Sukses

Sakir Bersama Singkong Mengejar Pagi

Reportase jurnalis warga atas potret keseharian seorang pedagang singkong.

Liputan6.com, Jakarta - Bulan beringsut pelan, kebanyakan orang sedang terlelap. Di sebuah sudut pasar, pada pagi buta itu seorang laki-laki paruh baya duduk di atas bangku kecil, bersandar di tembok hijau.

Menanti pembeli, barang dagangannya dibiarkan tergeletak di atas plastik dan karung bekas. Ketika ada orang melintas, sesekali dia menawarkan dagangannya. “Singkong, singkong.”

Namanya Sakir, pria kelahiran 1960 ini berjualan singkong di Pasar Mampang, Jakarta Selatan. Terhitung sejak 1983, Sakir berjualan singkong sejak pagi buta. Tak hanya singkong, ada juga ubi-ubian dan buah pepaya. Untuk variasi daganga saja.

Pukul 02.30 WIB dini hari, Sakir memulai aktivitasnya sebagai pedagang. Berteman dinginnya pagi, Sakir bergegas menuju Pasar Mampang yang tak jauh dari rumahnya. Bekalnya pisau yang telah diasah dan sejumlah uang untuk membayar kuli angkut yang mengantar singkong pesanannya dari Pasar Induk.

Setelah diturunkan, barang dagangan siap dijajakan, beralaskan plastik dan karung bekas saja. Lapak yang dimiliki Sakir tak terlalu luas namun cukup untuk menjajakan barang dagangannya. Sakir juga menyewa satu lapak lain di seberang, dijaga oleh sang istri. Di sela kesibukan berdagang, Sakir dan istri masih bisa saling berkomunikasi dan melempar canda.

Di sela menawarkan singkong, Sakir berinteraksi dengan sesama pedagang di sisi kanan, kiri, dan depannya. Ini yang dilakukan Sakir jika mulai merasa penat, melihat barang dagangannya yang tak kunjung dibeli oleh pembeli.

“Namanya juga dagang, ada aja suka dukanya. Ya dukanya gini kalau barang dagangan masih banyak, apalagi udah mau terang,” ujar pria kelahiran asal Boyolali, Jawa Tengah itu.

Tak lama menanti, satu dua pembeli pun datang menghampiri. Raut muka Sakir pun jadi semringah.

Menjadikan pembeli sebagi raja adalah moto yang digenggamnya. Pelayanan yang diberikan pun dengan hati yang lapang. Pembeli bebas memilah-milah barang dagangannya, silakan pilih singkong terbaik.

Diterimanya singkong terbaik untuk dikupas kulitnya. Kini singkong itu terlihat putih bersih, ditimbang lalu ditaruhnya ke dalam plastik bening, kemudian diikat dan diberikan kepada pembeli. Sejumlah uang pun diterima, segera masuk ke dalam kantong celananya.

Matahari mulai terbit dan terus meninggi di sela awan putih dengan langit keabu-abuan. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 08.00 WIB, waktunya mulai bergegas merapihkan barangan dagangan. Ada peraturan dari pengelola pasar, pedagang yang tak memiliki lapak seperti toko harus mengakhiri aktivitas dagang sebelum siang datang.

Selama berdagang di Pasar Mampang, Sakir sudah kenyang dengan suka dan dukanya. Dulu sempat ada preman pasar yang setiap hari meminta jatah uang keamanan ke pedagang. Pada awalnya Sakir sempat takut, namun dengan berjalannya waktu dia terbiasa dengan kehidupan pasar yang berwarna.

Sakir memiliki tiga buah hati yang kini telah beranjak dewasa. Satu di antaranya telah berkeluarga, sedangkan dua lainnya bekerja sebagai karyawan swasta. Terus berdagang, Sakir tak ingin merepotkan anak-anak apalagi orang lain. Bersama singkong, Sakir terus berkejaran dengan pagi.

(Witri Nasuha, mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta, finalis Citizen Journalist Academy 2017)