Sukses

Teknik Murah dan Mudah Menyimpan Sperma ala Ilmuwan Indonesia

Di Indonesia yang belum banyak melakukan donor sperma untuk manusia, praktik penyimpananan sperma masih diperuntukkan pada hewan ternak.

Liputan6.com, Purwokerto - Selama ini, proses inseminasi melalui donor sperma masih jarang dilakukan untuk manusia di Indonesia. Selain itu, masih tabu, proses ini terbilang mahal. Pasalnya, alat yang digunakan untuk penyimpanan sperma harganya tidak murah.

Sperma dari pria sehat disimpan di instalasi khusus dalam tabung-tabung khusus berkode untuk menunjukkan asal sperma. Tabung disimpan dalam alat khusus bersuhu minus 196 derajat celcius.

Hal itu dilakukan untuk menjaga agar sperma tetap cair dan hidup. Masalahnya, suhu sedingin itu hanya bisa diperoleh dengan pendingin (coolant) nitrogen cair dengan alat dan isi ulang yang mahal.

Di Indonesia, proses memperoleh keturunan dari donor sperma untuk manusia belum banyak dilakukan. Praktik penyimpananan sperma hanya diperuntukkan bagi hewan ternak, misalnya sapi dan kambing.

Praktik yang sama juga dilakukan untuk menyimpan sperma pada hewan uji coba laboratorium, seperti mencit (tikus kecil). Sperma disimpan untuk mengurangi biaya pakan dan perawatan mencit jantan.

Alih-alih mampu memangkas biaya hidup mencit jantan, penyimpanan sperma dengan teknik konvensional tetap berbiaya mahal.

Pasalnya, alat penyimpanan sperma paling murah adalah USD 5.000 atau setara dengan Rp 70 juta per tabung nitrogen.

"Selain mahal, nitrogen cair juga berbahaya. Ada risiko keterlambatan nitrogen, tangki bocor, atau apa yang bisa merusak sperma," ucap Dosen Fakultas Peternakan Universitas Jenederal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, yang kini mengajar di Monash University, Australia, Mulyoto Pangestu, beberapa waktu lalu.

Berawal dari keinginan untuk memangkas biaya penyimpanan sperma itu, Mulyoto lantas melakukan riset untuk menyimpan sperma dalam bentuk kering dan bersuhu ruangan.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 3 halaman

Teknik Simpan Sperma Kering dan pada Suhu Ruangan

Setelah melewati serangkaian riset, akhirnya, ia menemukan teknik penyimpanan sperma mudah dan berbiaya murah. Dia menyebut proses pengeringan sperma yang ditemukannya sebagai pengeringan evaporatif (evaporative drying).

Bahan yang dipakai adalah dua lapis tabung plastik mini (ukuran 0,250 ml dan 0,500 ml) yang disegel dengan panas (heat-sealed), kemudian dibungkus lagi dengan aluminium foil. Harga seluruh bahan itu murah, hanya Rp 2.500 per unit.

"Ternyata ketemu teknik penyimpanan yang kering itu. Kalau dulu kita beli dan pakai tabung nitrogen harus rutin mengisi. Rutin seminggu atau sebulan sekali, kita harus mengisi. Kalau sekarang, begitu kita simpan, taruh di meja saja, bisa, jadi suhu ruang," dia menjelaskan.

Praktik penyimpanan sperma kering dan bersuhu ruangan itu telah terbukti efektif dengan inseminasi buatan pada mencit-mencit percobaan, baik di Australia maupun Amerika. Mencit terlahir dari donor sperma sehat dan mirip pejantan.

Terobosan teknik penyimpanan ini pun memperoleh penghargaan tertinggi, (Gold Award) dalam kompetisi Young Inventors Awards, yang diadakan majalah The Far Eastern Economic Review (FEER) dan Hewlett Packard Asia Pasifik.

 

3 dari 3 halaman

Teknik Simpan Sperma Kering Bisa Diaplikasikan untuk Manusia

Mulyoto yakin teknik penyimpanan sperma dari donor juga bisa diterapkan untuk menyimpan sperma manusia. Sperma akan dipilih dari pria yang paling sehat dan paling memiliki kemungkinan terlahir normal tanpa gen resesif yang dapat menyebabkan keturunan cacat.

Namun, hingga saat ini, ia mengaku belum pernah menjajalnya untuk menyimpan sperma manusia dan mengujicobakan untuk kehamilan wanita. Alasannya, karena nilai etika.

"Bisa. Tapi ini masalah etis," dia menuturkan.

Pria kelahiran Pekalongan, 55 tahun lalu ini justru lebih tertarik pada upaya pemerintah Indonesia yang kini tengah menjalankan program sapi bunting dengan inseminasi buatan (Upsus Siwab) untuk swasembada daging.

Teknik penyimpanan sperma kering dan bersuhu ruangan itu dinilai akan mempermudah tugas para insemintor. Mereka tahu harus mengambil sperma di instalasi-instalasi khusus penyimpanan sperma yang jaraknya jauh dari subjek (sapi) peternak.

Jarak yang jauh itu membuat persentase tingkat keberhasilan inseminasi buatan rendah. Pasalnya, saat sperma keluar dari ruangan pendingin, hanya ada selang waktu sekitar setengah jam untuk langsung mengaplikasikannya ke hewan ternak.

Kesuburan sperma akan terganggu jika berada di luar pendingin dalam waktu lama yang dapat berakibat sapi gagal bunting. Dengan teknik simpan kering dan suhu ruangan, sperma tak memerlukan instalasi khusus. Sperma pun bisa disimpan dalam jangka panjang dan di kawasan terpencil.

"Setelah processing itu, biaya murah karena kita tidak perlu tangki," dia menambahkan.