Sukses

Sensasi Pagi Melepas Anak Penyu Sisik di Tanjung Keluang

Selain berpasir putih, kawasan penangkaran penyu sisik di Tanjung Keluang, Kotawaringin Barat, Kalteng, merupakan lokasi ideal untuk snorkeling dan melihat matahari terbit.

Liputan6.com, Pangkalan Bun - Ahmad Wahyudi (35), pemandu rombongan wisatawan, tampak telaten menerangkan mengenai penangkaran penyu sisik yang ditanganinya. Sesekali ia membongkar gundukan pasir berukuran 10 x 2,5 meter yang berada di lantai bangunan 4 x 6 meter itu.

"Pasir ini di dalamnya ada telur penyu sisik yang siap untuk ditetaskan. Nantinya, bila sudah menetas, maka kita akan pindahkan ke bak penampungan," ucap dia, belum lama ini.

Tak jauh dari gundukan pasir tampak tiga bak terbuat dari semen cor ukuran 2 x 3 meter yang di dalamnya berisi ratusan anak penyu sisik. "Ini usianya 1-2 bulan. Dan nanti ketika usia tiga bulan baru dilepaskan ke laut," ujarnya.

Untuk diketahui, Tanjung Keluang yang menjorok ke Laut Jawa mempunyai luas 2.500 kilometer persegi. Di peta, wilayah ini berada di bagian bawah Pulau Kalimantan, tepatnya di Desa Kubu, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat, Provinsi Kalteng.

Untuk pengelolaannya, tanjung ini berada di bawah pengawasan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Bagi pelancong, tempat ini merupakan destinasi yang wajib dikunjungi. Selain berpasir putih bersih, kawasan penangkaran penyu sisik di Tanjung Keluang, Kotawaringin Barat, Kalteng, adalah lokasi ideal untuk snorkeling dan melihat matahari terbit. Utamanya, tempat ini adalah surganya para penyu sisik untuk berkembang biak.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

2 dari 2 halaman

Ada 300 Ekor Anak Penyu Sisik

Hanya dengan membayar Rp 35 ribu per ekor, wisatawan bisa merasakan sensasinya melepaskan tukik atau anak penyu ke laut lepas. Di Tanjung Keluang, saat ini ada sekitar 300 ekor anak penyu sisik berusia satu bulan yang tengah dikembangbiakkan di penangkaran yang didirikan sejak tahun 2011.

Penangkaran ini dikelola oleh delapan petugas yang secara bergiliran bekerja di sana, salah satunya Ahmad Wahyudi. "Saat ini kami sedang berusaha untuk menetaskan sekitar 300 butir telur penyu," ujarnya.

Setelah menetas, anak penyu ini akan dimasukkan ke dalam sebuah bak besar berisi air berukuran 2 x 3 meter. Setiap hari tukik-tukik itu mendapatkan asupan berupa udang kering (ebi) sejak usia nol tahun hingga dua bulan.

Ketika berusia tiga bulan, tukik harus sudah dilepaskan ke laut. "Sebab, kalau usianya lebih dari itu, insting untuk mencari makan di laut sana sangat sulit," Wahyudi menjelaskan.

Adapun permasalahan yang dihadapi petugas penangkaran di lapangan, yakni masih banyak warga sekitar tanjung yang secara sembunyi-sembunyi mencuri saat penyu bertelur di pantai.

Padahal, seekor penyu sekali bertelur akan mengeluarkan telur sebanyak 200 butir yang kemudian ditimbun dengan pasir agar tidak diganggu predator, termasuk manusia. Sayangnya, hingga saat ini, pencurian telur penyu di pantai masih banyak dilakukan warga sekitar. Mereka menjual telur itu seharga Rp 5.000 per butir.

"Padahal, kita sering melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Dan kami yang hanya delapan orang petugas jelas tak mampu menjaga semuanya," tuturnya.

Terlepas dari permasalahan tersebut, keindahan Tanjung Keluang mengundang kekaguman Fetria Saman. Wisatawan lokal yang juga warga Palangka Raya itu mengaku baru pertama kali mengunjungi lokasi ini.

"Saya bersama keluarga datang ingin mencoba sensasinya melepas penyu sisik dan melihat matahari terbit, tapi sayang karena habis hujan jadi melihat matahari terbitnya batal," ujarnya.

Karena itu, untuk mengobati karena tidak bisa melihat matahari terbit, ia pun mengajak keluarganya untuk melepaskan penyu ke laut. "Cukup membayar Rp 35 ribu per ekor, keluarga saya senang melepas penyu ke laut. Hitung-hitungan ini wisata edukasi," tutur pegawai perbankan ini.