Liputan6.com, Banyumas - Rembulan tampak penuh tepat di atas kepala di malam purnama ke-15 Sya’ban, ketika ratusan warga Banjarpanepen, Kecamatan Sumpiuh, Kabupaten Banyumas memulai tradisi Kungkum Kali atau berendam di sungai, Senin dini hari, 1 Mei 2018.
Cuaca malam itu begitu cerah. Berbeda dengan malam-malam sebelumnya yang selalu ditingkahi mendung dan hujan.
Suhu udara mulai menggigit saat para sesepuh menjalankan ritual doa di bawah pohon Seprih atau biasa disebut pohon Ara dan Beringin Pencekik di pertemuan dua muara sungai.
Advertisement
Baca Juga
Satu per satu warga dengan khidmat menuruni tebing Sungai Cawang dan berkumpul di tempat yang dikeramatkan dalam ritual Kungkum Kali pada purnama bulan Sya'ban ini.
Lampu tiba-tiba padam. Dalam remang cahaya rembulan, ratusan peserta yang terdiri dari remaja, dewasa, hingga lanjut usia mulai diguyur dengan air bunga tujuh rupa.
Tak peduli air Sungai Cawang yang sedingin es, warga mulai masuk dan berendam. Suasana begitu hening. Mereka melakukan tapa bisu ketika menjalani ritual Kungkum Kali.
Kungkum atau berendam di sungai adalah ritual membersihkan diri pada bulan Sya'ban atau bulan terakhir menjelang masuk Pasa atau Ramadan. Diyakini, dengan menjalani ritual ini, rezeki bakal lancar dan kehidupan lebih sejahtera.
Sosok Ki Rantamsari di Kali Cawang Banjarpanepen
Ada pula yang mempercayai tradisi Kungkum Kali Cawang, Banjarpanepen, Banyumas ini membawa berkah awet muda. Tak heran jika banyak muda-mudi yang turut menjalani ritual yang telah berusia ratusan tahun ini.
Sesepuh Adat Jagabudaya, Lamus (60) bercerita, sejak masa lalu, pertemuan atau tempuran dua sungai ini memang dikeramatkan. Penganut Kejawen bertapa brata di bawah pohon Ara ini.
Konon di tempat ini bersemayam Ki Rantamsari atau Mbah Gendeng. Sesosok tokoh legendaris pada masa lalu.
Tak hanya itu, pejabat yang ingin naik pangkat maupun pengusaha yang ingin sukses pun banyak yang mengunjungi tempat ini. Mereka memanjatkan doa-doa kepada Tuhan yang Maha Esa.
Sayangnya, tradisi panjang Kungkum kali ini sempat terhenti sejak era 80-an. Tak diketahui penyebabnya. Tetapi, sejak dua tahun terakhir, warga sepakat untuk menghidupkan lagi tradisi yang menjadi kekayaan Banjarpanepen.
"Setiap tanggal 15 bulan Sya'ban atau Sadran masyarakat, tua muda, anak-anak remaja, berkumpul di Kali Cawang untuk berendam bersama," Lamus menuturkan.
Advertisement
Warga Mulai Kembangkan Wisata Religi dan Alam
Tradisi Kungkum yang selalu dilakukan setengah bulan menjelang Ramadan ini pun dimanfaatkan oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Banjarpanepen. Kini, tradisi itu dikemas dengan berbagai atraksi wisata.
Muara Sungai Cawang dihias dengan berbagai ornamen yang dibuat dari janur. Tebing dan aliran sungai juga dihias dengan obor.
Pokdarwis juga menggelar pasar malam yang menjajakan kuliner khas pedesaan, seperti Oyek atau nasi ketela pohon. Tradisi masa lalu, seperti Kidungan dan kesenian Lengger dan Ebeg juga ditampilkan.
Lantaran hanya merupakan agenda tahunan, warga pun mulai mengembangkan wisata religi lainnya. Ketua Pokdarwis, Turimin mengatakan saat ini Pokdarwis tengah menggarap situs Watu Jonggol, sebuah situs batu setinggi 10 meter yang berdiri vertikal di atas bukit.
Dilihat sepintas, batu itu seperti dijatuhkan dari langit dan menancap di puncak bukit. Konon, Mahapatih Majapahit, Gajahmada pernah singgah di tempat ini.
"Potensi lainnya yang sedang kami kembangkan adalah Curug Klapa. Jalan menuju air terjun setinggi 15 meter sedang diperbaiki," Turimin menjelaskan.
Keinginan warga untuk mengembangkan potensi wisata pun didukung oleh Pemerintah Desa Banjarpanepen. Tahun ini, pemerintah desa menganggarkan Rp 100 juta untuk pembangunan jalan menuju situs Watu Jonggol dan Curug Klapa.
Saksikan video pilihan berikut ini: