Surabaya - Terhitung sejak Jumat, 20-25 April 2018, jumlah korban meninggal usai menenggak miras oplosan sebanyak 15 orang. Berdasarkan data yang dihimpun Suarasurabaya.net, korban meninggal di beberapa tempat.
Sebanyak tujuh orang meninggal di RSUD dr Soetomo, tiga orang meninggal di RS Soewandhie, dan lima orang meninggal di rumah masing-masing.
Humas RSUD dr Soetomo, Surabaya, dr Pesta Manurung menjelaskan, korban miras oplosan yang masuk melalui Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Dr Soetomo Surabaya sebanyak 17 orang. Dari data itu, tujuh orang di antaranya meninggal dunia, sedangkan sembilan orang masih dirawat dan satu orang sudah diperbolehkan pulang.Â
Advertisement
Baca Juga
"Total yang kami tangani ada 17 orang, meninggal 7 dan 9 orang masih di rawat. Pagi ini satu orang sudah bisa pulang," kata dr Pesta, Rabu, 25 April 2018.
Data tersebut, menurut Pesta, masih terus bertambah. Pasalnya, pada Rabu lalu, RSUD dr Soetomo menerima empat pasien, dua di antaranya merupakan pasien rujukan dari RSUD dr Soewandhie.
Pesta menjelaskan, dua pasien masuk Rabu pagi dan dua pasien lainnya masuk pada sore. Mereka mengalami keadaan yang sama, tidak sadar, dan sesak napas diduga akibat miras oplosan.Â
"Maka harus kami lakukan hemodialisis supaya racun di darahnya tidak memengaruhi organ lain," ujar dr Pesta.
Baca berita menarik lainnya di Suarasurabaya.net di sini.Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Â
Â
Surabaya Darurat Miras
DPRD Kota Surabaya mendesak Pemerintah Kota Surabaya segera mengundangkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Minuman Beralkohol (Mihol) yang telah ditetapkan bersama pada Mei 2016 silam.
Ketua Komisi B DPRD Kota Surabaya, Mazlan Mansyur mengatakan, setelah diparipurnakan di Gedung DPRD Surabaya pada 10 Mei 2016 silam, Pemkot Surabaya tidak segera mengundangkan perda ini.
Apalagi, kata Mazlan, perda ini juga sudah mendapatkan nomor register dari Pemprov Jatim. Perda tentang Mihol itu sudah bisa disebut sebagai Perda Nomor 6 Tahun 2016 tentang Minuman Beralkohol.
"Kendalanya, Pemkot Surabaya selama ini terbebani surat hasil kajian dari Pemprov Jawa Timur, yang diterima Juli 2016, bahwa Perda itu harus disesuaikan peraturan di atasnya," kata Mazlan.
Karena surat hasil kajian dari Pemprov Jatim yang ditandatangani gubernur itulah, Pemkot Surabaya tidak segera melakukan pengundangan Perda Mihol. Dengan begitu, penerapan isi aturan dalam perda tidak bisa dijabarkan dalam Peraturan Wali Kota.
Sementara itu, sesuai Pasal 102 ayat (4) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, Rancangan Perda yang tidak ditandatangani kepala daerah 30 hari sejak ditetapkan bersama DPRD tetap dianggap sah sebagai perda dan wajib diundangkan.
"Sesuai permendagri itu, gubernur tidak bisa membatalkan perda yang sudah mendapatkan noreg. Bahkan Mendagri tidak bisa melakukan pembatalan. Pembatalan hanya bisa dilakukan melalui Mahkamah Agung," ujarnya.
Karena itulah, Mazlan bersama anggota Komisi B DPRD Surabaya lainnya bersepakat mendesak agar Pemkot Surabaya segera mengundangkan Perda 6/2016 tentang Mihol supaya segera bisa diterapkan di Surabaya.
Penerapan Perda Mihol ini, menurut Mazlan, sangat penting. Sebab, perda itu sudah secara rinci memuat aturan tentang minuman beralkohol, termasuk aturan tentang jenis minuman keras oplosan.
"Ini korbannya kan sudah berjatuhan. Kalau tidak segera diundangkan dan segera ditetapkan, kami khawatir korban miras oplosan ini akan terus bertambah," ujarnya.
Untuk diketahui, Surabaya sudah bisa dikatakan darurat miras oplosan. Data terakhir yang dihimpun Suarasurabaya.net, sudah ada 15 korban meninggal di Surabaya, yang hampir bisa dipastikan, karena menenggak miras oplosan.
Setidaknya, masih ada delapan orang yang masih dirawat intensif di RSUD dr Soetomo. Mereka di antaranya harus menjalani cuci darah untuk membersihkan kandungan metanol yang meracuni tubuh mereka.
Advertisement