pernah mendapatkan bantuan apapun dari pemerintah.
"Gak tahu apa, pas pendataan selalu saja terlewat, katanya tidak ada jatah," ungkap dia, tanpa diketahui alasan tidak mendapatkan bantuan pemerintah itu.
Ani mengaku, rumah petak yang selama ini tempati merupakan hasil jerih payahnya selama ini bersama suami. Sebuah kebahagiaan tiada tara.
Padahal sebagai warga kurang mampu, ia bersama keluarga berhak mendapatkan bantuan pemerintah seperti PKH (Program Keluarga Harapan), pinjaman modal KUR (Kelompok Usaha Rakyat) hingga bantuan lainnya.
"Biarkan saja lah, tapi jika memang ada bantuan saya terima, saya bersyukur buat modal usaha," harap dia.
Saksikan video pilihan berikut ini: