Liputan6.com, Kotawaringin Barat - Pria paruh baya bertelanjang dada itu tekun melihat helai demi helai lembar daun dari tanaman yang ada di hadapannya. Teriknya matahari dan peluh yang terus menetes dari kening dan tubuhnya tak jua dihiraukannya. Mata tuanya terus memandangi satu demi satu tanaman cabai yang mulai berbuah subur.
"Ini pekerjaan saya setiap hendak panen, melihat apakah ada hama yang menyerang tanaman cabai ini," ujar Suparmin, petani cabai di Desa Natai Raya, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, Kamis, 19 April 2018.
Tak salah bila transmigran asal Solo berusia 50 tahun itu bungah, karena hamparan tanaman cabai di lahan seluas 2 hektare itu tumbuh subur. Varietas cabai yang ditanam adalah jenis cabai sigantung yang mempunyai harga tinggi, yakni Rp 50 ribu per kilogram.
Advertisement
Baca Juga
Pria berbadan legam ini sebelum menjadi petani cabai pernah melakoni banyak pekerjaan, mulai dari pekerja bangunan hingga petani penggarap. "Namun semua hasilnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga," katanya.
Perubahan nasib itu mulai dirasakan pada 2015 lalu ketika pemerintah daerah melakukan pendampingan dan bantuan kepada petani. Di lahan miliknya seluas 2 hektare, ia mulai menerapkan ilmu yang didapatkan dari penyuluh pertanian yang dikirim pemerintah dengan menanam sekitar 36 ribu batang tanaman cabai atau sekitar 18 ribu pohon per hektare.
Dengan masa tanam empat bulan, panen akan dilakukan empat hari sekali selama satu bulan dengan hasil per hektarenya mencapai empat kuintal.
"Hitungannya dalam beberapa kali panen selama sebulan total menghasilkan 28 kuintal cabai per hektare. Kalau lahan 2 Ha, cabai bisa dipetik bisa mencapainya 56 kuintal," jelasnya.
Dengan asumsi biaya produksi per 1.000 pohon Rp 5 juta, maka selama 1 bulan, saat panen dilahan 2 Ha akan menghasilkan 56 kuintal cabai. Dengan harga jual Rp 50 ribu per kilogram, penghasilan Suparmin selama sebulan mencapai Rp 280 juta.
"Lumayanlah bisa untuk membantu anak kuliah di Jawa dan memenuhi kebutuhan di rumah," ujar kakek dua cucu ini merendah.
Â
Bantuan Bank Sentral
Saat ini dia bersama 24 petani mendirikan koperasi Sumber Makmur, dan Suparmin didaulat untuk menjadi ketua. Dengan lahan seluas 16 hektare, mereka mulai mengembangkan tanaman cabai skala besar dan juga kebun jagung.
Untuk pengembangannya kelompok tani ini akan dibantu oleh Bank Indonesia Kalteng.
Perwakilan BI Kalteng, Wuryanto, yang meninjau kebun milik kelompok tani pimpinan Suparmin mengatakan, dalam waktu dekat ini pihaknya akan memberikan bantuan yang dibutuhkan petani.
"Selain membantu bibit, kami akan meneruskan pendampingan, yakni mengenai cara mengelola keuangan secara sederhana," ujarnya.
Cara pengelolaan uang secara sederhana ini perlu diberikan karena ia melihat problem yang dihadapi petani, baik itu cabai, karet, ataupun kopi adalah masih tergantung pada tengkulak akibat ketiadaan modal.
"Akibatnya yang menentukan harga bukan petani tapi para tengkulak, ini yang harus kita balik,"katanya.
Advertisement