Sukses

Saat Korban dan Terdakwa Kasus Pelecehan di National Hospital Bertemu

Pada sidang kasus pelecehan pasien kali ini, istri dan rekan perawat hadir memberikan dukungan kepada terdakwa.

Surabaya - Sidang lanjutan kasus dugaan pelecehan pasien dengan terdakwa, ZA, mantan perawat National Hospital Surabaya, kembali digelar, Senin (23/4/2018), di Pengadilan Negeri Surabaya. Sidang yang digelar secara tertutup itu, berlangsung sekitar pukul 11.00 WIB, di Ruang Tirta 2.

"Sidang lanjutan kami buka, dan digelar secara tertutup," kata Agus Hamzah Majelis Hakim, sambil mengetok palu.

Adapun agenda sidang kali ini, Damang Anubowo, Jaksa Penuntut Umum, menghadirkan satu saksi, yaitu WD korban pelecehan seksual, untuk memberikan kesaksian di hadapan majelis hakim, terkait kasus dugaan pelecehan pasien yang terjadi beberapa bulan lalu, di National Hospital Surabaya.

Dari pantauan Suarasurabaya.net, di dalam ruang sidang, WD sedang memberikan kesaksisan di hadapan Majelis Hakim. Sementara ZA terdakwa, duduk disamping Mohammad Sholeh, kuasa hukumnya.

Selain itu, Winda istri ZA, juga turut mendampingi sang suami pada sidang kali ini. Dari pihak WD, korban, terlihat suaminya juga hadir di ruang sidang.

Sidang lanjutan kasus dugaan pelecehan pasien ini, juga dihadiri puluhan perawat yang menunggu di luar ruangan, untuk memberi dukungan moril kepada ZA terdakwa.

 

Baca berita menarik lainnya dari Suarasurabaya.net di sini.

2 dari 2 halaman

Dakwaan Mengada-ada

Pada persidangan sebelumnya, kuasa hukum ZA, Sholeh, menilai dakwaan Jaksa Penuntut Hukum (JPU) tidak cermat, kabur, dan tidak jelas.

Tepatnya, saat menguraikan peristiwa dugaan pelecehan pasien yang dituduhkan kepada ZA, yang tidak sesuai dengan maksud KUHP, Pasal 290 yang menyebutkan orang tidak berdaya.

"Karena di satu sisi, jaksa menyatakan di dalam surat dakwaannya, bahwa korban sebelum terjadinya pelecehan, ada dokter yang sempat komunikasi dengan korban. Kemudian, korban dibawa oleh ZA ke ruang transfer, lalu ada dugaan seperti itu," kata dia.

"Logis tidak orang yang sudah bisa diajak ngomong, tiba-tiba bagian dadanya dilecehkan. Tentu itu sangat bodoh kalau ZA melakukan itu," kata Sholeh, seusai sidang," dia menambahkan.

Selain itu, kata Sholeh, dugaan tindak pidana pada ZA dinilai tidak kuat, karena dalam surat dakwaan tidak tercantum keterangan dari saksi maupun ahli. Padahal, di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), terdapat keterangan ahli. Penangkapan terdakwa pelecehan pasien ini juga dinilai bertentangan dengan putusan MK No. 21, yang merugikan pihak terdakwa.

"Yang namanya dakwaan selalu ditulis, berdasarkan beberapa saksi dan korban. Sehingga, dugaan tindak pidana itu kuat. Kenapa ini tidak ada? Ternyata setelah dibuka di BAP, ahli itu diperiksa pada tanggal 30 Januari. Sementara kasus ini tanggal 25. Logis tidak, kalau tanggal 26 sudah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka, ahlinya menyusul," Sholeh mengungkapkan.

"Jadi tiba-tiba, penyidik itu seperti menyangkakan ZA dulu, bukan berdasarkan saksi-saksi maupun hasil visum. Hasil visumpun juga demikian dari surat keterangan RS Bhayangkara, keluarnya tanggal 26 Januari, pukul 09.30 WIB. Sedangkan ZA, ditangkap pukul 05.00 WIB. Jadi semuanya serba mendahului, yang penting tangkap dulu dan dijadikan tersangka," kata dia.

Sholeh mengatakan tim penyidik dalam menangani kasus ini, seharusnya lebih berhati-hati. Karena, tidak ditemukan adanya saksi. Jadi, semestinya tim penyidik tidak hanya menerima keterangan berdasarkan korban saja.

"Justru karena tidak ada saksi, itu yang harusnya lebih berhati-hati. Panggil dulu ZA sebagai saksi, kemudian cari lainnya, cari bukti lainnya misalnya CCTV. Jangan hanya keterangan korban saja. Yang namnaya alat bukti itu keterangan terdakwa. Itu yang sangat kami sayangkan, model kejar tayang," kata dia.

 

Simak video pilihan berikut ini: