Sukses

Diduga Dukung HTI, 3 Dosen ITS Dipanggil Kampus

Wajah ketiga dosen ITS terpampang pada poster yang bernada penolakan atas keputusan pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Liputan6.com, Surabaya - Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya memanggil tiga dosennya yang diduga mendukung organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Rektor ITS Joni Hermana yang ditemui usai rilis Seleksi Bersama Masuk Perguruan Negeri (SBMPTN) di Universitas Airlangga Surabaya, mengatakan, pihaknya sudah mengonfirmasi hal itu kepada ketiga dosen tersebut.

"Mereka juga mengatakan hanya dimintai pendapat secara pribadi, tidak ada penjelasan bahwa itu dikemas dan diviralkan. Mereka juga keberatan, karena itu mereka menyatakan penyesalannya," kata dia, Selasa, 8 Mei 2018, dilansir Antara.

Meski telah melakukan klarifikasi, kata Joni, ITS tetap akan membentuk Tim Pemantau Pelanggaran (TPP) untuk mengetahui apakah tindakan para dosen itu mengandung unsur kesengajaan atau tidak. Tim itu terdiri dari perwakilan berbagai jurusan.

"Nanti, tim itu akan mengusulkan kepada saya selaku rektor untuk menentukan hukuman sesuai bobot pelanggaran," tuturnya.

Selain itu, Joni mengatakan ITS berhati-hati dalam masalah ini sebelum hasil dari Tim TPP keluar. Menurut dia, hal itu bisa saja itu dilakukan oleh orang tidak bertanggung jawab hingga viral atau ada unsur lain.

"Tapi dalam hal ini ITS tegas. Kalau memang pelanggaran berat, paling tidak mereka akan dicopot dari jabatannya," katanya.

Sebelumnya, pada Senin, 7 Mei 2018, tiga buah gambar viral di media sosial Twitter. Masing-masing gambar tersebut menunjukkan foto yang disebut sebagai dosen ITS, yakni DMR, AR, dan LN.

Gambar tiga orang tersebut disertai tulisan dukungan pada HTI dan menolak pembubaran organisasi yang ingin mendirikan negara khilafah di Indonesia. Dalam gambar itu juga tertera tagar #HTILayakMenang, #DukungHTIUntukIslam, #DukungHTIUntukUmat, dan #DukungHTIUntukDakwahdanKhilafah.

Dalam foto yang tertulis nama DMR tertera tulisan bahwa pencabutan BHP HTI oleh Pemerintah mengada-ada dan merupakan upaya untuk menekan kebebasan berkumpul dan menyatakan pendapat, sambil mengaburkan ancaman yang sebenarnya sudah dan sedang terjadi atas NKRI, yaitu neokolonialisme.

Saksikan video pilihan berikut ini: